Ch.21 Chances

39.3K 3.9K 168
                                    

PS: Ini sebenernya bab dadakan karena enggak tega aja masuk ke bab selanjutnya yang seharusmya. Biarkanlah ya mereka manis-manisan dulu satu bab lagi hehe.

Lisa

There's something happen between me and Ralph.

Sejak akhir pekan lalu, aku merasa ada yang berubah antara hubunganku dengan Ralph meski aku sendiri bingung mendefinisikannya seperti apa. Yang pasti, aku lebih sering menghabiskan waktu dengannya. Entah dengan sarapan singkat di Starbucks atau makan siang bareng. Dia sudah mau melupakan sejenak pekerjaannya dan mengajakku makan siang. Kadang kami makan siang di gedung kantor, kadang kami pergi ke tempat yang sedikit lebih jauh. Ralph juga sering mengundangku makan malam di tempatnya, dan aku masih saja takjub dengan masakannya.

Tanpa kusadari, aku bahkan sudah menyimpan beberapa barang pribadi dan pakaian kerja di tempatnya, untuk berjaga-jaga jika aku menginap di sana.

Terbiasa tidur bersamanya dan merasakan kehangatan tubuhnya saat memelukku membuatku merasa sangat kesepian saat harus pulang ke rumah. Dan sepertinya bukan aku saja yang merasakannya. Seperti semalam, ketika Ralph tiba-tiba datang ke rumahku dan tidur di tempatku.

"I can't sleep without you."

Kalimat itu terasa sangat manis di telingaku.

Pagi ini, aku mengajaknya sarapan bubur ayam di pinggir jalan yang sering kulewati setiap kali menuju kantor. Ralph sempat bertanya tentang makanan itu, dan sejujurnya aku cukup kesulitan menjawabnya. Language barrier di antara kami lumayan berpengaruh.

"So, it's porridge but with chicken and..." Ralph mengangkat potongan cakwe yang ada di dalam buburnya. "What is it?"

Aku tertawa, bukan karena potongan cakwe itu, melainkan karena sosoknya yang terlihat sangat out of place. Penampilannya yang serius dan ala bos besar itu terasa sangat asing berada di pinggir jalan menyantap semangkuk bubur ayam.

"Enak, kan?"

"Not bad."

Aku mencibir karena kenyataannya ini mangkuk kedua yang dia makan. Dia bahkan menyicip sate usus, meski sebelumnya menatap jijik sate itu saat aku memberitahunya.

"Aku belum pernah makan di pinggir jalan seperti ini sebelumnya."

Aku menunjuknya dengan kerupuk yang kualihfungsikan sebagai sendok untuk menyuap bubur ayam. "Nanti malam kita makan pecel lele."

Ralph menatapku dengan dahi berkerut, seolah-olah aku bicara bahasa alien. Mungkin di telinganya aku memang terdengar seperti alien, berhubung di Melbourne sana tidak ada yang namanya bubur ayam atau pecel lele.

"Jika suatu hari nanti aku harus tinggal di negara lain, aku pasti tidak sanggup berpisah dengan makanan pinggir jalan seperti ini."

Ralph ikut tertawa bersamaku. "Masalah besar jika kamu nanti tinggal di Melbourne."

Aku menatapnya dengan alis terangkat. Bukannya aku geer atau apa, tapi kenapa aku menangkap ajakan di balik ucapannya itu?

"Kenapa aku tidak pernah ketemu tempat seperti ini di dekat kantor?"

Aku menggeleng, sekaligus mengusir pikiranku barusan. "Kalau saja kamu mau jalan sedikit lebih jauh, kamu bisa melihat banyak makanan pinggir jalan seperti ini," sahutku, lalu menyantap suapan terakhir buburku.

Aku bangkit berdiri dan menyerahkan mangkuk kosong ke abang tukang bubur sambil menyerahkan uang untuk membayarnya.

"Kamu menraktirku?"

Aku menoleh ke arahnya. "Yup. Kamu cukup bayar makanan mahal aja, kalau makanan pinggir jalan seperti ini, itu giliranku."

Ralph tertawa lepas, tidak peduli jika semua orang di sini melihatnya. Sepertinya baru kali ini aku melihat dia tampak sesantai ini.

(COMPLETE) Love & Another HeartacheTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang