Alano - 45

692 22 0
                                    

Oliv membuka pintu rumahnya, di lihatnya Alan tengah duduk di bangku teras dengan menunduk sembari mengatupkan kedua tangannya untuk menopang wajahnya. Oliv mendekati cowok itu dan meneguk ludahnya.

"A-ada apa kak Alan kesini?" Tanya Oliv sedikit ragu. Alan mendongak, menatap Oliv dengan matanya yang terlihat sayu menurut Oliv. Terlihat guratan lelah yang terpancar dari wajah Alan. Alan memilih berdiri di depan Oliv hanya berjarak satu langkah saja. Alan menatap Oliv yang masih saja menunduk, tak menatap balik kepadanya.

"Kenapa minta putus?" Tanya Alan to the point. Nadanya terdengar dingin dan sedikit serak. Oliv mendongak membalas tatapan netra berwarna coklat milik Alan.

"Y-ya aku minta putus." Jawab Oliv.

"Alasannya kenapa? Apa gue buat salah sama lo? Kalo ada masalah, bisa kan kita bicarakan baik-baik?"

Oliv diam.

"Jadi apa alasannya? Lo udah bosen sama gue atau lo lagi suka sama orang lain, makanya lo minta putus dari gue dan pacaran sama cowok yang namanya Riko atau mantan lo itu?"

PLAK!!

Telapak tangan kanan Oliv mendarat di pipi kiri cowok itu dengan keras. Maksudnya apa berbicara seperti itu dan berspekulasi yang bahkan tidak berdasarkan fakta yang ada? Reaksi Alan diam setelah mendapat tamparandari Oliv. Pipi yang habis di tampar itu terlihat memerah. Sementara Teresa dan Loli menutup mulutnya dengan kedua tangannya mengintip di balik gorden dengan tatapan tak percaya. Mereka hanya pernah melihat di acara-acara kisah romansa dan mereka melihatnya secara live.

"Maksud kak Alan apa?" Tanya Oliv sedikit gemetar.

"Bisa jadi lo minta putus dari gue karena lo mau balikan sama mantan lo itu kan?" Tanya Alan yang sudah di liputi emosi yang meluap. Bahkan, masalah orang tua nya saja belum selesai, mengapa masalah lain datang menerpa kehidupannya.

"Atas dasar apa kak Alan ngomong gitu? Aku bukan cewek yang kayak gitu, kak. Dan, harusnya aku yang marah sama kak Alan yang jelas-jelas mempermainkan perasaan aku. Sebenernya, kak Alan anggap aku ini apa?" nada di akhir kalimatnya terdengar lemah, dan matanya sudah berkaca-kaca.

"Maksud lo apa?"

Oliv tersenyum sinis, "maksudnya apa? Jangan pura-pura nggak tau kak. Kak Alan masih cinta kan sama kak Lana 'kan? Udah deh, nggak usah ngelak lagi. Kalo emang kak Alan nggak cinta sama aku mendingan nggak usah jadiin aku sebagai pacar kak Alan. Untuk apa menjalin sebuah hubungan jika hanya cintanya bertepuk sebelah tangan?"

Oliv jeda sejenak. Alan hendak berbicara, namun dengan cepat, Oliv memotong kata yang hendak cowok itu katakan.

"Maaf kalo aku terkesan nggak sopan sama kak Alan. Mungkin, hubungan kita cukup sampai di sini aja. Makasih kak, udah ngisi hari-hari aku dan aku minta maaf kalo aku Cuma buang-buang waktu kak Alan. Kita akhirin aja. Sekali lagi, thanks kak." Ucap Oliv lalu dengan cepat masuk ke dalam rumahnya dan menutup pintunya. Setelah tertutup rapat, Oliv berlari ke kamarnya dan menumpahkan segala air mata yang ingin sekali keluar dari matanya. Sungguh, ini terasa menyakitkan.

Dari luar, terdengar ketukan dari pintu kamarnya.

"Oliv, lo nggak papa 'kan?" Tanya Loli dengan hati-hati.

"Aku nggak papa. Aku cuma lagi pengin sendiri." Jawab Oliv yang masih sesenggukan.

"Oh yaudah. Kalo ada apa-apa hubungin kita ya. Kita pulang dulu." Pamit Teresa dan Loli.

"Aku minta maaf ya. Bukannya aku ngusir kalian, tapi aku lagi pengin sendiri."

"Iya. Kita pulang dulu ya."

Dan setelah itu, ia menumpahkan kembali kesedihannya. Ego nya lebih tinggi kali ini, ia tak mampu membendungnya. Cukup sampai di sini saja ia mengharapkan seseorang yang tak bisa ia gapai. Terlalu tinggi ekspetasinya hingga ia lupa pada realitanya yang terlebih dan lebih menyakitkan.

Di sisi lain, Alan menyugar rambutnya yang terlihat berantakan. Cowok itu memejamkan matanya kemudian membuka matanya kembali. Kenapa jadi serumit ini?

Oliv salah paham. Ia yakin, Oliv melihatnya yang sedang bersama Lana. Lana yang memeluknya, tapi cowok itu tak membalasnya. Rasa yang dulu ia miliki terhadap Lana telah hilang di gantikan dengan posisi Oliv. Namun kini, hanya kesalah pahaman semuanya menjadi rumit.

"Lo kenapa sama Oliv? Ada yang lo sembunyiin? Gue tau gerak-gerik lo. Lo pasti ada masalah, dan masalah itu gue pastiin berat." Seru Elno yang berada di samping Alan. Mereka sedang berkumpul di salah satu warung dekat sekolah langganan mereka. Minus Rayhan yang tidak hadir karena mendadak Rayhan ada urusan sebentar membuatnya jadi tidak bisa berkumpul dengan Elno dan Alan.

Alan mengangguk lemah.

"Apa susahnya sih cerita ke gue tentang masalah lo? Kita temenan udah lama, Al. Dan, lo masih ragu sama gue?"

"Lo pasti tau masalah utama gue, No. nyokap bokap gue abis bertengkar hebat dan bokap gue nggak ngaku kalo dia berbuat kesalahan fatal, No. gue kasihan sama nyokap gue. hampir tiap hari gue dengar mereka bertengkar dan gue nggak tahan, No. hingga pada puncaknya kemarahan itu kemarin." Alan mengusap wajahnya kasar.

"Nggak bisa di bicarakan baik-baik, Al?"

Alan menoleh, "nggak. Lagipula, gue nggak mau berbaikan dengan orang yang sama sekali nggak punya hati."

"Bagaimanapun juga, bokap lo itu bokap kandung lo, Al. Lo nggak boleh kayak gitu, itu sama aja lo mencerminkan sikap bokap lo sendiri. Lo nggak mau 'kan kayak bokap lo? Lagipula, Lo nggak coba bicarakan empat mata sama bokap lo? Pasti bokap lo ada alasan untuk melakukan hal itu semua."

"Alasan? Gue nggak butuh alasan dia. Semuanya udah jelas, No. udah jelas, untuk apa di tanyakan alasannya? Dan," Alan menunduk sembari melihat jemarinya, menipiskan bibirnya.

"Di saat gue berada di posisi kayak gini, Oliv minta putus. Kurang apaan lagi coba? Udah keluarga hancur, Orang yang gue sayang mutusin gue. Perfect!" katanya sambil tersenyum miring lebih tepatnya miris.

Serumit itukah? Dua masalah datang dengan waktu yang bersamaan.

Alano [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang