7

3.1K 536 168
                                    

Kei



Sebuah pisau keluar dan dengan santainya, lelaki itu memainkan pisau yang ia bawa. Senyuman santai, yang terkesan menakutkan muncul.

"Kalian adalah mainanku sekarang..."

"Mwo?"

"Siapapun yang menyakitiku atau milikku, adalah mainanku...."

"Kurang ajar!"

Salah satu dari keempat lelaki hidung belang itu maju untuk melawan orang yang mengacaukan acara mereka. Namun, yang diserang tak panik. Ia sangat santai seolah memang menunggu musuhnya datang agar ia tak banyak bergerak, meski sekedar mendekat kearah musuh.

Sret...

Jleb

"Arrgh..."

"Appa!!!!"

Yerim menutup kedua mata dengan telapak tangannya. Dapat ia rasakan, punggung tangan basah karena cipratan cairan. Bau anyir menyeruak, dan Yerim tau itu artinya apa.

Brugh

Tubuh yang tak berdaya berdebam di lantai. Yerim melirik, mata terbuka dengan mulut terbuka yang mengeluarkan darah.

"Yaashhh, appa!!! Matanya melotot...," jerit Yerim hampir menangis.

"Satu orang tumbang. Satu... dua... tiga.. Tinggal tiga ekor yang masih bernafas. Siapa lagi yang mau maju?"

"Kau berani-beraninya membunuh kawan kami!"

Ketiganya maju. Suara pukulan bergantian, lelaki itu menghadapi ketiga preman. Meski sesekali terhuyung, tapi ia tetap mampu berdiri dan melanjutkan perlawanan. Tak ada rasa takut di pancaran matanya. Yang ada hanyalah mata yang jernih nan tajam dengan seringaian khasnya.

Jleb

Sret

Suara tusukan disertai jeritan, lagi-lagi terdengar. Yerim semakin meringkuk karena takut. Namun, terkutuklah rasa penasarannya yang begitu besar. Ia sesekali mengintip dan mampu melihat apa yang dilakukan penyelamatnya. Tunggu. Penyelamat? Apa dia benar-benar penyelamat? Bagaimana jika nantinya dia akan bernasib sama seperti preman-preman sialan itu?

Brugh

Suara benda besar yang terjatuh ke lantai. Lelaki terakhir yang meregang nyawa ditangan orang yang menjadi sosok pahlawan bagi Yerim. Santai namun tegas, langkah lelaki itu terdengar mendekat. Yerim yang tadinya mengintip melalui sela-sela jari tangannya, segera menutup rapat. Ia tak ingin melihat si lelaki kejam itu.

"Annyeong, cantik. Ini aku... Jangan takut."

"Heol... dia memanggilku? Cantik? Masih sempat memanggil dengan sebutan cantik setelah membunuh orang? Dasar monster," batin Yerim. Ia masih menutup matanya.

"Hey, cantik. Buka matamu," tangan yang berlumuran darah itu menyentuh kedua tangan Yerim agar tak menutupi matanya.

"Lepaskan. Kau pembunuh!" seru Yerim. Ia menarik tangannya dan membelakangi orang yang mencoba berbicara dengannya.

"Inilah caraku menyelamatkanmu, cantik. Tatap aku. Jangan takut."

Tak sabar dengan apa yang dilakukan Yerim, lelaki itu membalikkan tubuh Yerim hingga keduanya mau tak mau saling bertatapan. Dagu Yerim terangkat karena pergerakan dari tangan lelaki yang dihadapannya.

13 PSYCHO √Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang