Lee Jeno?
"Hey!" Suara nyaring Jinyoung menginterupsi kegiatan Nayoung dan Jeno. Tak hanya keduanya yang merasa terkejut, tetapi juga dengan Jinyoung yang tak menyangka dirinya akan berseru seperti ini.
Jeno membalik tubuhnya serta menunjukkan wajah terkejutnya. Tak lama, kedua sudut bibirnya terangkat begitu melihat wajah berkerut Jinyoung. Dengan hormat, ia membungkukkan sedikit punggungnya. "Oh, selamat malam, Direktur. Ah, seharusnya tidak memanggilmu seperti itu di luar kantor. Mau kupanggil apa? Hyung? Sunbae?"
Nayoung justru menatap kedua pria di hadapannya dengan tatapan bertanya-tanya. "Kenapa?" gumamnya seraya menghindari tatapan tajam Jinyoung padanya.
"Ah, aku belum memberitahumu, ya?" Jeno menghadap ke arah Nayoung tanpa melepaskan senyumannya.
Ia mengalihkan pandangan ke arah Jinyoung yang masih menatap Nayoung tajam seperti tengah meminta penjelasan. Ia diam-diam mendengus kesal sebelum kembali menatap Nayoung sangat ramah. "Jadi, perusahaan yang kumaksud kemarin itu ternyata miliknya."
Jinyoung membuang kedua irisnya ke samping ketika Nayoung membalas senyuman Jeno dengan wajah antusiasnya. "Cih, apa harus sampai matanya berkilat-kilat seperti itu?" cicitnya dengan rahang mengatup. Kesal.
"Benarkah? Bukan kah itu hal yang bagus?"
Jeno meringis. Baiklah, ia jujur, ia mendengar cicitan Jinyoung barusan. Lantas, ia tertawa masam. "Ku harap. Bukan begitu, Park Jinyoung-ssi?" tukasnya seraya menatap Jinyoung yang menyipitkan matanya itu.
Seperti yang disangka Jeno, Jinyoung justru menyambar tanpa membalasnya. "Mau apa kau malam-malam kesini? Dan kau, Shin Nayoung. Memangnya ini rumah siapa? Santai sekali membawa tamumu masuk."
Lagi, Jeno tertawa. Kali ini lebih besar dan menggema. Bahkan Nayoung sempat terkejut ia bisa tertawa sebesar itu. "Tenang saja. Aku hanya mengantar undangan ini setelah itu pergi," ujarnya seraya menunjuk undangan yang berada dalam tangan Nayoung dengan ujung matanya.
Ia tak salah lagi, 'kan? Apa lagi kalau bukan api cemburu yang sedari tadi di sorotkan oleh Jinyoung padanya? Baiklah, sepertinya ia terlalu peka dibanding Nayoung yang hanya terdiam sedari tadi. Kalau begitu, main-main sebentar tak apa, 'kan?
Salah satu sudut bibirnya terangkat. "Oh, iya. Besok kau pergi dengan siapa?" tanyanya pada Nayoung yang entah sejak kapan hanya sibuk membolak-balik kertas undangan di tangannya. Seolah ada hal menarik yang selalu muncul setiap kali ia membaliknya.
Sempat tersentak, Nayoung mengangkat kepalanya. Menatap Jeno yang juga tengah menatapnya dalam. "Ke pernikahaan Taeyong Oppa? Entah lah, mungkin sendiri," jawabnya seraya mengendikkan bahu.
Jeno tersenyum lebar seraya mengulurkan tangannya. "Kalau begitu bersamaku saja."
"Dia bersamaku." Tanpa aba-aba, Jinyoung menarik kasar Nayoung dari duduknya hingga berada di balik punggungnya. Tatapannya masih saja terasa sinis.
"Ya?" sahut Nayoung masih terkejut dengan tindakan tiba-tiba Jinyoung yang jujur saja membuat pergelangan tangannya sakit. Ia mencoba untuk mencari tahu dengan menatap wajah Jinyoung, tetapi terus saja gagal karena sang pria terus mendorongnya hingga sempurna tersembunyi di balik punggung lebarnya.
Alis Jinyoung terangkat satu ketika menatap Jeno yang tengah menatapnya, menantang. "Mengapa? Kau tidak keberatan aku datang, 'kan?" cibirnya.
Untuk terakhir kalinya, Jeno kembali tertawa. Kali ini menyadari jika dirinya tengah bersaing dengan pria yang bahkan lebih tua 6 tahun darinya itu. "Tentu saja tidak. Kakakku akan sangat senang jika banyak tamu yang datang."
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfic[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...