Aku turun dari mobil dan tanpa aba-aba, aku dicegat oleh seorang perempuan. Tunggu.. aku ingat-ingat lagi, dia bukannya Bella ya?
Satu dari sekian banyak pelacur suamiku. Dia menatapku sinis, dan aku menatapnya balik dengan raut bingung dan banyak tanda tanya.
“Ada apa Bella?”
“Kau bahkan tau namaku, sebutkan apa dendammu kepadaku?” tanyanya sambil bersedekap.
Pak Umar pamit ke dalam, dan aku mengangguk. Sekarang aku bixara ekpat mata dengan Bella di dekat pintu gerbang.
“Oh, ayolah aku tidak suka dendam. Bagaimana kalau kita berunding saja?”
“Tidak bisa, aku terlalu benci padamu,” bisiknya.
Lalu segerombol orang berpakaian seperti wartawan lengkap dengan kamera dan microphone berjalan melihat-lihat rumah Rayhan.
Merasa tepat, mereka masuk dan menatapku heran. Mereka juga melihat Bella dan menatap kasian.
Pertama mereka menanyai Bella, dan hebatnya Bella berakting seolah dia sangat tersakiti. Aku muak, dan memutuskan berjalan masuk ke dalam rumah.
Tapi satu tanganku dicekal oleh Bella.
Lampu sorot dari kamera wartawan itu sekarang mengarah padaku. Silau sekali, aku harus menangkupkan tangan di depan mata. Oh, mungkin ini akan memalukan. Aku lupa kalau punya suami seorang designer terkenal, aku belum menyiapkan diri diwawancarai seperti ini.
“Apa benar, mbak sudah merebut mas Rayhan dari Bella?”
‘WHAT??’
Merebut apanya, aku istrinya. Kalaupun merebut, dialah yang merebut Rayhan. Cih, aku berpikir sebentar.
Bagaimana kalau media tahu, Rayhan memiliki istri yang biasa banget jauh dari glamour kaya aku begini, aku menatap Bella.
Dia memiliki badan bak model, lekukan dan tanjakannya curam. Aku melihat diriku lagi, walaupun dibalut gaun merah cantik, tapi kesan ‘biasa aja’ melekat erat.
“Tidak.. aku akan masuk dulu,” ucapku singkat.
Sebut saja aku pengecut, aku tidak mau tahu. Aku melangkah masuk. Lampu sorot itu sudah tidak menyorot tepat di wajahku.
“Hei, dia mencuri dompetku,” seru salah satu wartawan mencekal tanganku.
“Betul, dia mencurinya. Terbukti kan, selain mencuri Rayhan dia suka mencuri dompet,”
Apa-apaan ini, aku dituduh semena-mena. Mencuri dompet, eoh? Aku diberi kartu platinum milik Rayhan yang no limit saja, masih anteng di dalam tas selempang yang ku cangklong sekarang.
Dan lihat, ada dompet di atas tas itu. Dari bentuknya aku tahu betul harganya, karena dompetku juga begitu, aku membelinya di pasar seharga 15 ribu. Aku mencurinya? Hah, tidak masuk akal.
“Dengar kalian ya, aku bahkan bisa membeli stasiun TV kalian dengan kartu platinum milikku,” ucapku sinis, jangan tanya darimana aku belajar, tentu dari Rayhan.
Membelinya? Hah.. aku hanya menggertak saja.
“Dompet seharga 15 ribu ini? Huh buat apa aku mencurinya, aku bahkan tak yakin berapa isinya,” ucapku sambil menyunggingkan senyum miring.
“Ah, banyak alasan, ayo kita pukuli dia,”
'BUGH'
Bogem mentah salah seorang mereka mengenai pundak kiriku.
“Dasar pelakor,”
'DUAGH
"Pencuri"'
Timpukan benda tumpul mendadak ke arah pundakku tidak bisa terelakkan. Seterusnya, lenganku, dan punggungku jadi sasaran. Aku terus menerima pukulan demi pukulan.
Bella? Dia hanya tersenyum sinis melihatku jadi bulan-bulanan wartawan yang da panggil.
“HENTIKAN..!!!” teriakku keras.
“Kalian, kalian bisa saya tuntut atas pasal penganiayaan, saya pikir CCTV di sana bisa jadi bukti yang akurat,” tunjukku pada CCTV.
“Dan kau, aku bisa memenjarakanmu atas tuduhan pencemaran nama baik,” ujarku menambahkan.
“Dan kau nona, aku akan menyebar di internet foto tidak senonohmu,” lanjutku menatap Bella dengan sinis. Bella terlihat kaget, dan tidak percaya.
Aku melenggang masuk rumah tanpa menoleh.
‘KRIETT..’
Pintu kamar Rayhan terbuka dan aku berjengit kaget mendapati Rayhan terduduk di atas kasur. Aku menatap takut-takut dia yang menatapku menyelidik.
Aku merasa seperti betul-betul pencuri. Bibirku terbuka saja tanpa melanjutkan untuk bertanya macam-macam.
‘Kapan dia pulang?’
‘Naik apa dia pulang?’
‘Kemana mobil Audi hitamnya? Kenapa tidak ada di garasi?’
Semua pertanyaan itu terbungkam saja dalam hati. Aku berjalan mengendap-endap menuju lemari dan berharap dia tetap di posisi itu.
Tapi salah, dia berdiri tepat di depanku. Dia menatapku seolah menelanjangiku. Dia sepertinya sedang dalam mode angry seangry-angrynya. Horor sekali. Aku meringis.
“Lepas bajumu..”
‘WHAT’
Aku cengo di tempat, apa maksudnya menyuruhku melepas baju.
Aku memilih mengangguk dan menurutinya saja. Aku takut dia yang sedang dalam mode gahar begini.
Ku turunkan resleting yang ada di bawah ketiak. Sedetik kemudian, gaun merah itu sudah teronggok di lantai.
Dia berajalan ke arah laci dan mengambil sesuatu di sana.
Dia memutar tubuhku hingga membelakanginya, menarik bahuku mendekat. Meniupinya pelan, lalu mengoleskan sesuatu yang berefek dingin di kulit. Kurasa itu salep luka. Loh? Dia tahu aku dipukuli di bawah?Bibirku sudah bersiap melancarkan aksinya ketika suaranya menyapa telingaku.
“Kenapa kamu tidak mengakui statusmu sebagai istriku pada mereka?”
“Anu.. a..a---“ lidahku kelu.
Kemana benda lunak tak bertulang itu, hei..!
“Apa perlu aku menidurimu hingga tidak bisa berjalan, hm?” tanyanya pelan.
Uh oh.. aku ditawari sesuatu yang menggairahkan. Aku teringat lagi kejadian pertama kali kami bercinta, aku trauma.
“Sepertinya menarik,” ucapku menoel pipinya dan langsung ngacir ke kamar mandi setelah sempat nengambil satu setel piyama.
Aku tidak bisa terus-terus berada di dekatnya tanpa sehelai kain yang layak seperti ini.
---TBC
Holahaii manteman.. aku butuh komentar kalian tentang cerita aku ini.. masa udah sampe part 20 belum ada yg komen TT_TT
KAMU SEDANG MEMBACA
SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]
Mystery / Thriller#1 thriller 27 September 2018 #1 regret 13 Desember 2018 #1 agen 5 Februari 2019 #1 lust 25 Februari 2019 #1 lose 14 April 2019 #1 marriage 30 April 2019 #1 angst 10 Mei 2019 Semua bermula dari suamiku yang memperlakukanku bak pembantu. Aku tidak b...