Rumah Haerin menjadi tujuan Jeno saat ini. Rumah toko yang merupakan tempat Jaerin merintis usaha kuenya itu akan menjadi tempat tinggal Nayoung beberapa hari ke depan. Bukannya apa-apa, orang tua Jeno melarang keduanya untuk tinggal seatap hanya untuk menghindari salah paham. Sehingga Jaerin meminta Nayoung untuk sementara tinggal bersamanya dan Taeyong.
Rumah toko yang dominan terbuat dari kayu itu terlihat begitu nyaman. Di lantai dasar merupakan toko kue–yang malam ini masih tutup–dan di lantai atas merupakan tempat tinggalnya.
Jika saja Nayoung sedang tidak stres saat ini, ia pasti sudah mengagumi bangunan tersebut.
Jeno dan Nayoung saat ini tiba di kamar milik Jaerin. Kamarnya pun terlihat begitu nyaman dan sederhana. Membuat Nayoung seketika merasa sedikit lebih tenang dan santai.
Setelah meletakkan ransel Nayoung di samping ranjang, Jeno menghampiri Nayoung yang kini tengah duduk di tepi ranjang. Senyum khasnya terpatri jelas ketika tangannya bergerak untuk mengusap kepala Nayoung. "Aku belum sempat memindahkan buku-bukumu. Tak apa, 'kan?"
Nayoung mengulum senyumnya seraya membalas tatapan Jeno dengan mendongak. "Kita bisa mengambilnya kapan-kapan," ujarnya perlahan, membuat Jeno mati-matian menahan dirinya untuk tidak menyerang pipi Nayoung dengan kecupannya.
Pria itu mendudukkan dirinya tepat di samping Nayoung. Masih dengan menatap manik mata jernih milik Nayoung, Jeno kembali berkata, "Rencananya besok aku akan mengambilkannya untukmu. Lagipula besok aku tidak ada janji dengan siapapun."
"Kalau begitu aku ikut."
Jeno sempat tersentak dengan seruan cepat Nayoung. Mata gadis itu terlihat sedikit berbinar ketika mengatakannya. Senyumnya sedikit luntur. "Apa kau ikut untuk melihat Jinyoung?" tanyanya, sedikit merasa putus asa.
Kedua kelopak mata Nayoung mengerjap beberapa kali sebelum gadis itu buru-buru menggeleng dan melambaikan tangannya cepat. "T-tidak. Aku hanya tidak enak. Buku-buku itu adalah milikku tetapi kau yang repot memindahkannya," akunya, sedikit bingung dengan dirinya yang menjadi segugup ini setelah mendengar nama Jinyoung.
Jeno tertawa kecil melihat reaksi menggemaskan Nayoung. Walaupun gadis itu sudah 25 tahun, ia masih menganggap Nayoung seperti anak kecil yang berhasil membuatnya gemas.
Ia kemudian bangkit dari duduknya. "Kalau begitu, aku pulang, ya," pamitnya seraya mencubit lembut pipi Nayoung.
Tepat sebelum Jeno melangkah untuk meninggalkannya, Nayoung segera menahan ujung kaos sang pria. "Jeno."
Yang terpanggil menoleh. Menatap sang pelaku yang kini mengeluarkan ekspresi keresahannya.
Jemari Nayoung bergerak untuk memelintir ujung kaos milik Jeno. "Bisakah aku tinggal di tempatmu saja? Aku merasa tidak enak dengan Taeyong Oppa dan Jaerin Eonni," pintanya dengan raut wajah memelas.
Jelas saja ia masih merasa aneh jika harus tinggal dengan orang yang tidak terlalu dekat dengannya. Apalagi peristiwa dimana Taeyong memukul Jeno selalu terngiang-ngiang di kepalanya. Ia masih merasa tidak enak untuk merepotkan orang yang bisa saja menganggapnya sebagai parasit keluarga Jeno.
Jeno kembali tersenyum lebar. Langkahnya kembali membawanya mendekat ke arah Nayoung. Dengan penuh perasaan, tangannya kembali bergerak untuk mengusap rambut Nayoung. "Tidak bisa, Sayang. Apa yang akan orang-orang pikirkan jika tahu kita tinggal bersama tanpa hubungan yang jelas?"
"Aku pernah tinggal bersama orang tanpa hubungan yang jelas," sahut Nayoung–yang sepertinya tak menyadari apa yang ia ucapkan.
Kalimat yang tentu saja membuat Jeno sempat berjenggit kaget.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfiction[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...