Lisa
"Holy shit!"
Aku terpaksa harus mendongak saat Mikha memelototi leherku. Kami tidak sengaja bertemu di toilet dan dia langsung mengenali kalung yang kupakai.
"You beat me."
"Not me. It's from Ralph."
Mikha mengangkat wajahnya dan menatapku dengan mata terbelalak. "Dalam rangka apa dia ngasih lo kalung?" tanya Mikha sambil melangkah masuk ke salah satu bilik toilet.
Aku memainkan kalung yang selama seminggu terakhir menghiasi leherku. Aku tahu kalung ini terlihat berlebihan untuk dipakai setiap hari, tapi aku merasa enggan untuk melepasnya. Meskipun sudah seminggu berlalu, aku tidak pernah bisa berhenti mengagumi kecantikan kalung ini.
Tentu saja, aku juga tidak pernah bisa berhenti mengagumi pria yang memberikannya kepadaku.
"Dalam rangka dia meminta gue jadi istrinya," jawabku, sedikitpun tidak bisa menyembunyikan raut bahadia di wajahku.
Mikha yang sedang berada di dalam bilik toilet langsung berteriak kencang. Untung saat ini hanya ada kami berdua di sini, sehingga tindakannya yang berlebihan tidak mengganggu orang lain.
Buru-buru Mikha keluar dari dalam bilik sambil memelototiku. "Progres kalian cepat juga. Gue tinggal seminggu kerja ke Bandung, kalian udah mau nikah aja," cerocos Mikha sambil mencuci tangan di wastafel. "Spill it. Terakhir kali lo bilang kalian bakal living together."
Aku mengangguk. "Tadinya, tapi dia ngotot pengin ketemu orangtua gue. Sejujurnya gue enggak 100% yakin living together itu pilihan paling pas. Lo tahu sendirilah orangtua gue gimana. Gue hamil aja pasti bikin mereka shock. Apalagi kalau tahu gue mutusin bakal living together."
"Trus?"
"Gue bisa aja bersikap bodo amat. Toh lo tahu kan gue enggak sedekat itu sama orangtua gue? Tapi, sebagai anak, tetap aja gue masih ngehormatin mereka."
"Jangan bilang lo yang desak Ralph buat nikahin lo."
"Enggaklah." Aku tergelak. "Gue cuma nyinggung sekali, ngasih tahu kalau dia ngotot tetap mau ketemu orangtua gue, siap-siap aja disuruh nikahin gue."
"You want it," tebaknya.
"Memangnya gue punya alasan lain buat enggak pengin nikah sama dia?"
Mikha mengangkat bahu. "Enggak ada, sih. Kayaknya."
"Dia yang punya opsi living together. At that time, I thought I'm fine with that. Enggak mungkin kan gue nembak dia langsung buat nikahin gue, sementara lo tahu sendirilah orang kayak dia enggak begitu nganggep pernikahan itu penting. Bagi dia, living together itu bentuk tanggung jawab, toh nikah cuma sekadar administratif. Enggak ada bedanya, kecuali status. Itu aja."
"But you need that status."
"Hitung-hitung buat ngikat dia biar kagak kabur." Aku tergelak.
"Trus?"
Aku menghela napas panjang. "He asked me to marry him, out of the blue. Tiba-tiba aja dia ngasih kalung ini."
"Lucky you. But, you deserve someone better after all the shit you've been through."
Aku mengangguk menyetujui Mikha, sambil berharap hal yang sama berlaku untuk Ralph. I wish that I've good enough for him after all the shit he had in his life.
"Gimana orangtua lo?"
Pertanyaan Mikha membuat ekspresiku seketika berubah. Aku masih belum bisa melupakan penolakan yang tidak terucap tapi terlihat jelas di wajah papa dan mama.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...