Alano - 16

966 32 0
                                    

Seiring berjalannya waktu, rasa itu perlahan tumbuh tanpa disadari.

        —————————————

Alan menghisap batang rokok yang ada di tangannya lalu mengeluarkan asap dari mulutnya dan hidungnya, menghembuskannya secara perlahan. Sudah rokok yang kedua.

Saat ini Alan berada di rooftop sekolah. Sehabis istirahat dan makan di kantin, cowok itu langsung menuju ke rooftop meninggalkan Olivia dan kedua sahabatnya.

Angin yang berhembus dan matahari yang sedikit terik, membuat cowok itu sedikit berkeringat.

Ponselnya berdering singkat tanda pesan masuk. Cowok itu merogoh saku celananya dan membuka kunci pada layar handphone nya.

Sudah ia duga.

Lalu, dengan cepat cowok itu memasukkan kembali ponselnya ke saku celananya dan tersenyum miris.

Ia kembali melanjutkan kesendiriannya di tengah kesunyian. Angin berhembus begitu kencang menerbangkan angan-angannya yang ingun sekali dibangun.

"Kak," panggil seseorang.

Cowok itu menoleh ke arah pintu rooftop dan kedua bola matanya mendapati seorang perempuan yang menatapnya bingung. Beberapa detik kemudian, cowok itu kembali memalingkan wajahnya tak menatap seseorang yang berjalan menuju ke arahnya.

Cewek bertubuh mungil itu mendekati Alan dengan perlahan. Olivia memandang ragu cowok bertubuh jangkung itu.

"Ngapain lo kesini?" Tanya Alan ketus tanpa memandang Olivia.

"Aku-aku cuma mau kesini aja." Ucapnya bohong.

Matanya terbelalak ketika ia melihat sesuatu yang berada di tangan kanan Alan yang di apit oleh jari telunjuk dan jari tengah.

Bagaimana bisa, cowok itu mengkonsumsi yang membahayakan dirinya sendiri. Bahkan, cowok itu mengkonsumsi benda tersebut di sekolah.

Cewek itu berpikir, bagaimana bisa Alan tidak ketahuan oleh orang-orang? Apa Alan sering mengkonsumsi benda itu?

Ah, ternyata kakak kelasnya menyimpan banyak misteri yang belum orang ketahui.

"Kenapa liatin gue?" Tanyanya.

Aku terkesiap lalu menggeleng dan menunduk. Merasa takut dengan tatapan tajam Alan.

"Kok kakak ngerokok di sekolah sih?" Tanya Oliv dengan sedikit takut tetapi masih bisa di tutupinya.

"Terserah gue." Jawab Alan singkat.

"Tapi kan peraturannya nggak boleh kak! Nanti kalo ketahuan guru gimana coba?! Emangnya kak Alan mau di hukum?!" Kata oliv dengan lantangnya. Entah kenapa ia bisa berkata seperti itu. Perkataannya langsung saja terlontar dari bibir mungilnya.

"Kok lo jadi marah?" Tanya Alan lalu ingin menghisap rokoknya itu. Namun, dengan cepat Oliv mengambil benda itu dan menjatuhkannya lalu ia injak dengan sepatunya.

"Kok lo buang hah?!"

"Ya-ya, rokok itu nggak baik buat kesehatan kak. Benda itu cuma bisa menimbulkan penyakit. Lagipula emangnya kakak nggak kasihan apa sama orang tua kakak yang udah nyekolahin, tapi kak Alan malah berbuat kayak gini di sekolah?"

Mendengar Oliv berkata seperti itu, membuat Alan tertegun. Alan melangkah maju selangkah demi selangkah memperpendek jarak antara ia dengan gadis yang tingginya hanya sampai se-dada nya itu.

Oliv meneguk ludahnya, wajahnya berkeringat bahkan tangannya sampai terasa dingin. Terdengar lebay? Tapi itu yg di rasakan oleh oliv dengan tatapan Alan yang selalu mengarah padanya tanpa kedip.

Bahkan Oliv sempat menahan napas saat jaraknya dengan Alan semakin dekat. Oliv bisa mencium aroma parfum yang dipakai cowok itu.

"Kak Alan mau ngapain?"

Pertanyaan Oliv tak di gubris Alan, bahkan Alan malah balik bertanya.

"Lo tau apa tentang kehidupan gue?" Tanya Alan dingin. Terkesan lebih dingin dari pertama kali Oliv bertemu dengannya.

Oliv merutuki dirinya sendiri, mengapa ia bisa berbicara seperti itu. Kenapa mulutnya tidak bisa dikontrol sih? Apalagi ketika melihat kilatan marah Alan. Sudah pasti ia salah bicara.

"Kalo lagi di tanya jawab! Jangan diem aja. Lo tau apa tentang kehidupan gue? Hah?" Bentak Alan membuat Oliv sedikit tersentak.

Oliv masih diam tak berkutik. Tidak tau harus menjawab apa.

"Kenapa lo diem aja? Tadi lo ngomong panjang lebar."

Oliv masih diam. Sungguh, Oliv tidak bisa berpikir apa-apa jika sudah di bentak seperti ini. Pikirannya langsung kosong seketika.

"Y-ya aku cuma ngingetin aja kak. Itu cuma buat kebaikan kakak." Kataku refleks.

Cowok itu tertawa, tertawa meremehkan lebih tepatnya.

"Tau apa sih lo tentang kebaikan gue? Emang lo tau apa yang terbaik buat gue? Bahkan, lo baru bertemu sama gue."

"Ya-yaudah maaf." Oliv menunduk.

"Maaf nggak di terima." Jawab Alan.

"Hah?!"

Oliv langsung mendongak, menatap kakak kelasnya itu dengan lenuh tanda tanya.

"Gue nggak bakal maafin lo. Tapi, kalo mau gue maafin, lo harus terima satu syarat."

Oliv semakin tidak mengerti, "syarat?"

Alan menyilangkan kedua tangannya di depan dada, "lo harus menuhin syarat itu kalo mau di maafin."

"Syaratnya apa?"

"Lo jadi pacar gue." Kata Alan dengan wajahnya yang datar tanpa ada ekspresi.

"Hah?!"

"Lo jadi pacar gue, pacar beneran."

"Hah?!"

"Lo budek ya?" Kata Alan dengan kesal.

"Nggak ada syarat lain gitu, kak?" Tawar Oliv.

"Nggak ada. Jadi lo mau apa nggak?"

Oliv diam.

"Kalo lo diam, gue anggap iya."

Alan melangkah lebih dekat lagi dan bibirnya mendekat ke arah telinga kanan Oliv, membisikkan sesuatu.

"Hari ini kita mulai pacaran." Bisiknya.

Deg deg deg deg

Detak jantungnya berdetak tidak karuan saat Alan membisikkan sesuatu padanya.

Alan berbalik meninggalkan Olivia sendiri.

"Dasar galak, sok ganteng, sok keren!" Umpat Oliv lirih.

"Lo ngomong apa tadi?" Tanya Alan membuat Oliv tersentak kaget takut-takut Alan mendengar umpatannya.

Oliv menggeleng, sebagai jawaban.

"Pulang sekolah tunggu di parkiran." Katanya lalu meninggalkan Oliv sendiri.

"DASAR PEMAKSA. ARGHHH." Teriak Oliv meluapkan emosinya.






                          🍁🍁🍁🍁

Bagaimana dengan part ini?

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang