Lisa
"Congratulation Sayang."
Mikha memelukku erat, sampai-sampai aku nyaris tercekik. Aku menggapai mencari tangan Ralph, meminta pertolongannya agar melepaskanku dari Mikha. Namun, dia hanya menatapku sambil tertawa, tidak berbuat apa-apa.
"Gue kecekik, Mikha," ujarku terbata-bata.
Refleks Mikha tertawa ngakak, meningkahi musisi yang kudapuk membawakan wedding song di pernikahanku bersama gitar akustiknya.
"Itu tandanya gue sayang sama lo."
"Tapi lo bisa bunuh gue," tukasku dengan senyum terkulum.
"Ya enggak mungkinlah. Bodyguard lo ngeri." Dia melirik Ralph dengan ujung matanya sebelum kembali tertawa.
Sekali lagi, Mikha memelukku meski kali ini tidak sekecang tadi. Dia mungkin masih akan terus memelukku kalau saja teman-temanku yang lain tidak berdehem dan menyuruhnya menyingkir. Meski keberatan, Mikha terpaksa berlalu dari hadapanku agar aku bisa menerima ucapan selamat dari teman-temanku yang lain.
"Are you tired?" tanya Ralph sambil berbisik ketika dia mengajakku menuju meja tempat Jack, bos sekaligus bosnya, yang jauh-jauh datang dari Melbourne.
"No. I'm fine," sahutku.
Mungkin aku sebenarnya merasa lelah, tapi aku tidak merasakannya. Malam ini aku merasa tubuhku sangat ringan. Rasanya seperti melayang saja.
Bukan hanya malam ini saja, semenjak pagi aku merasakan kebahagiaan yang membuncah.
Aku tidak menyangka hari ini akhirnya tiba. Hanya dengan persiapan yang sangat singkat, ditambah dengan gejolak hubunganku dengan mama yang sampai saat ini masih belum bisa menerima keputusanku, akhirnya aku mendapatkan pesta pernikahan yang kuidamkan.
I don't need big and fancy wedding party.
Bagiku, pemberkatan sederhana yang dihadiri oleh orang terdekat di gereja saja sudah cukup. Aku dan Ralph saling bertukar janji sehidup semati. Aku menyusun sendiri janji pernikahan yang ingin kuucapkan di hari pernikahanku. Sudah lama aku memiliki gambaran akan janji yang ingin kuucapkan, hingga suatu malam, ketika aku melihat Ralph tengah terlelap, aku mengeluarkan buku catatan berisi janji pernikahan yang kusiapkan. Sambil menatapnya, aku menuliskan janji pernikahan baru.
Bersedih dan bahagia bersama, berdua.
Hingga saatnya nanti, ketika akhir menjemput kita.
Aku tidak bisa menahan air mata ketika Ralph mengucapkan janjinya, dengan suara bergetar, dan tangannya yang erat menggenggam tanganku. Menekankan setiap kata demi kata yang mengalir dari bibirnya.
Aku akan mencintai pria ini sampai akhirku tiba.
Selepas pemberkatan, kami mengadakan private party yang jumlahnya sangat kubatasi. Meski untuk itu, aku harus adu urat dengan mama sampai tiga hari menjelang pernikahanku. Namun aku tidak menyesal.
Aku menyukai suasana ini. Hangat dan dekat. Aku dan Ralph bisa berbaur dengan siapa saja. Semua orang yang datang benar-benar aku kenal dan aku yakin, mereka peduli kepada kami. Bukan sekadar datang, lalu makan, dan berbasa basi sebentar.
Karena itu, aku tidak henti-hentinya tersenyum sejak tadi.
Mendekati tempat Jack, aku melihat sekilas ke meja yang ditempati mama. Dia tidak banyak bicara sejak tadi pagi, tapi setidaknya, dia tidak memasang wajah masam seperti yang akhir-akhir ini ditunjukkannya kepadaku.
Mungkin, mama sudah sedikit melunak dan menerima.
Ralph
Entah apa yang ada di pikiranku ketika memberitahu Jack soal pernikahanku. Aku meneleponnya hanya untuk memberitahu, dan dia langsung bersikeras ingin datang. Mungkin Edith yang memaksanya, aku tidak tahu. Namun, baru kusadari kalau kehadiran mereka sangat berarti.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
Storie d'amoreRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...