They never know

107 15 9
                                    

Di dalam taxi, Saga memejamkan matanya. Ia mulai mengumpulkan kembali tenaganya. Nafasnya sudah stabil, meskipun masih jarang.

Dan entah kenapa rasa pening, perih, dan ngilu semua masih berkumpul di kepala dan perutnya.

"Saga, rumah kamu yang mana?" pertanyaan Hana membuat Saga kembali membuka matanya.

"Komplek Gajah Mada nomor 3."

"Bukannya itu rumah kosong ya, mas?" tanya pak sopir penasaran.

"Berisik!!!" sahut Saga kasar.

Hana membuang nafas pendek. Bola matanya menatap Saga tajam, namun yang ditatap kini sudah kembali terpejam.

"Emang rumah kosong beneran, pak?" kini Hana yang bertanya.

Jika rumah itu rumah kosong kenapa Saga memilih turun di situ. Jangan-jangan Saga mau bunuh diri?

Astaga! Hana mikir apa sih?

"Dulu katanya-"

"Stop disini!!!" ucap Saga tetapi pak sopir masih belum memberhentikan taxinya, "GUA BILANG STOP!!!" potong Saga cepat lagi.

Pak sopir yang kaget mendengar perintah Saga yang sangar langsung menginjak remnya.

Tepat setelah rem diinjak, Saga langsung keluar taxi tanpa sepatah kata pun. Wajahnya kembali tertutup emosi. Jantungnya yang masih belum sembuh akibat pukulan tadi kini kembali berdebar tak beraturan. Tangannya terkepal kuat, dan kakinya terus melangkah meninggalkan taxi.

Ia harus menjauh sejauh mungkin.
Rumah kosong.
Kata itu mengingatkan Saga pada peristiwa itu. Peristiwa yang ingin sekli ia lupakan di sisa umurnya.

Hana kembali terkejut melihat Saga. Lebih tepatnya, kenapa Saga terlihat marah tentang rumah kosong itu? Ada apa dengan rumah kosong itu?

"Pak, ini uangnya," ucap Hana, "maaf ya pak soal kejadian ini."

"Tidakpapa kok mbak, saya yang harusnya minta maaf."

"Iya, terima kasih ya," jawab Hana kemudian keluar.

Hana melihat Saga sudah jauh. Langkahnya masih sedikit tertatih, mengingat tubuhnya yang babak belur. Hana yakin, Saga pasti masih lemas. Jadi Hana putuskan untuk mengejar Saga. Hana terus berlari......

"SAGA!!!!!" teriaknya namun tak mendapat sahutan.

Hana sedikit kesal, Saga mengabaikannya. Ayo! Sedikit lagi Hana! Jangan menyerah!

Saga kaget, lengannya terangkat dan muncullah Hana di sampingnya. Hana membopongnya, memberikan sanggahan agar Saga tidak gemetaran.

Inikah arti teman?

"Ngapain lo disini?" tanya Saga garang sembari mencoba melepaskan lengannya yang kini berada di pundak Hana.

Hana tak langsung menjawab, malahan cengiran kuda yang Saga tangkap dari wajah Hana.

"Lepasin gua dah! lo pulang sana!"

"Kamu itu masih lemes. Masih lemes aja tetep galak. Kalau kamu pingsan di jalanan gimana? Pasti gak ada yang mau bantuin. Udah deh, sekali-kali nurut aja!" kekeh Hana masih menahan lengan Saga di pundaknya.

Ucapan Hana ada benarnya. Saga tak punya siapapun untuk menolongnya.

Saga kembali terdiam, seperti perintah Hana. Ia akan menurut kali ini saja. Sekali saja.

"Ini rumah kamu?" tanya Hana saat tiba di depan gerbang yang bertuliskan nomor 3.

Saga mengangguk lalu melepaskan lengannya dari tubuh kecil Hana, "lo pergi sekarang!"

you call me, MONSTER! ☑Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang