Ralph
Seharusnya aku sudah pulang sejak satu jam yang lalu, tapi hujan menjebakku. Di ruangan yang terletak di lantai tinggi ini, aku bisa dengan leluasa menyaksikan hujan.
Sebenarnya, aku tidak menyukai hujan.
Ada bagian dari diriku yang selalu membawa kembali bayangan hantu di masa lalu setiap kali melihat hujan. Ketika aku masih kecil dan melihat kematian ibuku.
Entah apa yang kurasakan waktu itu. Seharusnya, setiap anak menangis melihat ibu mereka meninggal, terlebih dengan cara yang tragis. Tapi sepertinya hatiku sudah beku karena aku hanya berdiri mematung melihat sosok ibu yang tergeletak di lantai dengan darah mengalir dari luka menganga di pergelangan tangannya. Bayangan akan mendapati ibu dalam keadaan tragis seperti itu itu sempat menghampiriku selama bertahun-tahun, karena entah kapan mulanya, aku yakin suatu hari akan mendapati ibu meninggal akibat perbuatannya sendiri. Yang tidak kusangka, butuh waktu yang cukup lama sampai akhirnya dia berani mengakhiri hidupnya, tidak lagi sekadar ancaman seperti yang sering diucapkannya saat menyesali kehadiranku.
Waktu itu aku masih duduk di bangku sekolah menengah. Ayahku sudah lama pergi, entah ke mana, aku tidak peduli. Dia pergi dengan semua sisa tabungan kami yang tidak seberapa. Ketika melihatnya pergi, aku merasa lega. Tidak ada lagi ayah alcoholic yang selalu melampiaskan kekesalannya dengan memukul ibu dan aku.
Selepas kepergian ayah, kupikir hidup kami akan membaik. Aku cukup tahu diri untuk tidak mengandalkan ibu, sehingga diam-diam memiliki pekerjaan sampingan di grocery store di dekat sekolah, sehingga aku bisa menghidupi diriku sendiri. Beruntung ayah tidak tahu soal tabungan rahasia yang kupunya sehingga tidak membawa pergi tabunganku yang tidak seberapa itu.
Dugaanku salah. Bukannya mencoba untuk menata hidup, ibu malah mengikuti jejak ayah dengan tenggelam dalam minuman keras. Setiap malam, dia selalu mabuk, dan menyesali kehidupannya. Dia selalu menyalahkanku, karena kehadiranku berarti hancurnya masa depan yang dia impi-impikan dulu. Dia selalu berkata ingin bunuh diri, tapi tidak pernah melakukannya.
Sampai malam itu, ketika pulang bekerja, aku mendapatinya sudah tidak bernyawa.
Sejak malam itu juga, aku mati rasa.
Namun setiap kali melihat hujan, aku selalu teringat malam itu, meski sedikitpun aku tidak merindukan ibu atau menyesali kepergiannya.
Aku bangkit berdiri sambil menghela napas panjang. Kedatanganku ke Jakarta adalah untuk memulai kehidupan baru. Tidak seharusnya aku membiarkan hantu masa lalu itu datang lagi dan menghambat langkahku.
Tergesa-gesa, aku mengambil jas dan tas, lalu beranjak keluar dari ruangan. Malam ini, aku harus menempuh hujan, bukan menghindarinya.
Lisa
Jantungku berdegup kencang melihat nomor yang sudah lama tidak menghubungiku. Meskipun aku sudah menghapus kontaknya atas dasar sakit hati, tanpa bisa dicegah, aku masih menghafal nomor itu di luar kepala. Bertahun-tahun nomor itu menjadi pengisi ponselku dan menjadi saksi salah satu episode kehidupanku.
Aku tertegun menatap ponsel, meski getarannya terasa kian mengganggu dan merusak konsentrasiku. Aku menghela napas yang sudah kutahan sejak tadi ketika panggilan telepon itu akhirnya berakhir.
Sekuat tenaga aku memutuskan untuk kembali bekerja, meski suasana hening di sekitar malah membuatku semakin sulit berkonsentrasi. Seharusnya aku sudah pulang sejak berjam-jam yang lalu, tapi hujan membuatku malas bermacet-macet di jalanan sehingga memutuskan untuk lembur. Aku tidak sendiri, ada Dony yang sedang sibuk menyiapkan bahan presentasi besok, sehingga tidak bisa diganggu. Dia selalu tenggelam dalam dunianya, dan musik yang didengarkannya, sehingga tidak awas dengan sekitar. Bahkan, kalau ada gempa bumi atau kebakaran, Dony tidak akan terpengaruh.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...