Pt.23

2.7K 426 48
                                    

Hyunjin benar-benar kehilangan fokusnya. Sejak kemarin lusa, fokusnya hancur saat sebuah nomor tak dikenal namun telah ia hafal diluar kepala itu mengiriminya pesan.

Pesan singkat yang mampu membuat kinerja jantungnya tak normal.

Bahkan ia mengabaikan Felix dan terus saja terlarut dalam pikiran-pikirannya itu. Pesan dan telepon dari Felix tak pernah ia balas, ia mengabaikan Felix saat pria berkebangsaan Australia itu datang menghampirinya, bahkan ia sempat membentak Felix karena pria itu terus saja mengganggunya dengan pertanyaan yang menurut Hyunjin sangat tidak bermutu.

Namun Felix tetaplah Felix. Bukannya merasa marah dan kesal kepada Hyunjin, ia malah semakin khawatir akan keadaan Hyunjin. Tak biasanya pria jangkung itu mengabaikannya seperti ini. Ia lebih memilih Hyunjin yang hobi membentak dan mengusirnya dari pada Hyunjin yang diam seperti orang stres sendiri.

"Jin?"

Lagi. Tak ada sautan dari pemilik nama. Yang ada hanya suara nafas yang saling menderu.

"Hyunjin kenapa?" tanya Felix lagi yang sama sekali tak membuahkan hasil.

Karena pada buktinya, Hyunjin masih tetap diam memandangi tv yang tengah menayangkan acara humor dengan tatapan kosongnya.

Felix menghela nafasnya berat. Ia berdiri dan melangkah keluar dari apartement Hyunjin.

Bukan menyerah, hanya saja ia harus sadar diri. Sepertinya ia bukan lagi hal penting bagi Hyunjin.

Saat tangannya telah memegang handle pintu, ia berhenti. Dan berucap lirih namun masih mampu didengar oleh Hyunjin.

"Inget ya, Felix masih ada dibelakang Hyunjin kalo Hyunjin butuh."

Cklek

Dan pintu pun tertutup. Menelan punggung kecil Felix yang terlihat menurun.

Namun meski begitu, Hyunjin masih terdiam. Tak mengalihkan pandangannya barang sedikitpun dari tv yang kini berganti menayangkan acara romansa.

Hingga handphonenya yang tergeletak diatas meja bergetar singkat, menandakan adanya pesan masuk.

Dengan malas ia mengambil ponselnya, dan mengecek dari siapa pesan masuk itu. Dan matanya langsung terfokus pada nomor tak dikenal yang kemarin mengiriminya pesan.






From: xxxxxxxxxxx
To: xxxxxxxxxx

Hyun, bisa ketemu?








Dan secepat kilat ia mengambil jaketnya yamg tergeletak di lantai lalu mengetikkan balasan untuk si pengirim yang telah lama tak bertemu dengannya.





























Dan disinilah ia berada.

Di sebuah kafe kecil dengan sejuta kenangan dengan sosok mungil disampingnya. Sejak tadi tak sepatah katapun terucap dari kedua insan itu. Masing-masing dari mereka enggan untuk menatap satu sama lain sehingga memilih menatap keluar jendela yang menampakan kesibukan dunia luar di negara yang mereka tempati.

Bahkan tak ada makanan di meja mereka. Yang ada hanya no meja dan buku menu.

Sepertinya pelayan kafe pun enggan untuk merusak keheningan yang mereka ciptakan. Hingga akhirnya si sosok mungil berdeham pelan, berusaha menarik atensi pria jangkung di depannya.

"Ehmm Hyunjin." panggilnya canggung.

Hyunjin menatap ke arah suara, dan berkata 'ada-apa?' melalui sorot matanya, membuat yang ditatap merasa canggung.

"Udah lama yah kita gak ketemu?" tanyanya pelan, terselip nada lirih di suaranya.

Hyunjin terdiam. Enggan terburu-buru menjawab pertanyaan tak penting yang sialnya mampu mempengaruhi badannya.

Jantungnya berdetak berkali-kali lebih cepat, darahnya berdesir menghadirkan sensasi yang dulu pernah ia rasakan.

Getaran kali ini rasanya berbeda. Menyesakkan sekaligus melegakan. Segala sesuatu yang menyangkut di mungil dihadapannya ini benar-benar mampu merusak daya kerja tubuhnya. 

Hatinya belum bisa menetapkan kepada siapa ia berlabuh. Yang asalnya telah hitam, kini berubah menjadi abu ketika sosok mungil di depannya ini kembali mengusik kehidupannya. Hal ini mampu membuatnya gila.

Setelah menyiapkan hatinya hanya untuk menjawab pertanyaan itu. Hyunjin kini menghela nafas pasrah dan melemaskan bahunya. Pandangannya yang tajam kini berubah menjadi sayu.

"Kamu bener. Udah lama kita gak ketemu, Jeongin."


























































"Dammie, kita ganti ke kafe lain aja ya?"

"Kenapa?"

"Cuma nyoba jaga hati biar gak hancur."

"Aku gak ngerti, tapi ayo kita pindah."

Wanna be? || Hyunlix Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang