Pemberkatan pengantin telah selesai, dilanjutkan pesta pernikahan di tempat yang sama. Ketika semua orang nampak begitu bahagia dalam pesta tersebut, Jinyoung justru keluar dari ruangan hotel tersebut dan memilih duduk di salah satu bangku kafe. Begitu membosankan ketika ia sama sekali tak tahu siapa pun orang di sana selain Nayoung dan Jeno dan tentu saja Taeyong.
Ketika ia hendak mengeluarkan rokok dari saku celananya, sebuah tepukan kecil mendarat di pundaknya. Ia mendongak dan mendapati seorang gadis dengan wajah muram menatapnya.
"Jinyoung," cicit Nayoung, gadis itu seraya memainkan kukunya.
Tatapan Jinyoung mengeras ketika melihat pundak telanjang Nayoung. Setelah mengantongi kembali rokoknya, ia bangkit menghadap Nayoung.
"Hey, dimana jasku?" hardiknya. Tunggu, berarti selama perjalanan dari ruangan pernikahan hingga ke kafe, semua orang bisa melihat pundak itu. Shit.
Nayoung menunduk dalam. Ia sudah mengira Jinyoung akan semarah ini ketika mengetahui jasnya hilang. "Maafkan aku, Jinyoung. Aku bahkan tak sadar jika jas itu sudah terlepas dari tubuhku," jelasnya dengan nada lirih.
Mendengarnya, Jinyoung mengusap wajahnya kasar. "Astaga!" Ia segera menarik tangan mungil Nayoung agar mengikutinya. "Ikut aku." Ia berjalan mendahului Nayoung yang ia tahu tengah berusaha mengimbangi langkah lebarnya.
Ternyata, Jinyoung membawa Nayoung ke toilet yang letaknya tak jauh dari ruangan tempat pesta berlangsung. Ia segera menutup pintu toilet tersebut dan membawa Nayoung ke sebuah bilik di dalamnya.
"Tunggu di sini. Jangan keluar. Aku akan mencarikannya," ucapnya kemudian berjalan cepat meninggalkan Nayoung yang masih kebingungan.
"Eh?"
Nayoung mengerutkan kening ketika yang ia dengar hanyalah suara gagang pintu yang berusaha dibuka. Ia menatap punggung lebar Jinyoung yang dapat ia rasakan sedikit menegang itu. "Kenapa?"
"Shit!" Jinyoung menendang kuat pintu toilet tersebut hingga membuat Nayoung tersentak. "Kenapa hotel sebagus ini bahkan tidak pernah mengecek fasilitasnya sendiri?" gumamnya seraya mengacak rambutnya kasar. Kini ia tak memedulikan rambutnya yang sudah sepenuhnya turun dan sedikit menutupi matanya.
"Terkunci?" Nayoung segera menyingkirkan tubuh Jinyoung ke samping. Dengan sekuat tenaga, ia memukul-mukul pintu tebal itu seraya berteriak minta tolong dari celah pintu.
Namun, Jinyoung segera menarik tangan Nayoung menjauh dari pintu yang tak akan pernah bisa mengeluarkan suara keras hanya karena terkena pukulan lemah gadis itu. "Apa yang kau lakukan?"
Oke, Nayoung mulai frustasi saat ini. "Meminta tolong, apa lagi?" Ia mulai meninggikan suaranya. Siapa yang tidak kesal melihat pria itu justru tak berusaha untuk mencari pertolongan?
"Bagaimana jika yang menolong kita adalah pria? Tidak, tidak ada yang boleh melihat pundakmu." Suara Jinyoung tak kalah tinggi.
"Ya Tuhan! Kalau begitu lakukan sesuatu," sahut Nayoung tak sabaran. Ia benar-benar ingin mencekik pria yang justru membuatnya semakin kesal itu. Yeah, biarlah rasa bersalahnya karena telah menghilangkan jas Jinyoung menguap begitu saja.
Tangan Jinyoung menengadah di hadapan Nayoung. "Aku meninggalkan ponselku di mobil. Pinjam ponselmu." Kini suaranya melunak. Sudah lelah berteriak dan marah-marah hari ini.
Nayoung baru ingat jika sebelum ia pergi ke tempat Jinyoung, ia menitipkan makanan dan tas kecilnya pada Jeno. "Tasku ada pada Jeno," ucapnya lemah.
Kini giliran udara kosong yang menjadi sasaran tendangan Jinyoung. Mendengar nama Jeno selalu membuat telinganya terasa kebas. "Pria itu lagi."
Nayoung menatap putus asa Jinyoung yang kini mendudukkan dirinya di lantai. Ia menghela napas panjang. "Lalu, apa yang akan kau lakukan?" tanyanya berusaha untuk tidak lagi tersulut emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfiction[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...