12. Siapa Pria Pincang Itu?

13.1K 668 4
                                    

Suara gemericik air membangunkanku. Kasur di sebelah masih hangat tapi sudah tidak ada orang disana. Mana Rayhan? Apa dia mandi?

Sepertinya dugaanku benar karena ini sudah pukul 6.00 dia pasti mandi dan baru akan selesai 6.30. Sudah ada satu setel jas dan kelengkapannya di nakas samping lemari. Aku memperhatikannya dan berniat menunggunya keluar dari kamar mandi. Aku ingin melihat kotak-kotaknya. Gemess.

Deritan pintu kamar mandi memecah lamunanku, dan keluarlah sesosok manusia tinggi tegap berstatus suamiku dengan balutan kaos oblong warna abu-abu dan celana kain pendek.

“Yah.. kok pake baju?” celetukku kecewa sambil meremas bantal di pangkuanku.

“Eh? Maksudmu, kamu mau aku tidak pakai baju?” tanyanya.

Aku menepuk jidat menyadari kalau aku tadi keceplosan, aku tak berpikir panjang lagi untuk keluar dari kamar Rayhan. Aku maluuu.. wajahku pasti sudah semerah tomat. Aku langsung ke dapur, setelah mengikat rambutku saat lari tadi.

Disana sudah ada para asisten dan makanan yang sudah tersaji di meja makan. Kenapa mereka memandangku seolah aku sudah mencuri mangga tetangga.

“Wajah kamu kenapa Desi?” ku lihat Desi dengan tawa tertahan.

“Tidak kenapa-kenapa nyonya, maafkan saya” ucapnya sambil menunduk.

“Ina, kamu cerita apa ke Desi?” tanyaku pada asisten termuda yang tadi subuh telah membangunkanku.

Aku curiga dia cerita macam-macam dan menimbulkan kesalahpahaman. Aku yakin aku akan jadi bahan gosip hingga seminggu ke depan. Inilah anehnya aku dan asistenku, yang nyonya siapa yang digunjingin siapa.

“Tidak nyonya, kami hanya turut bahagia melihat hubungan nyonya dan tuan yang kian membaik,” kali ini Bi Lisa yang menjelaskan.

Oh gitu, aku turut senang sih, asisten di sini memperhatikanku. Aku mengukir senyum, lalu memeluk mereka satu-satu.

Rayhan sarapan dengan cepat, dia memegang tab-nya di tangan kiri. Sesekali mengetik dengan kedua tangan. Aku yang melihat dia kerepotan dengan kegiatannya pagi ini, berinisiatif menyuapinya.

Aku duduk di sampingnya, menyuapinya dengan telaten hingga makanannya tandas, tak tersisa di piring. Aku tahu, dia tidak akan meninggalkan meja makan sampai makanannya habis.

Setelah sarapan, dia berangkat kerja seperti biasa dan aku pun demikian. Tentu saja dengan sembunyi-sembunyi.

Nah, aku sudah berjalan sekitar 50 meter dari gerbang rumah suamiku ketika aku lupa membawa bekal makan siang yang sudah asistenku siapkan. Aku memutar balik langkahku, dan memasuki rumah.

Tadinya aku hanya akan mengambil bekal di meja makan dan pergi, tapi…

“Tuan akhir-akhir ini berperilaku baik ya ke nyonya? Aku terakhir lihat tuan menatap penuh cinta ke nyonya enam bulan lalu,” aku mendengar tittle ku disebut-sebut.
Aku merasa terpanggil untuk mendekat, tanpa ketahuan mereka.

“Enam bulan lalu? Kapan?”

“Ya, sehari setelah nyonya pulang dari rumah sakit, dari meja makan, tuan menatap penuh cinta ke nyonya,”

“Yee.. itu sih bukan penuh cinta, tapi tatapan kasihan. Ish, kau ini Des..”

“tapi benar juga, akhir-akhir ini tuan sudah tidak memukuli nyonya,”

“Iya.. sejak kedatangan pria pincang itu dia baik sama nyonya, mungkin dia mengancam tuan kali ya,” pria pincang? Aku makin penasaran, siapa dia.

“Mungkin salah satu keluarga nyonya,” rasa-rasanya aku dulu tidak memiliki keluarga yang pincang.

Keluarga kak Tara pun sepertinya tidak ada yang pincang.

---TBC

SUAMIKU BACK TO NORMAL [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang