Alano - 62

628 20 6
                                    

Oliv menutup mulutnya dengan tangannya ketika tak sengaja mendengarkan pembicaraan antara anak dengan ayahnya. Tatapan luka terlihat di mata Alan, seakan berat untuk memutuskan sesuatu. Oliv yang tak bisa hindarkan diri untuk bersembunyi, harus bertemu Alan yang keluar dari ruangan itu lebih cepat.

Alan menoleh ke sebelah kiri mendapati Oliv yang berdiri dan terkejut ketika melihatnya. Dengan tatapan mengintimidasi, ia mendekat ke gadis itu membuat jarak keduanya menipis.

"Kenapa di sini?" Tanya Alan dengan suara beratnya. Oliv semakin salah tingkah karena sudah tertangkap basah mendengarkan pembicaraan yang seharusnya privasi bagi mereka.

"A-anu, maaf." Jawab Oliv dengan wajah tertunduk karena merasa bersalah tak berani menatap mata orang yang berada di hadapannya. Merasa tak ada jawaban, Oliv semakin di liputi rasa bersalah. Namun detik berikutnya, Alan menarik dirinya ke tempat yang letaknya tidak begitu jauh dari ruangan tersebut.

"Maaf kak, a-aku denger pembicaraan kalian. Harusnya sifatnya privasi tapi aku dengan lancangnya denger pembicaraan-"

Belum sempat ia menyelesaikan kalimatnya, tangannya lebih dulu di tarik Alan dan mereka menjauh dari tempat tersebut.

"Alan mau kemana?" suara berat Jonathan terdengar di ruangan tersebut.

"Bukan urusan Anda." Jawabnya tanpa berbalik melihat papanya.

Jonathan mendekat, langkahnya semakin terasa berat ketika mendekati putranya.

"Papa mau bicara baik-baik, papa min-"

"Nggak perlu minta maaf kalo kalo terus menerus melakukan kesalahan yang sama. Saya nggak perlu kata maaf." Alan berbalik. Situasi tegang kian mendominasi bahkan Oliv merasa tangannya begitu dingin.

Jonathan menatap gadis di samping Alan, "Dia pacar kamu?"

"Anda nggak perlu tau." Jawab Alan datar. Lalu, ia memberanikan diri menatap papanya yang berdiri di depannya.

"Anda nggak perlu tau tentang kehidupan saya dan kehidupan mama. Bahkan, jika anda minta maaf sekalipun itu semua nggak akan menngembalikan semuanya seperti semula. Nggak akan utuh lagi, nggak sempurna. Sebenarnya, saya nggak ingin seperti ini, tapi mau seperti apa saya udah kecewa. Saya pamit." Alan menunduk seraya menggandeng Oliv yang hanya diam tak bersuara karena tak tau apa yang ingin ia suarakan.

Langkahnya kian melambat seiring dengan cengkeraman di pergelangan tangannya mengendur. Dirinya mencoba menebak apa yang terjadi pada Alan. Akankah Alan berubah pikiran dengan apa yang barusan cowok itu katakan tadi pada papanya. Bukan, bukan itu ternyata.

Alan menatapnya sekilas dengan raut tatapan datar namun mengintimidasinya nya. Mata tajamnya tak lepas dari Oliv.

Oliv yang mengerti segera menunduk dan menelan ludahnya, "a-aku tadi nggak sengaja denger pembicaraan kalian. Maaf, aku lancang. Aku minta maaf banget, udah ganggu privasi kakak juga. Maaf." Katanya seraya mengatupkan kedua telapak tangannya. Matanya memejam.

"Ngapain kesini?" tanyanya ketus.

Oliv diam.

"Sama siapa?"

Diam kembali.

"Siapa yang kasih tau?"

Tetap tak ada jawaban. Alan menatapnya datar, namun tersirat akan kekhawatiran terhadap gadisnya itu. Mungkin tak dapat mengatakannya, namun yang benar-benar melihat raut wajahnya akan terbaca.

Alan menunduk, "Gue nggak mau lo tau masalah seribet ini, cukup gue aja. Tapi, lo udah tau semuanya mau gimana lagi. Gue sedikit malu dengan masalah gue. Tolong, lupain aja."

Alan berbalik dan melangkah berusaha menjauh dari Oliv yang masih diam berdiri. Baru beberapa melangkah berjalan, Oliv segera memeluknya dari belakang sedikit membuat Alan terkejut dengan tindakannya.

"Maaf kak, aku nggak sengaja. Tapi, aku khawatir."

Alan terdiam sejenak, mencoba mencerna ucapan gadis yang tengah memeluknya. Ia tak salah dengar 'kan? Pendengarannya baik-baik saja, bukan?

Alan tersenyum singkat.

Alan memegang tangan Oliv lembut yang masih memeluknya dan berbalik.

"Tapi serius kak, aku-aku nggak sengaja denger. Tadinya mau udahan dengernya tapi karena aku penasaran dan khawatir yaudah aku dengerin semuanya. Maaf aku lancang. Aku nggak tau kalo kak Alan punya masalah seberat itu."

"Huhhh," Alan menghela napas panjang lalu memejamkan matanya dan membuka kembali.

"Berat ya kak?" Tanya Oliv dengan wajah polosnya membuat Alan tidak bisa menahan tawanya.

Oliv mengernyit, "lah, kenapa ketawa? Emangnya ada yang lucu ya? Atau ada yang ngelawak?"

"HAHH? BIAWAKK? Emang ada biawak disini?"

Kali ini Oliv tertawa, "ngelawak kak, ngelawakkk! Bukan biawak! Ih budek."

Alan sengaja biar nggak ketawa sendiri gitu.

oliv menepuk jidatnya, "astaghfirullah, yang lain 'kan juga kesini. Pasti pada nyariin deh."

Oliv langsung menggenggam pergelangan tangan Alan untuk mengikutinya. Habislah dia. Pasti Teresa akan mengomelinya dengan mata yang melotot. Astagaa!


                       🍁🍁🍁🍁🍁

Haloo, udah lama ga update hehe. Oya, aku minta maaf ya kalo ada salah baik yang sengaja atau ngga di sengaja.

Salam,

Silfi A.

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang