Lisa
Langkahku refleks terhenti ketika sampai di lobi dan mendapati Ralph menungguku di sana. Dia langsung berdiri dan menghampiriku begitu mata kami beradu.
Dia tampak berantakan, dengan facial hair yang belum dicukur dan matanya yang tampak sayu. Dua hari tidak bertemu dengannya membuatku merindukannya, tapi aku sekuat tenaga menahan diri agar tidak berlari memeluknya. Aku memegang tas erat-erat, sekadar menahan tanganku agar tidak terulur menyentuh wajahnya.
Aku sengaja memalingkan wajah agar tidak luluh oleh tatapannya.
"Akhirnya kita bertemu juga." Ralph memecah kebisuan di antara kami. "Dua hari ini aku menunggu kamu di sini."
Setelah pagi yang menyesakkan itu, aku langsung pulang. Kepada Donny, aku meminta izin sakit karena aku tahu hari itu aku tidak akan bisa berfungsi sepenuhnya di kantor. Satu-satunya hal yang ada di otakku adalah Ralph, dan ucapan Lily yang tidak bisa hilang dari ingatanku.
Selama dua hari ini aku mengurung diri di rumah dan menangis hingga tidak ada lagi air mata yang tersisa. Aku menghabiskan waktu dengan berbaring, dan tanpa bisa dicegah ingatanku memainkan semua kebersamaanku dan Ralph selama ini, sampai akhirnya aku terlalu lelah untuk menangisi nasibku sendiri.
Sentuhan di tangan menyentakku. Refleks aku menarik tangan dan melangkah mundur, berusaha untuk menciptakan jarak dengan Ralph.
"Please?" bujuknya.
Aku tahu, semakin lama aku di sini, aku akan semakin lemah dan tidak bisa menahan diri. Sebelum semuanya terlambat, aku memilih untuk angkat kaki.
Ralph tidak melepaskanku begitu saja. Dia menjajari langkahku, memohon agar aku memberinya waktu, sementara aku sekuat tenaga berusaha menulikan telinga.
Tanpa basa basi, aku langsung masuk ke mobil. Aku menarik napas lega ketika berada di dalam mobil, sekalipun Ralph masih berusaha menyita perhatianku dengan mengetuk kaca jendela. Setidaknya, dari dalam sini, aku tidak bisa mendengar suaranya.
Tidak mengindahkannya, aku menyalakan mobil dan meninggalkan parkiran dengan mata menggenang.
Ralph
Akhirnya aku bertemu Lisa, setelah dua hari ini aku menunggunya sampai tengah malam dan berakhir sia-sia. Namun, sepertinya dia sudah sangat membenciku. Dia sama sekali tidak memberikan kesempatan untukku, malah menjauhiku.
Aku tidak pernah menyangka akan menjadi orang yang menyakitinya. Semenjak bertemu dengannya, satu-satunya hal yang aku inginkan adalah menghapus kesedihannya, bukannya malah menyakitinya seperti ini.
Ketika Lisa mulai membuka dirinya, aku merasa dia sudah bisa menerimaku. Dia tidak lagi menganggapku sebagai seseorang yang dimanfaatkannya untuk mengusir bayangan masa lalunya.
Dia bilang dia menyukaiku.
Seharusnya aku mempertahankannya. Tapi, kehadiran Lily malah menghancurkan semuanya.
Speaking of the devil.
"What are you doing here?"
Di dekat jendela apartemenku, Lily berdiri menatap keluar. Dia sama sekali tidak mengalihkan pandangannya ketika aku bertanya.
Aku mungkin sudah membunuhnya, jika aku tidak menahan diri. Mungkin saat ini aku sudah berada di penjara, kalau saja aku tidak dihinggapi kesadaran di detik-detik terakhir. Aku masih ingin bertemu Lisa dan memperjuangkannya, hal itu tidak akan terjadi jika aku membunuh perempuan di depanku ini, sekalipun satu-satunya yang ingin kulakukan adalah menyingkirkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
(COMPLETE) Love & Another Heartache
RomanceRalph Williams leads dual life. Nobody knows his secret life as a professional male escort. Except one woman who he called Daisy. Lisa Ariana decided to spent three weeks in Melbourne after she called off her wedding. On the night who supposed to be...