Jinyoung melipat lengan kemejanya hingga siku sebelum kemudian membereskan mainan Haneul yang berserakan. Semenjak kehamilan Nayoung yang kedua, ia menjadi cukup sibuk mengurus rumah di samping mengurus kantornya. Pasalnya di kehamilannya sekarang, Nayoung terlihat lebih lemah. Apalagi di usia kandungan yang sudah menginjak 8 bulan ini.
Dokter berkata ini terjadi karena penyakit animea yang diderita oleh Nayoung. Tak ada yang pernah tahu jika gadis itu menderita kekurangan darah merah karena selama ini gadis itu tak pernah mengeluh apapun. Bahkan di saat dirinya lelah, ia akan tetap mengerjakan pekerjaan rumah seberat apapun seperti menjemput Haneul sekolah lalu mencuci baju dan disambung dengan membereskan rumah.
Membayangkannya saja Jinyoung sungguh tak sanggup. Ia tak habis pikir, bagaimana jika ia tak bersikeras mengajak Nayoung ke rumah sakit? Mungkin tak ada yang pernah tahu jika Nayoung butuh penanganan.
Setelah menyimpan kotak mainan milik Haneul di samping televisi, ia berjalan menuju dapur. Ia harus memasak untuk makan malam sebelum Nayoung bangun dari tidur siangnya. Jika gadis itu tahu ia juga turun tangan untuk memasak, Nayoung pasti akan segera melarangnya dan mengambil alih pekerjaannya.
"Ayah sudah pulang?"
Jinyoung menoleh ke arah Haneul yang baru saja keluar dari kamarnya. Rupanya anak itu baru saja bangun dari tidurnya. Masih dengan matanya yang bengkak dan bekas air liur di pipi gembulnya. Ia tak bisa menahan diri untuk tidak tersenyum.
Ia berjalan mendekati Haneul dan membawa anak itu untuk duduk di meja makan. Ia mengambil tisu dan mengusap bekas air liur yang mengering itu dengan telaten. "Bagaimana sekolahmu tadi? Haneul tidak memaksa Ibu untuk menjemput lagi, 'kan?" tanyanya.
Haneul menggeleng kecil seraya mengusap kedua matanya dengan lengan mungilnya. "Tidak." Ia tahu kondisi ibunya itu. Sehingga ia meminta Jeno untuk menjemputnya setiap hari.
Mendengarnya, Jinyoung terkekeh. Ia mengacak lembut puncak kepala Haneul sebelum kemudian kembali menuju dapur. Ia harus segera memutuskan masakan yang akan ia masak sebelum Nayoung bangun.
"Ayah bisa memasak?" tanya Haneul seraya meletakkan dagunya di atas kedua tangannya yang terlipat di atas meja. Ia terus mengamati gerak-gerik ayahnya yang begitu kaku memilih bahan makanan.
"Tentu saja. Haneul tidak pernah tahu, 'kan?"
Jinyoung menimang dua jenis daging dari dalam freezer. Sebenarnya apa bedanya daging itu? Kenapa pula Nayoung membeli dua jenis daging yang berbeda? Toh, rasanya juga sama.
Setelah memilih daging yang terlihat lebih kecil, ia beranjak untuk memilih sayuran di kulkas. Sungguh, bahkan ia tak tahu jenis-jenis daun dalam kulkasnya sendiri. Apa yang akan dikatakan oleh Haneul jika masakannya kali ini gagal karena salah memilih bahan makanan?
Ah, sepertinya memasak nasi goreng akan lebih mudah. Ia segera menutup kulkas tersebut dan beranjak untuk mengambil beras.
"Ayah tidak pernah memasak di rumah. Selalu Ibu yang memasak," ujar Haneul. Masih mengamati gerakan barbar Jinyoung dalam mengambil beras di dalam lemari. Ia meringis kecil kemudian berkata, "Ibu bilang Ayah payah dalam memasak."
Kedua tangan Jinyoung terkepal di udara. Pandangannya tajam dan lurus ke depan. Ia kemudian menghembuskan napas yakin. "Akan Ayah buktikan Ayah bisa memasak," serunya kemudian beralih menatap Haneul yang hanya menatapnya datar.
Setidaknya jika ia nanti gagal ia sudah berusaha. Kalau toh kesalahannya dalam memasak nanti fatal dan tidak bisa di makan, ia bisa membeli makanan di luar. Yang terpenting sekarang adalah pembuktian bahwa ia bisa menjadi kepala rumah tangga yang baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
FOR GOOD - Park Jinyoung ✔
Fanfic[Finished-Bahasa Baku] Tiga tahun yang lalu, kita pernah menjalin hubungan pernikahan tanpa ada dasar cinta. Tidak ada hal manis yang pernah terjadi selama itu. Hanya kehidupan biasa seolah kita tidak pernah saling mengenal meskipun kita berada di...