Kehadiran Jeno dan Nayoung di rumah orang tua Jeno tak pelak membawa kebahagiaan tersendiri bagi ayah dan ibu Jeno. Bagaimana tidak, Jeno dan Nayoung sangat dekat semenjak menginjak SMA. Ya, meskipun pada waktu itu kedunya terus menyangkal tentang hubungan mereka.
Dan nyatanya memang waktu itu mereka hanya sebatas sahabat dekat.
Kedatangan Taeyong dan Jaerin yang menyusul beberapa waktu kemudian seolah melengkapi anggota keluarga tersebut. Membuat rumah yang biasanya sepi itu terlihat semakin ramai dengan suara gelak tawa dari kedua orang tua Jeno yang tak berhenti melontarkan lelucon untuk Nayoung.
Untuk gadis yang bahkan untuk tersenyum saja masih sulit.
"Ayah, Ibu, Taeyong Hyung, ada yang ingin kubicarakan." Suara Jeno menghentikan tawa seorang pria paruh baya yang sedang bergurau dengan Taeyong. Seluruh mata seketika menatapnya dengan bingung.
Ayah Jeno terlihat menyandarkan punggungnya ke sofa tunggal. "Bicaralah saja. Kita memang di sini untuk bicara, 'kan?" Matanya mengedar ke arah anggota keluarganya yang duduk rapi di dua sofa panjang, meminta persetujuan.
Di sini, Nayoung seketika mengalihkan pandangannya ke arah kaki telanjangnya ketika ayah Jeno menatapnya jenaka. Bukan. Bukan saatnya ia membalas tatapan ramah pria yang sudah ia anggap ayahnya sendiri itu.
"Aku dan Nayoung akan menikah."
Pekikan ayah, ibu, dan Taeyong berbarengan menanggapi penuturan Jeno. Ketiga orang yang masih belum mengerti keadaan sebenarnya itu saling melempar pandangannya dengan wajah sumringah. Bahkan Taeyong sudah heboh menyenggol lengan Haerin di sampingnya yang hanya bisa menggigit bibirnya.
"Itu hal yang bagus! Kalau begitu, kalian bisa menikah tahun depan. Yeah, seperti pengalaman kakakmu, banyak hal yang harus dipertimbangkan secara matang," ujar ayah Jeno dengan nada cerianya dan disambut anggukan istrinya.
Jeno menengang sesaat ketika ia merasaan tangan Nayoung meremas kaos bagian punggungnya. Gadis di sampingnya itu pasti sedang ketakutan saat ini. "Tidak, Yah," tolaknya seraya menggenggam tangan dingin Nayoung erat. "Kami akan menikah secepatnya."
Nayoung sontak menoleh ke arah Jeno. Gadis itu menatap wajah penuh keseriusan dari pria yang biasanya banyak tersenyum. "Jeno," cicitnya. Tangannya balik meremas tangan Jeno yang terasa kokoh itu.
Ibu Jeno mengangkat alisnya sesaat sebelum menepuk pundak suaminya. "O-oh, lebih cepat lebih baik. Iya, 'kan?" Pikirnya, Jeno mungkin sudah tidak bisa menahan untuk menjadikan Nayoung miliknya. Secara mereka sudah saling mengenal begitu lama.
Pria satu-satunya yang beruban itu terkekeh melihat tangan Nayoung dan Jeno yang saling bertaut. "Kalau begitu, kapan kalian akan menikah? Setengah tahun lagi?" tanyanya dengan kedua sudut bibirnya terangkat. Menampilkan senyum yang sama persis seperti senyum Jeno.
Suara dehaman Jeno mengiringi jawaban mengejutkan darinya. "Kalau bisa 2 minggu lagi."
"2 minggu?" Kedua mata elang Taeyong yang semula menatap kedua pasangan di hadapannya dengan bahagia itu melebar. "Kau gila, Jeno? Pernikahan bukan hal yang bisa dipersiapkan dalam waktu singkat," serunya yang kemudian langsung mendapat senggolan keras dari Jaerin.
Mata ayah Jeno memicing menatap Taeyong yang kini menatap kesal ke arah Jeno. "Taeyong, language."
"Aku tidak main-main dengan Nayoung," sahut Jeno. Membuat perhatian seisi rumah kembali berpindah kepadanya.
Wanita bertubuh sedikit gempal itu tertawa kecil mendapati wajah serius anak bungsunya. Kemudian, ia mengalihkan pandangannya ke arah Nayoung yang sampai sekarang tidak berani mengangkat wajahnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfic[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...