35. The Truth

2K 178 22
                                    

Pagi ini adalah pagi yang baru bagi Jinyoung. Tak ada sosok Nayoung yang sudah menyiapkan sarapan baginya. Tak ada pula gadis yang 2 minggu terakhir ini–meskipun muncul di hadapannya–selalu mengabaikannya.

Nayoung ambruk pasca kejadian di kedai arak semalam.

Dan kini dia lah yang mengganti semua peran Nayoung pagi ini. Setelah menyiapkan sarapan, pria itu tergerak untuk membuat teh madu. Persis seperti yang Nayoung lakukan ketika ia mabuk.

Jinyoung mungkin kini terlihat baik-baik saja. Tetapi, sesungguhnya pria itu tak pernah melupakan kata-kata Nayoung semalam. Bahwa gadis itu sangat membencinya.

Bahwa ia tak layak membuat gadis itu bahagia.

Ia merasa semua usahanya memenangkan hati Nayoung berbuah sia-sia. Berlaku lembut, mengajak gadis itu berbelanja, dan mengajak berlibur ke pantai. Terasa hanya usaha yang tak membuahkan hasil.

Nayoung layak mendapatkan kehidupan yang lebih baik dengan pria baik di luar sana dibanding dirinya yang hanya bisa membuat gadis itu hancur. Seperti tadi malam. Bahkan dirinya tak tahu jika gadis itu hampir menjadi santapan pria-pria mesum di luar sana apabila ia telat datang barang sedetik.

Jinyoung menatap kosong cangkir teh di hadapannya. Mungkinkah gadis itu mau menerima teh buatan pria yang ia benci? Memikirkannya membuat Jinyoung semakin terpukul.

Persetan! Ia akan tetap mengantarkan minuman hangat itu. Masalah Nayoung akan meminumnya atau tidak, itu tidak penting. Sekarang yang ia khawatirkan adalah kondisi Nayoung.

Ia membawa cangkir tersebut bersamanya menuju kamar Nayoung. Melangkah dengan penuh kehati-hatian–atau mungkin juga keraguan. Yeah, selagi ia berjalan, isakan pilu Nayoung terus terngiang di telinganya.

Ketika tiba di depan kamar Nayoung, pria itu perlahan memutar gagang pintu tersebut dan mendorongnya. Setelah melewati sejenak pergulatan batin, ia membuka pintu tersebut semakin lebar hingga memperlihatkan kamar terang milik Nayoung.

Jinyoung tersentak mendapati ternyata Nayoung sudah bangun dan terduduk di ranjangnya. Pria itu menatap Nayoung yang kini menoleh ke arahnya. Memberi tatapan sendu yang sama persis seperti ia tangkap semalam.

"Eoh? Aku hanya ingin mengantarkan teh," ujarnya dengan salah tingkah. Menggaruk telinganya yang pasti telah memerah saat ini. "Apa aku perlu keluar dulu dan mengetuk pintu?"

Nayoung tersenyum kecut melihat tingkah Jinyoung. Sepertinya gadis itu bahkan lupa caranya tersenyum dengan tulus. "Masuklah," cicitnya lantas kembali menundukkan kepalanya.

Jinyoung menghela napas panjang sebelum melangkah lebih jauh memasuki kamar Nayoung. Matanya tak lepas dari sosok Nayoung yang kini nampak seperti mayat hidup. Kurus dan pucat.

"Kau sudah merasa lebih baik?" tanyanya meskipun ia tahu pasti jawabannya. Dengan hati-hati, ia meletakkan cangkir di atas nakas.

Nayoung tentu saja tidak menjawab. Bodoh, Jinyoung lupa jika Nayoung sekarang lebih sering terdiam jika bersamanya, 'kan? Kembali, pria itu tersenyum kikuk tanpa sekalipun mengalihkan pandangannya dari gadis yang sangat ingin ia peluk erat itu. "Ah, aku akan keluar. Nikmati tehmu."

Nayoung buru-buru mengangkat wajahnya yang semakin tirus. Menahan tangan Jinyoung yang hendak meninggalkannya. "Jinyoung," panggilnya hingga membuat sang pemilik nama membalikkan badannya.

Jinyoung yang merasakan getaran di tangannya yang tersentuh oleh Nayoung hanya bisa menggigit bibir. Matanya bertabrakan dengan tatapan nanar Nayoung. Membuatnya tanpa sadar mulai berani mendudukkan dirinya di samping sang gadis. "Ada apa?"

FOR GOOD - Park Jinyoung ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang