epilogue- We Decide

2.8K 190 22
                                    

Jeno membawa Haneul ke pangkuannya. Mendudukkannya di atas pahanya kemudian membenahi posisi kaos sang anak yang sedikit tersingkap. Ia menatap wajah Haneul yang sumringah itu dengan senyum lebarnya.

Ya, pria kecil itu adalah anak Nayoung. Satu tahun yang lalu, Nayoung berhasil melahirkan jagoan kecilnya dengan normal dan lancar. Membuat rumahnya menjadi begitu ramai oleh ocehan-ocehan kecilnya yang berhasil membuatnya maupun Jeno tertawa. Seperti yang terjadi sore hari ini.

Sepulang kerja, Jeno langsung membasuh kaki tangannya dan mengajak Haneul bermain sementara Nayoung melipat baju-baju bersih. Pria itu duduk di sofa, di samping Nayoung yang masih setia menatap ke arah televisi yang menampilkan acara kartun.

"Appa. A–ppa." Jeno mencoba membuat lelaki berpipi gembul itu berhenti mengoceh hal yang tidak ia mengerti dengan mengajarkan kata baru. "Coba tirukan. A–"

"Mama!" Namun, Haneul justru menoleh ke arah Nayoung dan melambaikan tangannya ke arah gadis yang kini justru tertawa menanggapinya.

Jeno melirik ke arah Nayoung dengan sedikit kesal sebelum kemudian memaksa Haneul untuk menatapnya. "Aish, bukan 'mama'. 'Appa'," ajarnya dengan sabar.

Haneul menggerakkan gigi kelincinya dengan lucu kemudian melonjak girang di pangkuan Jeno. "Mamamama!" Ya, dia belum sepenuhnya paham dengan apa yang diajarkan oleh Jeno.

Gadis yang sudah selesai melipat pakaian Haneul yang terakhir itu kemudian menghela napas. Ia tersenyum memandang tingkah anaknya yang memang jarang menangis itu. "Sudahlah, Jeno. Haneul masih kecil," ujarnya menenangkan Jeno yang mulai kewalahan dengan gerakan dinamis Haneul di pangkuannya.

Pada akhirnya, Jeno mengangkat tubuh Haneul dan membawa tubuh mungil namun gempal itu berdiri di atas sofa. Membiarkan lelaki mungil itu melonjak-lonjak mengikuti lagu yang diputar di televisi.

"Maka dari itu harus diajarkan sedikit demi sedikit, Nayoung. Aku tidak ingin jika dirinya nanti belum bisa bicara di saat teman-temannya yang lain sudah pandai bicara," keluhnya masih senantiasa menjaga keseimbangan Haneul.

Nayoung menggeleng seraya tertawa kecil. "Astaga," gumamnya kemudian menyambar pipi merah milik Haneul dengan bibirnya.

"Baiklah, sekali lagi, ya?" Jeno membawa Haneul kembali menatapnya. "Haneul, dengarkan! Ap–pa," ajarnya dengan suara selembut mungkin.

"Aku pulang!"

"Ap–pa!"

Baik Jeno maupun Nayoung membulatkan matanya. Bagaimana tidak? Tepat ketika suara berat dari arah garasi terdengar, saat itu pula Haneul meneriakkan kata 'appa' dengan sangat jelas.

Pandangan Jeno menelisik ke arah wajah sumringah Haneul. "He? Barusan dia–"

Haneul kembali melonjak kegirangan saat melihat sosok pria jangkung memasuki ruang keluarga dengan wajah lelahnya. Tangan mungilnya bergerak-gerak di udara seolah sedang memanggil pria itu untuk mendekat. "Appa. Appa!"

Park Jinyoung, pria yang kini mengganti wajah lelahnya dengan raut bahagia itu segera menghambur ke arah Haneul dan menggendongnya. Menciumi wajah mungil anaknya dengan begitu gemas. "Astaga, anak ayah sudah bisa mengatakan 'Appa' sekarang?" tanyanya pada Haneul yang kini tertawa keras saat melihat wajahnya. "Oh, lucunya!" pekiknya seraya mengecup pipi Haneul berkali-kali.

Entah sejak kapan pria itu menyukai anak kecil.

Melihatnya, Jeno menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa seraya mengulum senyum. "Lihat itu, dia sebenarnya bisa. Dia hanya ingin menyombongkannya di hadapan ayahnya. Maka dari itu dia tidak mau melakukannya tadi," cibirnya. Tangannya terangkat untuk menggoyangkan kaki mungil Haneul. "Besok kau harus belajar mengatakan paman, mengerti? Paman Jeno."

FOR GOOD - Park Jinyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang