I'm Sorry [1]

11.8K 1.1K 56
                                    

Story : I'm Sorry (Bag. 1)

.

.

Doyoung duduk bersila kaki, berhadapan dengan pangeran kecilnya yang juga dalam posisi yang sama. Kedua pasang mata itu saling bertatapan cukup lama, sampai waktu lima menit terlewati begitu saja dalam sunyi.

Doyoung menggerakkan kepalanya ke kiri, dan Jeno melakukan hal yang sama yaitu menggerakkan kepala miring ke kanan. Doyoung menggerakkan kepala ke kanan, maka Jeno menggerakkan kepala ke kiri.

Doyoung membuka mulutnya lebar-lebar, Jeno langsung mengikutinya. Doyoung menepuk tangannya dua kali, Jeno melakukannya lebih dari lima kali.

Sampai ketika Doyoung sudah tidak bisa menahan rasa gemasnya, ia menerjang tubuh gempal Jeno. Menyerangnya―memeluk si gembul sambil mereka terjungkal ke belakang dengan pekikkan Jeno yang terdengar nyaring. Kemudian, mereka tertawa bersama-sama, mengisi keheningan di rumah besar keluarga Kim.

Iya. Ini di rumah orangtua Doyoung.
Jangan tanya kenapa ia bisa berada disana, karena Doyoung sedang tidak ingin menjelaskan apa-apa. Intinya, ia sedang menenangkan diri disini. Melarikan diri dari ayahnya Jeno yang… ah, lupakan!

“Jenooooong…”

Doyoung terkikik geli ketika mulutnya memanggil Jeno dengan nama seperti itu. Ia ciumi perut bulat penuh lemak bayi pangeran kecilnya dan tertawa lagi.

“…kenapa eomma gemas sekali padamu, huh? Kenapa Jeno-nya eomma bulat seperti ini, duh!”

“Young! Young!”

“Eomma! Panggil yang benar!”

Tapi Jeno tidak mau. Bayi yang belum genap berusia dua tahun itu menggelengkan kepalanya dengan kedua tangan mungil yang mulai menampar-nampar pipi Doyoung―oh, jangan lupakan senyum manisnya yang terlihat bahagia tanpa dosa itu.

“Ya Tuhan, kau benar-benar mirip dengan ayahmu―”

Seketika, ucapan Doyoung terhenti. Ia terdiam beberapa saat, memandangi wajah Jeno yang juga ikut diam menatapnya.

“Oh, okay! Ayo main dengan eomma, Jenoooong…”

“Ppa~ ppa~!”

Doyoung menghela nafas. Sudah dua hari ia berada disini dengan Jeno, yang berarti sudah dua hari juga Jeno tidak bertemu dengan ayahnya. Anak itu… pasti merindukan Jaehyun. Tapi Doyoung diam saja dan tersenyum kemudian.

“No, no~ hari ini mainnya dengan eomma saja, ya? Tidak ada appa, arra?”

Si kecil mengerti apa? Ia tertawa bahagia saat ibunya menggelitiki tubuhnya yang terlentang diatas karpet berbulu halus tersebut.

.

.

Jaehyun terus menerus menghela nafas berat. Meskipun mata dan tangannya berusaha fokus pada pekerjaan diatas meja, tapi pikirannya tidak berada disana.

Doyoung dan Jeno―dua orang yang paling di cintainya itu selalu memenuhi otaknya sejak saat Doyoung memilih untuk menghindar darinya, membawa serta Jeno dalam dekapannya.

“Mau sampai kapan kau membiarkan istri dan anakmu berada disana, eh?”

Jaehyun menghentikan aktifitasnya membaca berkas, kemudian mendongak dan mendapati ayahnya ada di ambang pintu dan berdiri tegap seperti biasanya. Ia beranjak, membungkuk sopan sebagai penghormatan. “Appa…”

“Kau itu sudah tahu bersalah tapi tetap diam saja. Pantas saja Doyoung memilih untuk meninggalkan rumah dengan membawa serta cucuku…” Yunho berkata sarkastik, mencoba membuat putra bodohnya itu tersadar. “…ternyata kau memang tidak memiliki keberanian bahkan hanya untuk meminta maaf dan menjemput mereka.”

“Appa―”

“Dengar, Jung… Masalah tidak akan selesai jika kau tetap memilih untuk diam. Doyoung dan Jeno juga tidak akan pulang kalau kau tetap seperti itu. Memangnya kau tidak merindukan mereka? Ya ampun, ayah macam apa kau ini.”

Jaehyun termenung. Sungguh, tidak bisa ia ungkapkan seberapa rindunya ia pada Jeno sekarang. Tingkah lucunya yang sudah belajar untuk berlari, melafalkan kata per kata yang tidak jelas sama sekali, mulutnya yang selalu penuh dengan kue manis, atau pipi gembilnya yang biasanya selalu Jaehyun ciumi sebelum dan sesudah ia bekerja.

Terlebih, Doyoung…

“Kau itu seorang laki-laki. Saat kau mengatakan ingin menjaga Doyoung untuk sisa umurmu, maka kau harus melakukannya. Salah satu caranya adalah dengan meminta maaf jika kau bersalah.” Yunho tidak duduk di sofa, tapi berdiri di depan meja kerja Jaehyun. “Aku tahu sekali seperti apa Doyoung itu. Dia tidak akan sampai seperti ini jika memang ia baik-baik saja. Benar?”

Lagi, Jaehyun termenung. Kalah telak.

“Kalau memang kau mencintai mereka, jemput sekarang juga. Bawa mereka pulang… jangan biarkan mertuamu menendangmu karena sudah berani membuat anak dan cucu mereka di telantarkan begitu.” Dengan tegas, Yunho berkata. Tapi setelahnya, ia menghembuskan nafas frustasi. “Kenapa anakku bodoh sekali, hah…”

.

.

.

I'm Sorry (Bag.1) ; Next? ^^

The Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang