Alano - 56

671 21 0
                                    

Happy reading ❤️
Maapkan kalo ada typo 😂

___________________&&________________

"Lo mau move on?" Tanya Alan dengan sedikit menyipit. Oliv masih menutup mulutnya sendiri dan melirik Alan yang menatapnya intens. Ia menjadi salah tingkah sendiri.

"Jawab gue." kata Alan lagi yang masih menatap Oliv. Oliv mendongak, memberanikan diri menatap kedua netra Alan.

Oliv menghembuskan napasnya secara perlahan lalu mensejajarkan dirinya di hadapan Alan sembari menatap dengan sorot mata yang menyiratkan sebuah pertanyaan.

"Kita ini apa?" lirih Oliv.

"Maksudnya?" Alan menaikkan satu alisnya tanda tidak mengerti apa yang di ucap oleh gadis di depannya itu. "Bisa di ulang?"

"A-aku mau minta kejelasan. Sebenarnya hubungan kita itu apa? Bukannya kita udah putus? Tapi, perlakuan kak Alan seolah-olah masih berstatus jadi pacar aku. Aku sebagai cewe, bohong kalo nggak baper sama perlakuan kakak. Dan tolong, kasih ke-jelasan kak. Apa maksud kakak bersikap seperti itu?" keluar sudah unek-uneknya selama ini yang ia pendam. Dalam setiap lirihan kata yang terucap, ada luka yang sebenarnya sudah terbuka. Kata itu terucap saja dari hati membuat orang di hadapannya sedikit tertegun dan langsung terdiam mencerna kata demi kata yang baru saja terlontar dari bibir tipis itu.

Bingung harus berkata apa, saat melihat mata penuh binar itu meminta penjelasan.

"Liv," lidahnya kelu untuk mengatakan yang selanjutnya. Ragu akan kalimat selanjutnya yang akan ia katakana.

Aku Cuma nggak mau kamu dekat dengan cowok selain aku. Batinnya.

"Bukannya lo yang putusin gue?"

Oliv melebarkan matanya mendengar pertanyaan yang begitu menohoknya. Dengan tenang, Alan memberikan pertanyaan retoris seperti itu yang bermaksud menohok hatinya? Lantas, mengapa cowok itu masih berada di dekatnya, mecoba menjangkaunya dengan perlakuannya yang Oliv tidak mengerti.

Sebentar. Sebelumnya, Lana tadi bilang kepadanya jika Alan menyukainya? Ia tak mudah percaya.

Ah, Oliv lupa menanyakan perihal kejadian yang ia lihat hingga berani mengambil kesimpulan dari sudut pandangnya sendiri.

"I-iya," suaranya terdengar serak sehingga ia berhenti untuk sebentar lalu berdehem menetralkan suaranya.

Sebelum Oliv kembali berkata, Alan lebih dulu mendahuluinya.

"Lo nggak mau dengerin penjelasan gue yang sebenarnya terjadi. Lo ngambil keputusan tapi berdasarkan dari sudut pandang lo aja. Hingga akhirnya, gue nggak terima dan sedikit membentak lo karena nggak sesuai dengan fakta yang ada, Liv."

Oliv menunduk.

"Saat itu juga, gue ada masalah besar. Di saat gue butuh seseorang untuk berbagi cerita, berbagi keluh kesah gue, tapi Lo nggak ada di samping gue sama sekali." Alan menatap Oliv yang menuduk.

Alan menjulurkan tangannya, jemarinya tersentuh menyentuh dagu Oliv agar mendongak menatapnya. Netra keduanya bertemu, Alan tak tega ketika melihat raut wajah bersalah Oliv. Ingin sekali ia mendekap gadis itu erat-erat, namun ia masih berpikir karena masih berada di area sekolah.

"Gue butuh lo, Liv." Jemari Alan turun, lalu menggenggam tangan Oliv yang terasa dingin. Oliv melihat ada ketulusan dan kejujuran yang terlihat dari mata Alan. Karena bundanya pernah bilang, mata tidak akan bohong.

"Ma-af kak, aku minta maaf. Harusnya aku dengerin apa yang-"

"Jangan salahin diri sendiri. Aku nggak suka. Yang terpenting semuanya udah jelas, nggak ada kesalah pahaman lagi."

Aku? Oliv tidak salah dengar 'kan?

Lantas, walaupun hanya kesalah pahaman, apa Alan menyukainya? Ia tidak langsung percaya pada perkataan Lana, yang berkata seperti itu. Ia takut, malah semakin jatuh hati pada Alan karena tingkat kebaperannya sudah akut. Ya, anggap saja seperti itu.

Oliv butuh kepastian sekarang. Jika bukan sekarang kapan lagi, meskipun terasa berat untuk menanyakannya terlebih lagi jika memang Alan benar-benar tidak menyukainya. Ia harus rela mengubur perasaannya dalam-dalam, yang penting sudah ada kepastian. Tidak ada perasaan di gantung, seperti curhatan yang muncul di time line nya.

"Kak, se-sebenernya.."

Oliv menggantungkan kalimatnya, rasa ragu semakin menjalarinya. Bahkan, keringat dingin sudah muncul di dahinya. Ia memilih menunduk, tak berani menatap lawan bicaranya dan tangannya meremas rok-nya sendiri karena gugup.

"A-aku,"

"Aku suka kamu, Liv."

Oliv membulatkan kedua matanya dan mendongakkan kepalanya, tak percaya apa yang ia dengar. Tadi itu suara kak Alan bukan sih?

"Kalimat itu 'kan yang mau kamu dengar? Apa perlakuanku ke kamu itu kurang jelas menunjukkan semuanya? Harusnya aku tau, kalo kamu tuh nggak peka." Ujar Alan tersenyum tipis sambil menyentil keningnya pelan.

"Ish," Oliv mengelus keningnya yang menjadi korban.

"Jangan bikin baper, kak!" Tambah Oliv.

"Yang mau bikin baper siapa?" Alan sedikit melirik gadis-nya.

"Maksudnya apa kak?" Tanya Oliv.

Alan tidak menjawab.

"Beneran kak?" Tanya Oliv memastikan dengan pipi yang merona. Astaga, Alan gemas dengan Oliv yang masih saja bertanya seperti itu. Membuatnya menahan tangannya untuk tidak mencubit pipi chubby-nya itu.

"Menurut kamu, hm?"

"Jadi?" oliv menaikkan alisnya.

"Jadi apaan?" Alan Tanya balik.

Bibir Oliv mengerucut, "Kak Alan nembak aku?" Tanya Oliv dengan wajah polosnya. Alan yang gemas, ingin sekali mencubit pipi Oliv karena kepolosannya yang hakiki.

"Nggak, buat apa." Alan memalingkan wajahnya lalu ia tersadar, beberapa siswa ada yang mengintip mereka terutama sahabat Oliv. Alan pura-pura tidak tau saja, mengabaikan keberadaan mereka.

"Jadi, nggak balikan?" Oliv menggigit bibirnya, ragu apa yang di ucapkan.

Alan meliriknya, "Balikan? Aku 'kan nggak pernah mutusin kamu dan satu hal lagi, kita nggak pernah putus." Katanya lalu pergi menggenggam tangan Oliv, "Aku antar ke kelas."

Astaga. Ia ingin teriak sekarang please, jantungnya udah jedug-jedug kayak lagi naik roller coaster.





                         🍁🍁🍁🍁

Haloo, apa kabar kalian?

Semoga suka yaakk ❤️❤️ dan ga bosen bacanya sama semoga ga bosen nungguin update-an Alan wkwk.

Salam,

Silfi A.

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang