"Selamat sore, ini dengan Lucy?"
Raut wajah Lucy langsung berubah sangat drastis ketika mendengar sautan dari telepon yang ia terima. Nyatanya, bukan suara ayahnya yang ia dapatkan, melainkan suara seorang pria yang Lucy tidak pernah dengar.
"I..iya.. ini siapa ya?" jawab Lucy sedikit takut.
"Saya Lucky, sekertaris pribadi pak Hadi. Saya ingin menyampaikan pesan dari pak Hadi, bahwa ia tidak bisa pulang dalam waktu dekat. Pak Hadi akan pergi ke Jepang untuk beberapa bulan kedepan."
Lucy mematikan panggilan teleponnya dengan sigap. Pikirannya seketika kacau. Begitu juga hatinya. Kenyataan sungguh berbanding terbalik dengan apa yang telah ia harapkan.
Padahal Lucy berharap, ayahnya akan pulang ke rumah dan menemui dirinya. Makan bersama, pergi ke berbagai tempat bersama dengan ayahnya adalah suatu hal yang sangat Lucy inginkan.
Lucy juga ingin seperti anak gadis lainnya, yang sangat akrab dengan ayah mereka masing-masing. Saling bercurhat ria dan bercanda. Namun hal itu adalah hal yang sangat mustahil, melihat kenyataan bahwa untuk bertemu dengan ayahnya selama 1 menit saja, Lucy tidak dapat melakukannya.
Lucy menangis. Menangis sejadi-jadinya. Rindu. Ia sangat merindukan ayahnya. Bahkan untuk mengabarinya saja, ayahnya menyuruh orang lain.
Apakah segitu buruknya Lucy sehingga ayahnya bertindak seperti itu?
Tanpa ada aba-aba, Chani datang dan langsung merengkuh tubuh Lucy di dalam pelukannya. Menenangkan gadis cantik itu di bahu bidangnya.
Nyaman? Iya, mungkin.
♤♤
"Lo kenapa sih?"
Jinjin yang sedari tadi melihat adik satu-satunya itu memutar lagu galau akhirnya membuka suara. Sanha yang baru saja pulang dari sekolah, langsung memasuki kamar Jinjin dan memutar lagu sangat keras menggunakan speaker canggih milik kakaknya.
"Kecilin woy lagunya, gue lagi bikin proposal buat OSIS!" teriak Jinjin sedikit keras. Namun sayangnya, Sanha sama sekali tidak menghiraukannya. Sanha masih asik tiduran diatas kasur Jinjin sembari men-scroll sesuatu pada layar ponselnya.
Jinjin yang sudah kehilangan fokus untuk mengerjakan proposal penting OSIS akhirnya mematikan speaker tanpa bertanya pada Sanha. Proposal itu harus selesai malam ini dan diserahkan pada kepala sekolah besok pagi. Dan semua inspirasinya kacau karena ulah gila adiknya itu.
"Bang, kenapa dimatiin lagunya! Gue masih pengen dengerin!"
"Dengerin mata lo! Ini gue lagi nulis proposal penting buat acara sekolah, dan fokus gue ilang gara-gara lo!"
"Eh San, gimana tadi lawan Bin? Menang kan?" tanya Jinjin lagi setelah menutup laptopnya, berniat untuk melanjutkannya lagi nanti malam setelah adiknya itu tidak menganggunya lagi.
"KALAH!" teriak Sanha cukup keras. Membuat Jinjin sedikit tersentak.
Ya, pertandingan by one antara Sanha dan Moonbin sore tadi dimenangkan oleh Moonbin dengan skor yang cukup tipis, yaitu 32-30. Kenyataannya, pada 10 detik terakhir dengan perolehan poin yang masih seri, yaitu 30-30, Sanha yang menguasai bola. Seharusnya, ia tentu saja bisa memasukkan bola itu dengan cepat dan mengalahkan skor Moonbin di detik-detik terakhir pertandingan.
Namun karena kelalaian Sanha sendiri, Moonbin berhasil merebut bola di tangan Sanha, lalu memasukkannya pada ring basket. Dan berakhir, poin Moonbin mengungguli poin Sanha.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heterochromia Irridium || Yoon Sanha
Fanfiction"Lo itu unik. Gue sama sekali gak ada niatan buat ngehina perbedaan yang lo punya. Justru karena itu, gue jadi tertarik buat lebih deket sama lo." Itu kalimat yang selalu dilontarkan Sanha kepada Lucy, si gadis pemilik warna iris mata yang berbeda...