TRASH ― Story : Side Story Of Pinocchio (2)

6.9K 744 84
                                    

TRASH ― Story : Side Story Of Pinocchio (2)

.

.

Bahkan sampai di jam makan malam pun, Jeno masih tidak ingin bertemu dengan ayahnya.

Jaehyun bisa mendengar tangis anak itu di dalam kamar, ia berteriak tidak ingin keluar dari kamar kemudian bertemu sang ayah. Takut, katanya. Hingga Doyoung memilih untuk menyuapi Jeno di kamarnya, tanpa berkata apa-apa.

Sekarang, Jaehyun duduk di meja makan sendirian. Ia tidak menyentuh makanan yang sudah Doyoung siapkan untuknya. Pikirannya berkecamuk, tentang Doyoung dan juga tentang Jeno.

Seperti ini rasanya di takuti oleh anak sendiri.

Jaehyun merenung. Mengabaikan makan malamnya, Jaehyun terlarut dalam pikirannya sendiri. Sampai suara langkah terdengar memasuki ruang makan, ia mendongakkan kepala dan menemukan Doyoung dengan piring kosong di tangannya.

Jaehyun tersenyum, tahu jika Jeno telah makan dengan baik meskipun keadaan sedang serumit ini.

“Hyung―”

“Kau puas membuat Jeno takut untuk pulang dan bertemu denganmu?” Doyoung memotong, membuat hati Jaehyun serasa mencelos mendengarnya. “Sudah puas membuatnya menangis, huh?”

Jaehyun hanya memperhatikan Doyoung yang berdiri memunggunginya. Matanya bisa melihat bagaimana kedua tangan istrinya itu menahan di sisi bak cuci piring; entah sedang apa.

“Bagaimana rasanya, Jaehyun-ssi? Merasa senang?”

Dahi Jaehyun berkerut, tidak suka dengan ucapan Doyoung. “Hyung!”

“Kau berjanji padaku untuk tidak memarahinya, Jung Jaehyun! Tapi apa―” Pada akhirnya, Doyoung tidak bisa bertahan dalam keterdiamannya. Ia menangis, meskipun suaranya tidak cukup keras karena ia tahu Jeno masih belum menutup mata untuk tidur di kamarnya. “―kau membentaknya, menunjuk kearahnya, memarahinya… sampai Jeno-ku menangis dan takut pulang ke rumah.”

Kedua bahu itu bergetar diiringi suara yang terdengar parau.

Jaehyun bangkit dari duduknya, menghampiri Doyoung dan meraihnya untuk masuk pada dekapannya. “Maafkan aku, maafkan aku.”

“Kau ayah yang buruk!”

“Aku tahu, hyung… maafkan aku.”

“Katakan itu pada Jeno―”

“Tapi aku lebih melukaimu!”

“Aku tidak akan terluka jika kau tidak membentak Jeno seperti tadi.” Doyoung terengah, tapi tidak menolak di pelukan Jaehyun. “Jeno-ku bahkan lebih terluka.”

Doyoung menangis, sesedih ini, seterluka ini… dan Jaehyun sadar bahwa dirinyalah yang membuatnya seperti itu. Sesayang itu Doyoung sebagai seorang ibu pada Jeno, jagoan kecil mereka.

“Sekarang, apa yang akan kau lakukan untuk kembali membuat Jeno merasa lebih baik padamu?” Doyoung terisak pelan, seraya kedua tangannya bergerak untuk mencengkram kuat sisi pakaian Jaehyun. “…aku tidak mau anakku takut dengan ayahnya sendiri.”

Kedua lengan Jaehyun semakin mendekap Doyoung dengan lebih erat. Ia sembunyikan wajahnya di ceruk leher istrinya dan menangis disana. “Aku tahu, aku bersalah.” Lirihnya. Teringat bagaimana tadi dirinya memarahi Jeno sampai anak itu menangis.

Jeno-nya tidak pernah di bentak oleh siapapun… Jeno-nya tidak pernah di marahi oleh siapapun… Dan tadi, Jaehyun melakukan itu semua. Bahkan, sampai menunjuk kearahnya… anak kecil berusia enam tahun itu pasti merasa sakit hati karena yang melakukan itu semua adalah ayahnya sendiri.

The Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang