PS: Jangan ketipu sama judul, hehe.
Ralph
"Kiss me."
Lisa langsung menciumku begitu pintu lift menutup. Dia melompat ke pangkuanku dan melingkarkan kakinya di sekeliling tubuhku, sehingga aku tidak perlu merunduk untuk menciumnya. Sementara itu, tangannya menekan belakang kepalaku sehingga aku tidak bisa ke mana-mana selain membalas ciumannya.
Begitu pintu lift membuka, aku menatap sekeliling. Koridor yang kosong membuatku tidak perlu menurunkan Lisa dari pelukanku. Dengan langkah lebar, aku membopong Lisa melewati koridor tanpa sedikitpun melepaskan ciuman.
Dengan napas terengah-engah aku mencoba membuka pintu. Sialan, mengapa pintu ini begitu sulit untuk dibuka? Aku melepaskan ciuman untuk menghirup udara, sekaligus mencoba berkonsentrasi membuka pintu. Namun, tetap saja pikiranku melayang ke mana-mana karena Lisa malah menggerayangi leherku dengan bibirnya.
Lisa terkikik menertawakan kesulitanku. "Need help?"
"Just shut up and kiss me," ujarku ketika pintu itu akhirnya bisa dibuka. Aku langsung membawa Lisa masuk dan membanting pintu di belakangku.
Tidak perlu dibilang dua kali, dia kembali menciumku. Aku melemparkan tas yang kubawa ke sofa, beserta tas Lisa, dan membawanya menaiki tangga.
"You still have time to ask me to stop," ujarku, mencoba mengais sisa-sisa kesadaranku sebelum terlena oleh sosok yang ada di hadapanku.
Aku merebahkan Lisa di tempat tidur dan menatapnya, menunggu jawabannya.
Lisa bangkit duduk dan menarik tanganku. Dia mencium tanganku sebelum menangkupkannya di wajahnya. Ketika dia menengadah menatapku, aku bisa melihat luka di wajahnya. Meskipun dia mencoba untuk menyembunyikannya lewat senyuman, luka itu tidak bisa disembunyikan seutuhnya.
Aku membelai pipinya dengan ujung jari. "The truth is I don't want you to ask me to stop."
Lisa tertawa kecil dan menggeleng. "I won't."
Aku menariknya untuk berdiri dan kembali menciumnya. Dia membuatku candu, dan menciumnya adalah satu-satunya cara untuk membuatku terus waras, meskipun sebagian hatiku tersakiti karena ciuman itu hanya berarti untukku, tidak berarti apa-apa bagi Lisa.
Sebuah erangan mencuri keluar dari bibir Lisa ketika aku membalikkan tubuhnya dan menangkup payudaranya. Dari balik blus yang dia pakai, aku meremas payudara itu, sementara Lisa merebahkan kepalanya di dadaku, menikmati apa yang kuperbuat di payudaranya.
"You hard," bisikku pelan. Meskipun dibatasi oleh blus yang dipakainya, aku bisa merasakan putingnya yang mengeras.
"You too," balas Lisa, sambil menekan bagian depan celanaku.
Aku tertawa kecil. "Sulit untuk mengontrol diri sejak menerima teleponmu."
"Sorry."
"I know you're not sorry."
Lisa kembali tertawa, sambil semakin menekankan tubuhnya ke tubuhku seiring dengan permainan tanganku di dadanya.
Aku menurunkan satu tangan dan menuju ujung rok yang dipakainya. Aku mengangkat rok itu dan menampakkan pahanya yang menggiurkan. Aku membelai paha itu, merasakan tubuh Lisa yang menegang meningkahi setiap sentuhanku. Aku terus mengusap pahanya dan membiarkan jari-jariku mempermainkan celana dalamnya yang mulai basah.
"You're already wet for me."
Lisa hanya mendengung, membuatku semakin bernafsu menyentuhnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...