Ralph
"You jerk. Where are you right now?"
Teriakan Lily dari seberang telepon memekakkan telingaku. Meski terdiam, aku bisa mendengar suara napasnya yang memburu.
"I'm at your apartment right now but you're not here anymore. You sold your apartment?" Lily terus berteriak.
"Yes." Hanya jawaban singkat itu yang kuberikan untuknya.
"What are you doing exactly?"
Aku tidak menjawab. Suara debur ombak memecahkan keheningan yang tercipta di antara kami. Selama dua minggu terakhir, aku menikmati keheningan seperti ini setiap sore. Hanya berteman sekaleng bir, aku menyaksikan ombak saling berpacu dan matahari yang perlahan terbenam.
"Are you at the beach?"
Kali ini, aku menjawab dengan dengungan singkat.
"Are you at St. Kilda?"
Aku tertawa pelan, menertawakan tebakan Lily yang melenceng sangat jauh. Karena saat ini aku tidak berada di St. Kilda, atau di manapun di Melbourne. Bahkan, aku sudah berada jauh dari Australia, dari masa laluku.
Sepulangnya dari hotel Daisy, aku memang ke St. Kilda, pantai favoritku setiap kali ingin merenung. Aku berada di sana hingga pagi dan baru beranjak ketika matahari terbit. Aku bahkan tidak perlu repot-repot kembali ke apartemen, dan langsung menuju kantor. Setelah menyempatkan diri mencuci muka di toilet kantor, aku menghadap bosku, orang yang selalu sudah berada di kantor pagi-pagi buta. Namun pagi itu aku mengalahkannya. Dia bahkan terbelalak ketika mendapatiku menunggunya di dalam ruangannya, menatap Melbourne di bawah sana, untuk terakhir kalinya.
Keputusanku sudah bulat.
Kepadanya, aku meminta janji promosi yang ditawarkannya. Ketika ingin berhenti bekerja dengan Lily, aku seperti mendapat keberuntungan ketika mendengar selentingan kabar tentang promosi di kantor. Bukan untuk di Australia, tapi di Hong Kong. Itu tiketku untuk keluar dari kungkungan masa lalu.
Namun waktu aku bertanya, Jack, bosku, berkata belum ada kepastian. Selama berbulan-bulan aku menunggu kabar promosi itu.
Sepertinya keberuntungan belum sepenuhnya berpihak padaku. Aku dijanjikan akan dipromosikan tapi tetap berada di Melbourne. Tentu saja aku tidak ingin menyerah secepat itu. Aku tidak butuh promosi, aku hanya butuh pergi dari Melbourne, tapi tidak ada tempat untukku di luar Melbourne.
Akhirnya, aku mengundurkan diri.
Namun, Jack tidak melepaskanku begitu saja. Dia memberiku izin cuti selama satu bulan karena baginya aku terlihat kusut dan satu-satunya yang kubutuhkan adalah beristirahat. Dia menyuruhku pergi berlibur, sejauh mungkin, karena baginya aku merasa muak dengan Melbourne. Sekaligus, memikirkan ulang keputusanku.
Keesokan harinya, aku menghubungi broker yang mengurus apartemenku dan menyampaikan keinginan untuk menjualnya. Aku tidak akan kembali. Di akhir cuti panjang ini, aku akan mengajukan hal yang sama pada Jack, meskipun aku belum memiliki rencana yang pasti. Hari itu juga, aku mengambil tiket ke Bali. Selama dua minggu, aku berada di sini. Berpindah tempat bermodal motor yang kubeli begitu menginjakkan kaki di sini.
Tentu saja, Lily tidak tahu soal kepergianku.
"No," jawabku akhirnya.
"Where?"
Sekali lagi, aku tertawa ringan. "There's no need even if I told you where I am because tomorrow, I'm not here anymore."
"Ralph, what happen?"
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...