Taeyong menggigit kukunya dengan pikiran yang membulat tanpa titik temu. Jeno kini berada di kantor polisi dengan segala kekerasan kepalanya. Laporan orang hilang hanya akan diterima oleh pihak kepolisian 2x24 jam setelah kehilangan. Dan Jeno bersikukuh untuk mencari Nayoung atas dasar kekhawatirannya.
Dan Taeyong tahu apa alasan Jeno bisa secemas ini. Beberapa hari yang lalu, Jeno bercerita padanya semua tentang Nayoung–termasuk bahaya yang selalu mengintai gadis ringkih itu. Jika ia menjadi Jeno, tentu saja ia juga akan melakukan yang sama untuk mencari gadisnya.
Taeyong melirik jam tangannya yang menunjukkan pukul 6 petang. Itu berarti kurang lebih baru 6 jam Nayoung menghilang. Masih sangat lama untuk menunggu 2x24 jam.
Menurutnya, jika benar Nayoung berada di tangan pria yang membunuh orang tuanya, bisa saja Nayoung sudah mati kurang dari 2x24 jam tanpa diketahui oleh pihak kepolisian. Dan juga, menurutnya, pria itu merupakan seorang psikopat. Ia akan melakukan apapun termasuk membunuh hanya untuk membuat dirinya aman.
Dan tiba-tiba, sebuah lampu di kepalanya menyala terang. Dengan langkah terburu-buru ia turun ke toko. Menghampiri meja kasir seraya merogoh ponselnya dari saku celana kainnya. Setelah menekan beberapa nomor, ia menempelkan ponselnya di telinga. "Ini aku, Taeyong. Ada adikku di Kantor Polisi X. Bisa kah kau kesana untuk membantunya?"
Tangan kanannya yang menganggur bergerak untuk mengambil kumpulan kertas catatan kecil berwarna-warni di laci seraya mendengarkan sang lawan bicara menjawabnya. Dengan helaan napas panjang ia menjauhkan ponselnya dari telinganya dan berbicara cukup keras, "Aku tidak ada waktu untuk berbasa-basi."
Ia meletakkan ponselnya di atas meja kemudian menyebar catatan-catatan kecil itu. Membaca satu persatu pesan yang dikirimkan menurut urutan tumpukannya. Keningnya berkerut mencoba memahami sang pengirim kertas itu. Dan seketika ia yakin jika itu ditujukan untuk Nayoung.
"Oppa, apa yang kau lakukan?" Jaerin berlari kecil menuruni tangga mendekati Taeyong. Gadis itu turut mengamati catatan-catatan kecil yang ditata memanjang oleh suaminya itu. Ia menghela napas panjang seraya menarik tangan Taeyong yang masih terdiam itu. "Jangan mengulur-ulur waktu. Nayoung bisa saja sedang dalam bahaya saat ini."
Taeyong segera menatap ke arah Jaerin dengan tatapan serius. "Ya, Nayoung tengah dalam bahaya sekarang. Tapi, kita tidak akan ke kantor polisi," ujarnya kemudian mengambil kertas terbaru dan mengangkatnya. "Kita ke bekas bangunan Jeoshin Art School."
Kertas yang dipegang oleh Taeyong bertuliskan 'loohcs tra nihsoej'. Ya, kalian akan mendapatkan petunjuk jika membacanya terbalik.
Jaerin mengerutkan keningnya. "Mungkin kah itu semua ditujukan untuk Nayoung?" gumamnya seraya mengalihkan pandangannya ke catatan lainnya. Tubuhnya melemas. Jadi selama ini ada penguntit yang selalu datang ke tokonya.
Dan terlebih lagi Nayoung lah yang menjadi incarannya. Orang yang notabene adalah tamu yang sudah seharusnya keselamatannya menjadi tanggung jawabnya.
***
Nayoung meringis merasakan perih di ujung bibirnya. Namun, ia tidak dapat memastikan lukanya karena kedua tangannya terikat kuat di belakang tubuhnya. Dengan lantang, ia berseru, "Lepaskan aku!"
Hal itu sontak membuat Jinyoung yang semula menundukkan kepalanya itu mendongak. Menatap nanar ke arah Nayoung yang masih berusaha melepaskan dirinya dengan mata tertutup. Sungguh, jika ia bisa, ia akan lari sekencang-kencangnya ke arah Nayoung dan memeluknya erat demi menenangkannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fiksi Penggemar[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...