TRIPLE XL OVE | 21

1.4K 140 8
                                    

YOAN sedang duduk disofa. Pandanganya menatap televisi yang tengah menyala didepannya. Tapi fokus gadis itu kearah yang lain. Kembali fikirannya teringat dengan ucapan ibunya Bian kemarin.

Setiap kali teringat, gadis itu merasa senang juga terharu. Benar-benar rasanya baru kali ini mendengar ucapan semenenangkan itu selain dari keluarga dan sahabatnya.

Bian orang baru yang ada di hidupnya, memperlakukan Yoan sebaik itu, menerima Yoan setulus itu, seapa adanya itu, membuat Yoan hampir tak percaya. Apalagi ibunya Bian, nyatakah? Yoan tidak mimpi kan? Seberlebihan itu Yoan menanggapi.

Bibirnya otomatis tertarik keatas jika ucapan ibu terlintas di fikirannya. Sesenang itu Yoan.

Televisi itu menampilkan acara reality show bagi-bagi duit yang lagi laris manis saat ini. Gadis itu senyam-senyum sendiri, padahal acara didepannya menampilkan seorang bapak-bapak yang sedang sujud syukur karena mendapat hadiah uang puluhan juta.

Rikas yang baru keluar dari kamarnya itu melirik adiknya heran.

"Dosa tau!" Rikas menepuk pelan bahu adiknya. Gadis itu menoleh dengan wajah polos pengen ditampol kearah kakaknya" Itu kan lagi sedih, kok kamu malah senyam-senyum gitu sih, "

"Aku, senyum? Nggak ah!"

"Ikan buntal!" satu tepukan lumayan keras mendarat di bahu kanannya.
Rikas meringis sambil mengusap-usap bahunya. "Masih ganas aja, heran, " Yoan hanya tersenyum menatap abangnya itu.

"Bang,"

"Apaa." jawabnya dengan nada kesal. Pria itu masih mengusap bahunya.

"Eeh." Yoan menoleh kearah Rikas dan mengusap pelan bahu Rikas yang tadi ia pukul dengan lumayan keras. Gadis itu terkekeh. "Sakit ya?" Yoan terkikik geli.

"Bayangin aja, tu jari kan jempol semua, gimana nggak sakit buat nampol sekeras itu!" tanya Rikas. Pria itu mendengus, disusul Yoan yang menghela nafas berat.

"Apaan?" Ujar Rikas kemudian, melihat Yoan yang hanya diam.

"Ya."

"Kamu tadi mau bilang apa sama abang?"

"Ngg, nggak jadi deh." Gadis itu mengedikkan bahunya.

Rikas mengerutkan dahinya, pria itu mengamati raut wajah adiknya. "Lagi seneng nih, kayaknya! "

Yoan hanya mesam-mesem, tidak jelas. "Ya gitu deh!" Gadis itu berdiri dari duduknya.

"Mau kemana?"

"Ngampus!"

"Sore gini?" gadis itu menganggukan kepalanya. "Mau diantar? "

"Nggak usah, aku bawa motor sendiri aja."

"Beneran?"

"Hmmmm." Yoan masuk kedalam kamar, berganti baju. Beberapa saat kemudian ia kembali keluar, dan mendapati kakaknya masih didepan TV seperti tadi.

"Bang." panggilnya.

"Ya!"

"Kok santai banget, skripsinya gimana? Udah sampe mana?"

"Dikit lagi kelar, kenapa? Tumben perhatian nanyain skripsi abang?"

"He, enggak sih. Cuma nanya doang, soalnya Bian udah mau wisuda gitu."

"Hmmmm, Biaaaan. Jadi dibandingin sama Bian nih sekarang?" Rikas melirik adiknya, yang tengah mengulas senyum. "Katanya habis dari rumahnya ya?" Yoan menganggukkan kepalanya. "Ngapain? Disuruh nyuci piring? "

Yoan mendengus. "Isshhhh." Rikas terkekeh dengan ekspresi Yoan. "Aku berangkat dulu deh, Assalamualaikum." ujarnya kemudian berjalan keluar, meninggalkan Rikas dengan senyumnya yang penuh arti.

Triple XL OveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang