Alano - 10

1.1K 32 0
                                    

Keadaan di dalam mobil sangat berisik. Iya, berisik. Karena Rayhan dan Elno terus saja berbicara—lebih tepatnya berdebat. Mulai dari berbicara kucing yang baru melahirkan di dekat rumah Rayhan hingga gosip sekolah tentang guru yang masih muda dan jomblo. Oliv yang duduk di samping Alan menggelengkan tingkah kedua kakak kelasnya yang absurd itu.

"Eh, no. Lo tau nggak? Masa kucing di deket rumah gue bunting lagi dah masa. Perasaan belum lama hamil, eh ini udah hamil lagi. Heran gue." Rayhan menggeleng-gelengkan kepalanya dengan ekspresi herannya.

"Ya namanya juga hewan, Ray."

"Ya tapikan gue heran aja. Perlu di ekspedisi nih, no."

"Lo kata apaan di ekspedisi? Lo aja sono, gue si ogah. Terima kasih." Elno memainkan ponselnya.

Sementara Oliv sibuk dengan pikirannya sendiri. Alan sudah menolongnya dua kali. Apa yang harus ia lakukan untuk menebus balas budi kakak kelasnya itu?

Di saat sedang melamun, tiba-tiba suara Elno menginterupsinya membuat Oliv sedikit tersentak.

"Kenapa kak?" Tanya Oliv.

"Nggak. Lo daritadi diem aja. Ngomong dong. Nggak capek diem mulu? Gue udah capek ngomong sama Rayhan, kagak ada ujungnya." Elno mendesah frustasi. Sementara Oliv terkekeh.

"Heh, gue ngomong gini biar kagak sepi ya. Coba lo bayangin, kalo di sini orangnya pendiem semua. Sepi dah di sini, ngalahin kuburan."

Diam-diam, Elno membenarkan juga kata sahabat somplak nya itu.

"Liv, gue kasih tau ya. Lo kalo jadi partner nya si Alan, kudu banyak bersabar ya. Nih orang kalo ngomong tuh irit banget." Rayhan menyindir Alan yang fokus menyetir mobil.

"Eh, btw gue mau nanya. Lo beneran pacaran sama si Alan? Lo tahan sama sifatnya dia?" Rayhan mulai kepo dengan apa yang terjadi.

Oliv yang di tanya seperti itu bingung, tak tau harus menjawab apa. Lagipula, Alan menyatakan hal tersebut karena Randy yang terus mengganggunya. Oliv melirik ke arah Alan yang juga sepertinya mendadak tidak nyaman.

"E-enggak kok kak." Jawab Oliv dengan sedikit gugup.

"Masa sih?"

"Kepo banget lo!" Kali ini Alan bersuara.

"Ye, bukannya gitu Al. Kan kita sebagai sahabat lo, harus tau apa yang sedang terjadi dengan sahabatnya."

"Tapi kenapa lo tadi bilang kalo lo itu pacarnya Oliv?" Lanjut Rayhan.

"Mau tau aja, lo." Balas Alan dengan cuek dan masih fokus menyetir.

Rayhan hanya menghela napas panjang. Untuk sejenak keadaan hening, lalu terdengar dering telpon milik Oliv.

"Halo?" Oliv menempelkan benda pipih itu di telinga kanannya.

"....."

"Iya, nanti sebentar lagi aku pulang."

"...."

"Iya, bentar lagi nyampe kok."

"..."

"Iya, yaudah bun." Oliv menutup telponnya lalu memasukkan benda pipih itu ke dalam sling bag nya.

"Telpon dari bunda lo?" Tanya Elno. Oliv mengangguk, "iya."

"Bunda udah nyariin aku. Karena aku perginya udah dari tadi." Lanjutnya.

"Emang lo kemana aja?"

"Abis beli buku, buat persiapan olimpiade. Kan harus latihan soal." Elno mengangguk sebagai tanda mengerti, lalu dia menyeletuk, "eh, lan? Lo kagak belajar kali bakal olimpiade?"

"Yaelah, kayak lo kagak tau tuh manusia es aja. Kita berteman sama dia udah berapa lama? Alan kan otaknya udah tokcer, jadi dia nggak belajar juga bisa."

"Otak einstein dia tuh," lanjut Elno.

"Oya kak Alan, pak Broto ngasih tau aku. Katanya kita harus kerja sama dengan baik dan pak Broto juga menyuruh bu Ratna yang bakal ngajarin kita. Berarti untuk persiapan ke depan, kita pulangnya telat."

"Oke." Katanya singkat.

Mobil Alan berhenti di sebuah rumah ber cat biru yang merupaka rumah Oliv.

"Kak, makasih ya udah nolongin aku. Udah dua kali kakak nolongin aku. Makasih banyak ya kak. Dan maksih juga udah nganterin aku pulang." Ucap Oliv dengan mengatupkan kedua tangannya di depan dada membuat Alan mengernyit bingung dengan tingkah Oliv yang seperti memohon.

"Iya." Jawab Alan seadanya.

Olivia turun dari mobil Alan dan langsung masuk ke dalam rumahnya dengan mata Alan yang masih terus mengamati Oliv yang menghilang di balik pintu rumahnya. Kenapa jantungnya berdetak lebih kencang saat bersama cewek itu? Ah, entahlah. Baru kali ini dia merasakannya.

"Weitss, di liatin mulu. Kagak bakal hilang kok. Takut amat." Ucap Elno yang sudah berada di sampingnya menggantikan posisi Olivia tadi.

Alan mendengus, "sejak kapan lo disini?"

"Sejak lo ngeliatin calon gebetan lo." Elno menyengir. Alan langsung melajukan mobilnya meninggalkan komplek rumah Oliv.

"Kayaknya, gue mencium aroma-aroma keganjilan di sini." Ucap Rayhan.

"Gue mencium aroma-aroma asmara di sini. Lebih tepatnya, aura orang yang sedang jatuh cinta."

Elno terkekeh, "kayaknya, lo bakal jatuh cinta sama si dedek emesh deh."

"Apaan?"

Elno berdecak, "dedek emesh yang tadi. Adik kelas."

"Ngaco." Jawab Alan dengan cuek.

"Jangan begitu, nanti kalo beneran kejadian gimana?" Tanya Rayhan.

"Nggak."

"Sekarang lo masih bilang nggak. Tapi nanti? Kita nggak tau kedepannya kan, siapa tau berubah. Eh btw, lo kenapa ngaku-ngaku jadi pacarnya dia di depan cowok tadi?"

Alan hanya angkat bahu, "nggak tau."

"Ceritain awalnya, pinter!" Kata Rayhan dengan gemas.

"Males."

Rayhan menggeleng-gelengkan kepalanya, "ish, ish, ish. Sumpah ya, lo jadi orang jangan terlalu cuek atau dingin kek. Kayaknya, cewek tadi suka sama lo deh."

"Sotoy lo." Seru Elno lalu menjitak kepala Rayhan begitu juga dengan Alan melakukan hal yang sama.

"Adaws, gila lo semua. Sakit njing! Eh, astaghfirullah."

"Ya ALLAH kenapa selalu aku yang di dzalimi? Semoga, dosa-dosaku semua di tanggung mereka berdua. Amin."

PLETAK! PLETAK!

Dua jitakan kembali mendarat di kepala Rayhan.












                          🍁🍁🍁🍁🍁

Haloo, semuanya. Aku update lagi. Semoga suka ya.

Jangan lupa vomment nya ya. Terima kasih.

Salam,

Silfi A.

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang