Kini Suah sudah rapi dan wangi setelah dimandikan oleh Nayoung. Tentu saja setelah adu mulut antara Suah dan Jinyoung selesai. Itu pun berhenti karena Nayoung memaksa Jinyoung untuk pergi mengambil baju ganti Suah ke hotel tempat Jeno menginap.
Kini ketiganya berjalan beriringan menuju restoran hotel dengan Suah di dalam gendongan Nayoung. Jika Jinyoung yang menggendong, mungkin mereka akan berakhir saling cakar dalam perjalanan.
"Kau tidak pergi?" tanya Nayoung ketika mereka memasuki lift. Gadis itu menekan tombol lift ke lantai dasar.
Jinyoung mengerutkan kening. "Pergi? Aku di sini, 'kan?" Ia menoleh ke arah Nayoung yang justru berakhir dengan menatap Suah yang ternyata sedari tadi menatapnya tajam. Sepertinya ia masih marah.
Nayoung menahan tawanya kemudian mengulangi pertanyaannya. "Kau tidak pergi workshop?"
Pundak Jinyoung berjenggit, beralih menatap Nayoung yang lebih menarik daripada wajah Suah yang terlihat begitu menyeramkan itu. "Darimana kau tahu?" tanyanya penuh selidik.
"Jeno."
Pria itu menepuk keningnya. "Astaga anak itu lagi," gumamnya. Ia lupa jika Jeno ada di sini. Kini ia benar-benar tahu jika keberadaan Jeno sangat mengganggu liburan dadakannya itu.
Yang seharusnya menjadi liburan pribadinya dengan Nayoung.
"Jadi, kenapa kau tak pergi?" desak Nayoung yang sepertinya masih tidak terima Jinyoung tidak ikut workshop dan malah bersantai di sini bersamanya.
Tangan Jinyoung beranjak menggaruk kepala belakangnya. "Aku–"
"Paman Jinnie jangan banyak bicala," sahut Suah sebelum Jinyoung sempat mengutarakan alasan yang sudah ia susun di kepalanya. Gadis kecil itu mengangkat telunjuknya dan menggerakkannya ke kanan dan ke kiri.
Jinyoung mengeratkan rahangnya. Menahan diri untuk tidak sekedar menendang dinding lift di sampingnya. "Kenapa?" tanyanya dengan perasaan kesal yang sudah memuncak.
Nayoung juga turut menatap Suah yang hanya bisa kembali memeluk lehernya. Gadis kecil ini ternyata cukup berani meskipun Jinyoung sudah menunjukkan urat-urat di lehernya.
Kepala Suah menggeleng. Matanya tertutup seolah sedang menyaksikan hal yang memalukan. "Suah tidak suka. Paman Jinnie bicala sepelti sedang malah-malah," tuturnya.
Tangan Jinyoung mengepal kuat menatap Suah yang sedang menjulurkan lidahnya. "Bisakah kau tidak memanggilku Jinnie lagi? Namaku Jinyoung. Park Jinyoung." Bisa dilihat sekarang telinga Jinyoung memerah.
Nayoung mendekap Suah lebih erat. "Jangan membentaknya, Jinyoung."
Peringatan dari Nayoung membuat mata Jinyoung berputar. Bisakah ia menggigit pipi gembul Suah hingga terlepas? Ia sungguh dibuat kesal pagi-pagi.
Suah menatap Nayoung dari samping. Mengerucutkan bibirnya lucu pada Nayoung yang kini tertawa kecil. "Bibi setiap hali kena malah, ya?" tanyanya dengan alis terangkat.
Seketika wajah Nayoung berubah. Pura-pura menatap Jinyoung kesal seolah-olah pria itu merupakan penjahat yang menyakitinya dan Suah. "Iya. Paman Jinnie selalu marah-marah pada Bibi. Bagaimana Suah tahu?"
Mulut Jinyoung terbuka lebar mendengar penuturan Nayoung. Ya, Nayoung dan Suah sekongkol dan dia seperti pecundang di sini.
"Tadi saja Suah halus dimalahi Paman Jinnie dulu sebelum main kuda-kudaan. Bibi tahu? Tadi Paman Jinnie mengintip wanita belbikini." Kembali, Suah menoleh ke arah Jinyoung dan tertawa kecil.
Kaki Jinyoung menghentak lantai lift keras. "Jangan bicara yang tidak-tidak!" serunya tak terima. Apakah ini balasan Suah yang telah membuat punggungnya bengkok? Bukan maaf atau terima kasih? Huh!
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfiction[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...