TRASH ― Story : Memories

6.7K 680 143
                                    

TRASH ― Story : Memories

.

.

Sejak semalam, entah kenapa Jeno jadi tiba-tiba merindukan seseorang. Ia sampai dibuat tidak bisa tidur hingga jam empat pagi, lalu bangun sedikit terlambat ketika matahari benar-benar hampir diatas kepala.

Jeno mendesahkan nafas panjang. Setelah di tinggalkan, ia tidak pernah seperti ini sebelumnya. Bahkan, Jeno merasakan matanya basah seperti habis menangis saat ia terbangun dari tidurnya.

“Kenapa? Ada sesuatu yang mengganggumu?”

Jaehyun―yang hari itu memang tidak berniat untuk pergi ke kantor bertanya setelah menyadari kehadiran putranya di halaman belakang rumah. Di tangannya ia memegang sebuah gunting kecil, ia sedang sibuk membuang daun-daun yang sudah menguning di tanaman bunga mawarnya.

“Appa…”

“Hm?”

Jeno memilih untuk duduk di sebuah kursi yang ada disana, menatap lurus pada punggung sang ayah yang masih senang mengurus tanamannya―bukan, sebenarnya itu bukan tanaman bunga milik ayahnya, melainkan kebun bunga kecil yang sangat di cintai oleh ibunya, Kim Doyoung.

“Aku tiba-tiba saja merindukan eomma.”

Satu kalimat itu sukses mengalihkan atensi Jaehyun. Ia terdiam sejenak, sampai memilih untuk kembali melanjutkan aktifitasnya. “Kenapa begitu? Bukankah kita baru saja mengunjungi eomma minggu lalu?”

Kepala putranya menggeleng perlahan, tidak memiliki jawaban untuk itu. “Aku tidak tahu. Rasanya… dadaku sesak sekali, dan aku tidak bisa tidur sampai jam empat pagi. Ketika bangun, mataku basah seperti aku telah menangis semalaman. Menurut appa… aku kenapa?”

Desahan nafas ayahnya bisa Jeno dengar dengan begitu jelas. Pada akhirnya, tubuh tinggi nan tegap itu berbalik, menyimpan gunting bunga serta membuka sarung tangan yang di pakainya sebelum ia memberikan senyum hangat.

“Menurut appa? Kenapa kau bertanya begitu?”

“Karena aku tidak tahu jawabannya.”

“Justru jawabannya ada dalam dirimu sendiri, Jung Jeno.” Jaehyun terkekeh kecil. Ia berusaha sebaik mungkin untuk terlihat baik-baik saja, meskipun bahasan tentang ‘ibunya Jeno’ selalu berhasil membuatnya merasa rindu lagi dan lagi akan istrinya. “Itu berarti, kau sangaaaaat merindukan eomma. Kau ingin melihatnya lagi, bercerita dengannya lagi, dan bertemu dengannya lagi. Kan?”

Jeno diam tak bergeming. Ia diam saja dengan kepala yang menunduk meskipun tangan besar ayahnya kini sedang mengusap halus helaian rambut hitamnya.

“Atau kalau tidak, berarti eomma yang sedang merindukanmu di surga.”

Satu pernyataan itu membuat Jeno terperangah. Setengah mendongak, anak itu menatap ayahnya dari posisinya sekarang. “Eom―ma… merindukanku?”

Jaehyun mengangguk dengan senyumannya yang meneduhkan. “Kau pikir eomma tidak merindukanmu, huh?” Suara tawa renyahnya mengalun halus. Satu tangannya beralih, bergerak untuk mencubit ujung hidung mancung milik putranya. “Eomma pasti merindukanmu yang dulu selalu bertingkah, membuat masalah, bertubuh bulat seperti bola salju, gembul dan malas bicara, selalu mencari masalah dengan Haechan dan Hohyeon, genit―”

Jeno mendengus mendengar ucapan terakhir ayahnya. Genit―hah! Kapan ia seperti itu? Kecuali… pada Renjun, sih, kalau yang ia ingat.

“―tapi sekarang kau sudah besar. Kau sudah akan dua puluh tiga tahun beberapa bulan lagi, kau sudah kuliah dan benar-benar menjadi penerus untuk appa. Berapa lama waktu yang kau lalui tanpa eomma, hm? Eomma pasti sangat merindukanmu di surga.”

The Little PrinceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang