Alano - 36

801 23 0
                                    

"Tapi tadi ada nama gue. Lagi ngomongin gue?"

Oliv meneguk ludahnya, gelagapan.

"O-oh itu, iya tadi sahabat aku nanya aku lagi ngapain, yaudah aku jawab kalo aku lagi belajar sama kak Alan." Ucapnya sambil menyengir.

Alan hanya ber'oh' ria menanggapi, lalu menyerahan hasil latihan Oliv.

"Gimana bener semua 'kan, kak?" Tanya Oliv.

Alan menggeleng, "yang nomer delapan kamu salah. Harusnya jawabannya yang A. Kelihatannya, kamu memang kurang paham di bagian logaritma. Logaritma itu ada banyak sifat, kamu inget sifat-sifatnya ada juga yang cara cepat." Oliv menganggukan kepalanya tanda mengerti.

"Kamu pelajarin aja dulu, kalo yang nggak ngerti Tanya."

Alan melirik jam yang melingkar di tangannya. Sudah hampir malam, dan ia lupa belum izin dengan ibunya, handphone juga low batterai perpaduan yang serasi. Cowok itu mengemasi kertas yang di bawanya dan dimasukkan ke dalam tas nya yang berwarna hitam.

"Kak Alan mau pulang?" Tanya Oliv.

"Iya, udah malem." Alan bangkit berdiri, lalu meminum jus mangga yang dibuat oleh bundanya Oliv dan meletakkannya kembali.

"Bunda kamu mana?" Tanya Alan.

"Oh bentar aku panggilin." Ujar Oliv menuju kamar bundanya. Lalu, tak lama kemudian mereka datang.

"Aku pulang dulu ya, tan. Udah malem dan maaf kalo merepotkan tante." Ujarnya lalu salim dengan bundanya Oliv.

"Nggak kok, nggak ngerepotin. Sering aja main kesini, buat temenin Oliv. Soalnya dia kan jomblo eh atau kalian udah pacaran?" Kata Risma yang langsung di cibir oleh anaknya.

"Apaan si bun, nggak jelas banget. Ayok, kak keluar." Oliv langsung nyelonong keluar mendahului Alan dan bundanya agar tidak melihat pipinya yang merona malu. Alan terkekeh dan kemudian menyusul Oliv setelah berpamitan dengan Risma.

"Aku pulang dulu. Belajar, pelajarin soal-soal tadi jangan nge-stalking orang mulu." Sindir Alan yang mendapat delikan dari Oliv.

"Iya-iya, bawel banget. Udah sana pulang."

"Jaga kesehatan juga, belajar secukupnya aja."

"Iya."

Tubuh Oliv seketika kaku saat tangan Alan mengusap puncak kepalanya dengan lembut dan senyum yang terbit di bibirnya. Membuatnya terpaku di tempat saat mata tajam nya menatapnya. Kadang Oliv heran, Alan itu seperti bunglon. Terkadang manis terus bikin baper, dan terkadang cuek nya yang membuat Oliv gemas. Ah, cowok di depannya ini tidak bisa ditebak.

"Jangan tidur malam-malam." Katanya singkat lalu meraih helm nya dan melajukan motornya meninggalkan Oliv yang terpaku di tempat sembari menetralkan detak jantungnya.

****

Alan menghentikan motornya di dekat trotoar dekat sebuah mall yang tidak terlalu jauh dari rumahnya. Ia menyingkap kaca helm untuk melihat penglihatannya benar atau salah. Senyuman sinis terbit di bibirnya ketika yang dilihatnya memang benar-benar fakta. Ia mengikuti mobil yang di kendarai oleh ayahnya dengan perempuan asing yang tidak Alan ketahui sama sekali.

Seperti inikah perbuatan pria tua itu setelah belasan tahun membina rumah tangga yang memang sudah tidak sehat, hanya dilingkupi sebuah pengkhianatan dari salah satu pihak?

Alan masih terus mengikuti mobil pajero itu dengan hati-hati agar tidak terlihat oleh ayahnya. Tak lama kemudian, mobil tersebut berhenti di sebuah apartemen elite di Jakarta. Keduanya turun tanpa mengetahui keberadaan seseorang yang terus mengikutinya dengan perasaan marah, geram, kesal beradu menjadi satu. Tangannya mengepal erat dan wajahnya memerah karena amarah yang di pendam.

Melihat perempuan bergelayut manja di lengan ayahnya membuatnya ingin membuangnya ke dasar jurang.

Shitt!! Bit*h!! f*ck!!

Berbagai umpatan hanya mampu terpendam dalam hati. Selama ini, ayahnya sibuk bekerja. Memang, tapi sibuk bekerja dengan wanita yang sama sekali tidak memliki moral.

Alan mengenakan helm nya yang sempat ia lepas lalu melajukan motornya dengan kecepatan di atas rata-rata karena amarah yang melandanya. Ia tidak butuh ayahnya, tidak butuh. Apakah masih pantas di sebut seorang ayah?

Cowok itu pulang ke rumahnya yang dalam keadaan sepi. Ia lengsung masuk ke dalam rumah setelah menempatkan motornya di garasi rumahnya. Saat membuka pintu, hal yang pertama kali di lihat yaitu mamanya yang tertidur si sofa ruang tamu dengan keadaan televisi menyala.

Alan menutup pintu dengan hati-hati agar mamanya tidak terbangun lalu menghampiri ibunya yang tertidur. Melihat wajah Risa-mamanya membuatnya menyesal. Mamanya yang telah resign dari pekerjaannya kini kembali seperti dulu saat dirinya masih kecil. Alan menatap penuh sendu mamanya yang dikhianati oleh ayahnya.

Tangan Alan terulur menyentuh bahu wanita yang telah melahirkannya itu.

"Mah, bangun." Usap Alan dengan lembut.

Risa menggeliat, lalu membuka matanya mendapati wajah putranya yang terlihat lelah.

"Kamu udah pulang, nak? Maaf, mama ketiduran tadi nungguin kamu sama papa."

Alan tersenyum miris mendengar penuturan mamanya. Mamanya tersenyum tipis menutupi wajahnya yang terus menua seiring berjalannya waktu. Apa mamanya tidak menaruh curiga pada suaminya itu yang kini tengah bersenang-senang dengan seorang jalang sedangkan mamanya menunggu mereka berdua sampai tertidur?

Astaga. Ia telah melakukan banyak kesalahan dengan wanita yang telah melahirkannya itu.

"Lebih baik, mama sekarang tidur di kamar. Pasti mama capek." Kata Alan dengan lembut. Senyum di bibir Risa mengembang sempurna, Alan kembali seperti dulu. Berbicara lembut yang jarang ia dengar.

"Mama tetap tunggu di sini menunggu papa mu pulang. Sepertinya dia kerja lembur." Ucap Risa sembari mengusap kedua pipi anaknya itu.

"Kamu mau makan?" Tanya Risa.

Alan menggeleng, "mama tidur aja. Papa nggak pulang malam ini."

"Kamu bertemu dengan papamu itu? Kamu ke kantornya?" Alan mengangguk-mengiyakan padahal ia tengah berbohong.

"Oh ya? Pantas, papamu tidak mengabari mama. Yasudah, kamu istirahat di kamarmu dan mama juga akan istirahat." Risa tersenyum lalu mengecup kening putranya itu dengan lembut.

"Good night, boy."

Alan terpaku di tempat. Lagi-lagi, ia tersenyum miris.

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang