DISCLAIMER:
Semua yang ada pada cerita ini adalah fiksi, murni dari imajinasi author sendiri. Reader dimohon untuk tidak mengaitkan kejadian yang ada di cerita ini dengan dunia nyata. trims.
---
"Jahe, katanya lu udah ketemu Jaeshin? Gimana? Cakep banget ya?" kata Taeyong yang muncul entah dari mana.
"Heh, udah gue bilang jangan ngomongin kerjaan di sekolah,"
Taeyong menutup mulutnya dengan tangan kanan dan memasang ekspresi terkejut, kemudian dia melirik ke kanan dan kiri, "Sorry," bisiknya.
Aku memutar mata, "Yah.. lumayan sih. Tipe gue,"
"Jung Jaehyun, jangan bilang lu suka sama Jaeshin?"
Aku mengangkat bahu.
Lawan bicaraku menahan senyumnya, "Tumben lu nemu tipe lu di sana. Biasanya lu kan paling anti sama cewek bayaran kaya gitu,"
Aku mengedarkan pandanganku ke sekeliling kelas, "Yah, kebetulan aja dia ngingetin gue sama seseorang,"
Taeyong mengangkat sebelah alisnya, "Ah, masa?" dia terkekeh, "Kalo gitu gue gak bakal ngincer dia deh. Buat lu aja, kasian kelamaan jomblo lu jadi berlumut gini, Jahe,"
Tanganku refleks terangkat untuk memukul kepalanya, "Sialan. Ngaca dong jing," kataku sambil tertawa.
Dia meringis, "Ngomong-ngomong si Mark kemana ya?" katanya sambil mengusap kepalanya.
Aku mengangkat bahu, kemudian menatap kursi di depanku yang kosong, "Entah, dari kemaren dia gak bales chat gue. Lagian itu anak bener-bener batu, gak mau nyerah sama sekali,"
Taeyong terdiam, kemudian dia menghela napasnya, "You know what? Jeno sampe sekarang gak mau ngomong sama gue,"
Aku menatapnya dengan menyesal, "Sorry bro,"
"It's okay, kayaknya dia juga belum bilang siapa-siapa soal ini, tapi.. pernah gak terlintas di benak lu gitu kalo lu bakal ngakuin semua hal yang udah kita lakuin ke Yoona?"
Aku terdiam.
Jujur, akhir-akhir ini aku selalu memikirkan hal itu, seiring dengan kembali munculnya ingatanku tentang Seulgi. Gadis itu pasti akan memusuhiku saat ini kalau dia tahu tentang hal ini. Dia akan sangat benci padaku.
Rasa bersalah yang selama ini aku kunci dan aku kubur dalam-dalam mulai muncul. Aku tahu semua tindakanku dahulu itu keterlaluan. Aku sangat tahu hal itu bahkan jauh sebelum aku benar-benar melakukan semuanya. Tapi hati nuraniku tertutup oleh emosi dan rasa cemburu pada Yoona.
Aku membayangkan Seulgi berbicara,
Jaehyun, kamu gak boleh gitu sama Yoona.
Aku menghela napas,
Iya, aku tau. Maaf, Seulgi.
Aku tak tahu siapa yang sebenarnya bersalah di sini. Aku, yang telah merencanakan semuanya? Atau orang tuaku yang membuatku merasa tak dicintai sehingga aku melakukan semua hal itu?
Tadi malam, saat aku baru saja kembali dari club, aku langsung disambut oleh jeweran mamah. Beliau mengomel panjang lebar tentang mengapa aku pulang selarut ini, mengapa aku tak mencuci mobil, mengapa aku tak menelepon mamah, dan yang paling parah, mamah memarahi aku karena aku tak mau menjenguk Yoona.
Saat itu, aku duduk di sofa sambil memegangi telingaku yang merah. Anehnya aku malah merasa senang. Saat mamah mengomel, diam-diam aku menunduk sambil tersenyum, senang karena perhatian mamah kembali padaku. Senang karena mamah akhirnya memarahiku seperti ini setelah sekian lama.
KAMU SEDANG MEMBACA
Brother: Jeong Jaehyun ✔
Fanfic[before: Abangku Jung Jaehyun] "Abang emang pengen aku mati ya kayaknya?" #4