Lisa
"Had you ever thought to open your own restaurant?" Aku menyandarkan tubuh ke punggung sofa sambil memegang perut yang terasa begah. "I'm serious."
Ralph melakukan hal yang sama denganku. Dari ujung mata aku melirik perutnya yang masih tampak rata sekalipun makanan yang masuk ke sana jauh lebih banyak ketimbang makanan yang kusantap. Aku pernah melihat tubuhnya, dengan otot yang terbentuk dan perut kotak-kotak yang mampu membuatku meneteskan air liur. Berbeda denganku yang butuh menahan napas sekian detik untuk mendapatkan ilusi perut rata.
"I'll keep that in mind. You'll help me with the interior and others."
"Deal." Aku mengacungkan ibu jari. "But, seriously. Why are you so good in kitchen?"
"I had to support myself. Memasak sendiri jauh lebih hemat."
"Why?"
"I don't have much money."
Aku memutar tubuh hingga duduk menyamping dan bisa fokus menatapnya. "What about your parents? I mean, I know that your father ran away and your mother got suicide. What about when you lived with them."
Ralph mengangkat pundaknya. "Tidak ada bedanya."
Sejujurnya, aku sangat penasaran dengannya. Dia membuka dirinya sedikit demi sedikit, melempar fakta demi fakta dalam obrolan kami. Hampir semua fakta itu membuatku penasaran akan beban yang ditanggungnya selama ini.
I know that he's a nice guy. Keterusterangannya akan kehidupannya yang kelam membuatku semakin penasaran. What makes someone as nice as him choose to be an escort?
"I want to know about you." Begitu saja, kalimat itu meluncur dari bibirku.
"What do you want to know?"
Ditanya seperti itu membuatku tergagap. Ada banyak hal yang ingin kuketahui, tapi aku tidak ingin terdengar seperti nenek-nenek tua yang mencecarnya.
"The reason why you did that thing?"
"That thing?" Ralph tertawa. "You curious, aren't you?"
Aku mengangguk. "Don't get me wrong. You're a nice guy. I bet you're one of the sweetest person I've ever met. So, I can't think about your reason to do that thing."
That thing. Aku membutuhkan kata ganti itu karena rasanya sangat asing untuk menyebutkan pekerjaannya secara lantang.
"Because I need money."
"Tapi kenapa kamu memilih itu?"
Ralph menghela napas panjang. "I lived in the most depressed place in entire Melbourne. That place made me feel claustrophobic. All I want was to get out off there before I lost my mind and killed myself like what my mother did."
Aku tidak menjawab. Namun, pandanganku masih terpaku di wajahnya. Ralph menatap lurus ke depan, seolah pandangannya bisa menembus dinding dan membawanya kembali ke tempat tinggalnya dulu yang penuh kenangan buruk.
"After my mom died, I lived in foster home until I was eighteen. Then, they kicked me out so I had to support myself." Ralph menoleh ke arahku. Jarinya menyentuh tanganku dan membentuk alur abstrak di sana. Sentuhannya sangat sederhana, tapi mampu membuat darahku berdesir.
"I spent my whole life in people's eyes. They waited for me to screw up. Semua orang di sana yakin aku akan berakhir seperti ayahku yang pemabuk, atau tenggelam dalam obat-obatan seperti pemuda seusiaku, dan akhirnya menjadi beban bagi masyarakat. Tapi, aku tidak ingin membuktikan kalau mereka benar." Ralph terus bercerita sambil membelai tanganku. "I studied hard so I got high score in my VCE."
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...