TRIPLE XL OVE | 10

2K 172 4
                                    

Rikas duduk termangu, di tangga yang berada diantara lantai 2 dan 3 gedung fakultasnya. Jemarinya memutar-mutar rokok yang belum ia nyalakan, pria itu terlihat melamun. Tiba-tiba, ucapan adiknya kemarin tentang Vania terngiang-ngiang dikepalanya. Rikas menghela nafas, mustahil perasaan itu hilang begitu saja, tapi ia sudah terlanjur kecewa pada Vania, dan masih terlalu berat untuk bisa memaafkannya.

Lamunannya itu buyar, ketika Henry memukul pelan lengan kanannya. Pria itu mendengus lantas mendelik kearah Henry karena telah menganggu aktifitasnya. Namun, bukan Henry jika ia harus takut dan mundur hanya dengan delikan mata Rikas.

“Udah nggak usah kesel, pukulan gue nggak sekeras itu!" Rikas hanya menghela nafasnya "Lagian, ngelamun aja lo, kayak manusia!“ tanpa menjawab pertanyaan Henry, Rikas malah menyalakan api, hendak membakar ujung rokok yang sudah ia tempel ke mulutnya.

Pria itu hanya bisa menggeram saat tangan Henry mencabut rokok dari mulutnya. "Serius lo mau ngerokok disini?" Rikas tak memberi jawaban, pria itu mendengus kasar. "Lo kenapa si Kas? Kelakuan lo udah kaya perempuan lagi datang bulan!"

"Apa si?" ujarnya kesal,"Kayak pernah dateng bulan aja," Dengus Rikas. Henry diam, sialan Rikas. Melihat Henry yang hanya diam Rikas kemudian tersenyum miring.

"Lo itu kalo lagi galau ya ngomong, jangan bertingkah aneh-aneh begini, gue nggak bisa ngertiin lo!"

“Jadi galau itu kayak gini, baru tau gue!“ jawaban dari Rikas semakin membuat Henry kesal.

"Yassalaam." kesal Henry. Pria itu menepuk kepalanya pelan.

"Lo ini kenapa sih? Kayaknya daritadi gue salah mulu!"

"Siapa yang nyalahin?"

"Ya lo lah, gue ngelamun dibilang kayak manusia, mau ngerokok nggak boleh, begini dibilang kayak perempuan lagi datang bulan, galau dibilang aneh-aneh, lah gue kudu gimana, Hen?" Henry dibuat menganga dengan kalimat Rikas barusan, panjang banget ngomongnya.

"Ya ya ya, terserah lo aja deh!" kesal Henry, lantas mengembalikan rokok Rikas.

Henry yang sedang memainkan ponselnya, kemudian menatap kebawah ketika merasa ada siluet berdiri ditangga bawah sana. Benar saja, pria itu lantas menyenggol lengan Rikas, "Apalagi sih?" ujar Rikas kesal.

"Tuh," Henry memberi isyarat dengan kepala agar Rikas melihat kebawah tangga. Rikas mengikuti isyarat itu, dan melihat Vania tengah berdiri menatapnya. "Gue tinggal dulu, kayaknya ada yang serius ini." Henry berdiri, menepuk pelan pundak Rikas sebelum kemudian meninggalkan pria itu sendiri.

Rikas menatap perempuan yang berdiri dibawah itu. Rautnya sendu, tidak seceria biasanya. Menghela nafasnya, Rikas kemudian berdiri dan menghampiri Vania. Benar kata adiknya, semuanya harus jelas.

Vania tersenyum senang melihat Rikas berdiri, menuruni tangga kearahnya. Pria itu menatapnya sebentar kemudian melewatinya begitu saja, ia hanya mengekor dibelakang pria itu.

Mereka berada di lorong gedung yang tak banyak dilewati orang, Rikas menghentikan langkahnya, kemudian berbalik menatap perempuan yang mengekorinya itu.

Vania hanya menunduk sembari memainkan tasnya. Merasa gugup berdiri didepan Rikas seperti ini. Vania memberanikan diri mendongak, dan mendapati wajah Rikas yang serius menatapnya, dadanya terasa sesak, dimana tatapan lembut dan menenangkan itu, semuanya hilang tak tersisa. Vania memejamkan matanya, menghela nafas dengan dalam sebelum mengutarakan maksudnya.

"Rikas, aku tau aku salah. Aku tau, aku bodoh karena menerima mentah-mentah gitu aja ucapan orang lain dan bikin aku lepas kendali waktu itu. Aku minta maaf, Kas. Aku minta maaf untuk itu, tapi apa harus kamu diemin aku selama ini?"

Triple XL OveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang