TRASH ― Story : Side Story Of Pinocchio (1)
.
.
[p.s : ini setting cerita pas setelah kejadian di kantor, yaa…]
Doyoung terdiam―matanya hampir tidak berkedip memperhatikan bagaimana senyum Jeno yang terus mengembang ketika berbicara dengan bayi Samuel.
Nafasnya terus terhela berat, entah kenapa perasaannya semakin memburuk setiap ia mengingat bagaimana Jaehyun memarahi Jeno-nya tadi di kantor.
“Bayi Mueeeeel~ kalau sudah besar, bayi Muel jangan nakal. Kalau nakal, nanti seperti Jeno, di marahi appa, loh…”
Jagoan Jung itu terus berkata hal yang sama, sementara respon bayi kecil Lee Taeyong itu juga tetap sama; hanya mengedipkan mata dan sesekali menguap.
Doyoung tersenyum kecil. “Ten… kau tahu bagaimana sakit hati yang sesungguhnya saat kau sudah memiliki bayi kecil?” Satu pertanyaan ia layangkan pada Ten, ibu dari Samuel.
Ten menatap Doyoung bingung. “Apa?”
“Ketika kau melihat suamimu membentak dan memarahi anakmu, kau akan merasakan sakit hati yang sesungguhnya.” Yang bermarga Kim tidak mengalihkan pandangannya dari Jeno yang masih sibuk mengobrol dengan Samuel. “…itu yang sudah Jaehyun lakukan pada Jeno, sampai jagoanku takut untuk pulang ke rumah dan melihat ayahnya sendiri.”
Lelaki Thailand itu diam mendengarkan. Ia merasa harus melakukan itu, untuk membuat Doyoung merasa lebih baik. Hanya itu yang bisa ia lakukan sekarang.
“Sejak Jeno lahir, Jaehyun tidak pernah memarahinya seperti tadi, apalagi sampai membentak dan menunjuk tepat pada wajahnya. Aku pikir, meskipun Jeno adalah anak nakal yang tidak mau diam, Jaehyun tidak harus melakukan itu…” Kedua mata Doyoung terasa panas seketika. Ia memilih untuk mendongak, menahan air matanya agar tidak jatuh saat itu juga. “…aku jadi merasa jika Jeno bukanlah apa-apa untuk Jaehyun.”
“Doyoung, jangan berkata yang tidak-tidak!” Ten tampak terkejut atas cerita Doyoung. “Jaehyun mungkin hanya sedang emosi, dia tidak mungkin menomor-duakan kau dan Jeno.”
“Tapi buktinya apa? Dia sudah berjanji untuk tidak memarahi Jeno, dan dia malah melakukannya lebih dari sekedar memarahi.”
Ten tidak tahu harus berkata apa untuk bisa membuat Doyoung merasa lebih baik. Jadi, ia membawa si lelaki Kim untuk di dekap sebentar sekedar menenangkan. “Kau hanya sedang banyak pikiran jadi kau mengira Jaehyun tidak menyayangi Jeno.” Ia berkata lembut seraya mengelus punggung Doyoung, membiarkannya menangis di bahunya tanpa suara. “Tenangkan dirimu, Doyoung… karena jagoanmu sedang melihat ibunya menangis―”
“Eomma…”
Belum sempat Doyoung menghapus air matanya dan pura-pura tersenyum, ia sudah melihat Jeno berada di dekatnya dengan ekspresi yang tidak bisa Doyoung tebak. Dengan cepat ia menghapus air matanya dan berkata, “Ada apa, hm? Jagoannya eomma ingin apa?”
“Bayi Muel tidur…”
Bisa Doyoung dan Ten lihat si bayi itu memang tengah memejamkan mata. Entah bagaimana caranya Samuel bisa tertidur tanpa meminum susu padahal sedari tadi Jeno tidak berhenti bicara dan terus berisik.
“…eomma kenapa?” Suara Jeno terdengar bergetar setelahnya. Dua tangan kecilnya terangkat, menyentuh pipi ibunya dan mengusapnya untuk menghapus sisa air mata disana. “Eomma jangan menangis.”
Ya ampun, betapa Doyoung sangat merasa bersalah saat ini. Jung Jeno-nya, jagoannya memang anak nakal, tapi melihat ia di bentak oleh orang lain ataupun oleh Jaehyun rasanya ia tidak akan pernah rela. Wajar, kan, jika Doyoung merasa seperti itu? Ia adalah ibunya Jeno!
“Tidak, eomma tidak menangis, kok.” Doyoung berbohong. Ia tersenyum lebar demi menutupi kesedihannya. “Eomma hanya kelilipan.”
Doyoung menggerakkan tangan untuk mengambil tangan kecil jagoannya yang masih setia mengusap pipinya dengan lembut. Ia genggam tangan itu penuih kehangatan dan berkata, “Jeno anak baik… Jeno kesayangan eomma… Jeno yang tidak boleh menangis, ya?”
Anak itu mengangguk saja. “Tapi… Jeno tidak mau pulang…” Ucapnya lirih.
Ten seperti merasakan apa yang Doyoung rasakan saat ini. Ia tidak akan bisa membayangkan jika suatu saat Samuel akan mengatakan hal yang sama; tidak ingin pulang ke rumah setelah di marahi oleh ayahnya sendiri. Itu terdengar menyakitkan.
“Kenapa? Di rumah tidak ada siapa-siapa.”
Jeno menggelengkan kepala. Ia melompat untuk masuk ke pangkuan ibunya dan berlindung disana. “Jeno takut appa. Jeno tidak mau pulang ke rumah…”
Doyoung diam.
“…Jeno anak nakal. Appa marah sama Jeno. Jeno tidak mau pulang.”
Dan anak itu terus menggumamkan hal yang sama sampai ia lelah, kemudian tertidur lelap.
“Kau tidak memberitahu Taeyong kalau aku dan Jeno ada disini, kan?” Doyoung menoleh, menatap Ten yang masih dalam posisinya. “Aku bilang padanya kalau aku akan pulang ke rumah.”
Istri Lee Taeyong itu tersenyum merasa bersalah. “Maafkan aku, Doyoung.”
Lelaki Kim itu menghela nafas panjang. Jika Ten sudah memberitahu Taeyong tentang keberadaannya, tidak menutup kemungkinan jika Taeyong juga akan memberitahu Jaehyun. Dan…
“Jaehyun sedang dalam perjalanan kemari untuk menjemput kalian.”
…ini yang sedang Doyoung hindari sekarang.
.
.
.
Dan benar saja, Jaehyun datang limabelas menit kemudian.
Di depan Ten, Doyoung mencoba untuk baik-baik saja. Ia terlihat biasa saja pada Jaehyun, seraya menggendong Jeno yang tertidur, Doyoung berpamitan pada Ten dan bayi Samuel.
Tapi di dalam mobil selama perjalanan, keheningan benar-benar tidak bisa di pungkiri. Jaehyun canggung untuk mengangkat pembicaraan, sementara Doyoung tampak menghindari kontak apapun dengan suaminya itu.
Sampai mobil mereka tiba di garasi rumah pun, keduanya tetap diam.
Jaehyun mematikan mesin dan segera meraih satu tangan Doyoung untuk ia genggam sebelum istrinya itu keluar dari mobil.
“Apa?”
Jaehyun membuang nafas panjang mendengar nada bicara Doyoung yang sangat jelas akan kemarahan. “Biar aku yang membawa Jeno ke kamarnya.” Ucapnya lembut, berusaha memberi penawaran.
“Dia takut padamu.” Masih dengan nada yang sama Doyoung menjawab. “Jadi lepaskan tanganmu dan biarkan aku menidurkannya di rumah.”
Tidak ada yang bisa Jaehyun lakukan selain melepaskan tangan Doyoung dan membiarkannya masuk ke dalam rumah sambil membawa Jeno yang masih tertidur.
Satu penyesalan merasuki diri Jaehyun―bahkan ia menyadarinya sejak masih di kantor, dimana ia menunjuk wajah anaknya sendiri dan memarahinya sampai menangis.
“Maaf.”
.
.
.
.
Next?
KAMU SEDANG MEMBACA
The Little Prince
FanfictionSejak kelahirannya, dia selalu mencuri perhatian orang-orang disekitarnya. Pangeran kecilnya Jaehyun dan Doyoung ini akan tumbuh dengan banyak sekali limpahan kasih sayang.