Alano - 21

973 26 0
                                    

Sinar mentari menyelusup ke tirai-tirai rumah dan menyambut hari yang cerah. Hari ini udara pagi menyapa dengan segarnya seperti senyuman gadis yang rambutnya di kucir menggunakan pita berwarna merah yang sedang berada di ruang makan.

"Pagii, bunda, bang Revan." Sapa Oliv sambil mengecup pipi bundanya dan Revan secara bergantian.

"Pagi," ucap Risma dan Revan ragu.

Oliv menarik kursi di depan Revan dengan senyum yang tidak pernah luntur. Risma menatap putri satu-satunya itu dengan heran. Ada apakah gerangan, anaknya itu senyum-senyum.

Tak mau ambil pusing, Risma kembali ke dapur mengambil air minum. Sementara, Revan tak kalah heran dengan bundanya.

Cowok itu memandang adiknya, "kenapa liat-liat, bang?"

Revan menggeleng lalu sedikit membungkuk dan punggung tangan kanannya terulur menyentuh dahi adiknya itu.

Nggak panas. Batinnya.

Oliv mengerutkan keningnya ketika kakaknya melakukan hal seperti tadi.

"Bang Revan ngapain?" Tanya Oliv pada Revan yang telah duduk semula di kursinya.

"Nggak, kali aja lo panas. Taunya nggak." Jawab Revan lalu melahap nasi goreng buatan bundanya.

Oliv hanya angkat bahu, tak berniat melontarkan pertanyaan lagi pada kakaknya itu.

Ya, hari ini gadis itu memang terlihat ceria karena kejadian semalam. Kejadian di mana ada sebuah ikatan di antara mereka. Terlalu cepat memang. Tapi itulah adanya. Meskipun Alan menyebalkan, tapi tak bisa di pungkiri ia masih menyukai kakak kelasnya itu. Mengingat hal tersebut, kedua pipi gadis itu merona. Begini rasanya orang yang sedang kasmaran.

"Liv, jangan senyum-senyum sendiri. Tuh pangeran berkuda putih udah jemput lo di luar." Lamunan Oliv buyar seketika.

Oliv menepuk jidatnya. Ia lupa jika mulai hari ini, ia berangkat bersama dengan Alan.

Setelah memakai sepatunya, cewek itu mengambil tasnya dan memakainya dengan tergesa-gesa.

"Jangan buru-buru, Liv. Nanti ja—"

Bruk.

"—tuh," sambung bundanya.

"Awss," ringis Oliv saat lututnya menyentuh lantai rumahnya dengan keras.

"Tuh kan, bunda bilang juga apa jangan lari-lari." Bundanya terkekeh.

"Udah telat, bun." Ucap Oliv.

Oliv menghampiri Alan yang sudah rapi dengan seragamnya yang bersandar pada tembok. Wajahnya terlihat segar dan wangi. Oliv dapat mencium aroma parfum cowok bertubuh tinggi itu.

"Udah kak,"

"Oh jadi ini yang buat lo senyum-senyum sendiri, Liv. Taunya di jemput sama pacar tercinta." Ledek Revan yang sudah rapi dengan kemeja dna celana jeansnya.

"Apaan sih, bang. Udah ah, aku berangkat." Oliv menyalami abangnya dan bundanya di ikuti Alan.

"Berangkat ya, tante." Pamit Alan.

Berangkat sekolah dengan Alan tak pernah terpikirkan oleh Oliv. Ia kira hanya angannya belaka. Tapi, saat ini nyata!

"Kak, aku turun disini aja." Oliv menepuk pundak Alan ketika mereka berada di halte sekolah.

Alan menepikan kendaraannya. Cowok itu membuka kaca helmnya.

"Kenapa?" Tanyanya di balik helm.

"Aku turun di sini aja. Nanti kalo di parkiran banyak yang ngeliat. Ntar ada gosip miring lagi. Kakak emangnya nggak malu?"

"Malu kenapa?"

"Malu boncengan sama aku."

"Ngapain malu, kan lo pacar gue." Katanya dengan santai. Oliv membulatkan matanya, tak percaya Alan berkata seperti itu. Apakah itu berarti Alan menganggapnya sebagai pacarnya?

"Tapi, emangnya nggak malu ya kak? Nanti kak Alan risih di gosipin."

Alan menghela napas.

"Kan emang kenyataannya begitu."

"Gue nggak terima penolakan." Sambungnya lagi sebelum Oliv bersuara kembali.

Apa yang dikhawatirkan Oliv benar-benar terjadi. Banyak sepasang mata yang melihatnya. Pandangan mereka seolah tak lepas dari dirinya. Oliv bahkan sampai menunduk saking malunya nenjadi pusat perhatian. Semenjak berjalan menuju ke kelas, berjalan bersisian dengan Alan Oliv seperti merasa tersangka.

"Kalo lagi jalan jangan nunduk," Alan bersuara sambil membenarkan rambutnya yang sedikit berantakan.

"Eh?" Oliv menoleh. Sungguh, kenapa Alan gantengnya menjadi berkali-kali lipat sih? Oliv menjadi tidak percaya diri berjalan bersisian dengan Alan.

"Kenapa nunduk?" Tanya Alan singkat.

"Nggak papa," jawab Oliv.

"Jujur." Titah Alan. Alan tau jika Oliv berbohong. Terlihat dari raut wajahnya.

"Aku merasa nggak pantes aja, aku nggak pantes jalan sama kakak, bahkan sampai pacaran sama kakak. Itu nggak pernah terlintas dari pikiran aku. Apalagi, kakak banyak yang suka. Aku jadi merasa nggak pantes."

Langkah Alan terhenti di koridor kelas sepuluh yang tidak terlalu banyak murid berlalu lalang. Langkah Oliv ikut berhenti.

"Kenapa berhenti, kak?"

"Jangan rendah diri kayak gitu. Gue nggak suka. Lo pantes sama gue, Liv. Nggak ada yang nggak pantes. Jangan di pikirin lagi. Kalo ada yang gosipin tutup telinga lo aja." Ucap Alan lembut.

Oliv speechless.

"Ayo ke kelas. Gue anter."

                         🍁🍁🍁🍁

"Lo ada hubungan apa sama kak Alan?" Tanya Teresa yang langsung mengintrogasi pada jam istirahat. Karena memang tadi, saat Teresa ingin mengintrogasi, guru matematika sudah datang. Memang, guru itu paling rajin di antara yang lain.

"Kenapa nanya gitu?" Oliv balik tanya. Ia memakan roti yang di bawanya di rumah. Ia tak berani ke kantin. Pasti banyak yang gosipin dirinya.

"Udah deh, jangan balik tanya. Tinggal jawab aja, Liv. Lo ada hubungan apa sama tuh cowok?" Kejar Teresa yang greget sendiri sementara Loli menjadi pendengar setia di antara keduanya. Cewek dengan rambut di urai itu sedang menikmati lollipop nya.

"Nggak ada hubungan apa-apa." Jawab Oliv.

Mata Teresa menyipit, merasa ada yang tidak beres. Ia merasa Oliv berbohong. Ayolah, mereka sudah berteman sejak lama.

"Gue tau lo bohong. Jawab jujur aja kali, Liv. Lo nggak mau jujur sama sahabat lo sendiri?"

"Bukannya gitu, aku-aku nggak siap."

Teresa mengangguk-angguk.

"Berarti lo ada hubungan sama tuh cowok 'kan?"

"Aihh, nggak juga." Oliv tersenyum malu-malu.

"Tuh kan, tuh kan malu-malu jawabnya."

"Sekarang ceritain, lo udah jadian sama Alan?" Tanya teresa dengan suara yang agak keras. Olivia melotot.

"Sstt, jangan keras-keras, Sa. Nanti kalo ada yang denger gimana?" Oliv memperingkatkan Teresa.

"Sorry, sorry hehe. Jadi lo bisa ceritain sekarang?" Tanya Teresa.

"Oke, tapi kalian jangan teriak ya?"

Teresa dan Loli mengangguk, "oke!"

Oliv mengumpulkan oksigen lalu membuangnya secara perlahan. Matanya memandang kedua sahabatnya, wajahnya ia majukan sedikit agar suaranya tidak terdengar oleh orang lain.

"Aku udah jadian sama kak Alan, semalam."

"WHATTTT??!!"






                         🍁🍁🍁🍁

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang