Keheningan meliputi suasana ruang tamu rumah Moonbin saat ini. Ibarat dua orang yang tak saling mengenal, Moonbin dan ibunya hanya terdiam dan terkalut pada pikiran mereka masing-masing.
Berhadapan dan tidak saling berbicara layaknya orang asing. Namun bila dipikir, bisa dibilang adalah benar, mereka adalah orang asing yang mungkin hanya bertemu sebulan sekali.
Disaat ibunya pulang kerja saat sore, Moonbin belum pulang dari sekolah. Tidak, bukan dari sekolah, tetapi dari tempat tongkrongan bersama Rowoon dan geng-nya. Biasa disebut sebagai Basecamp.
Setiap Sabtu atau Minggu, bila tidak berkumpul di basecamp, Moonbin akan langsung berlari ke rumah tetangga sebelah, yaitu rumah Sinbi. Walau hari masih pagi dan ia belum mandi, Moonbin tetap saja pergi ke rumah Sinbi untuk sarapan bersama.
Satu-satunya tempat dimana Moonbin akan betah untuk seharian berada di tempat yang sama ialah rumah Sinbi. Meskipun rumahnya jauh lebih besar dan lebih lengkap dari rumah Sinbi, tetap saja Moonbin lebih memilih untuk berada di rumah gadis itu.
Bermain kartu , memasak bersama, menonton drama korea adalah hal yang biasa Moonbin dan Sinbi lakukan saat di rumah.
Entah sihir apa yang dimiliki oleh Sinbi, yang dapat membuat seorang Moonbin Alexander patuh dan tunduk.
"Bin.... Mama mau ngomong..."
Moonbin lantas menyeringai mendengar seucap kata keluar dari bibir ibunya. "Ngomong apa lagi ma? Tentang pernikahan mama?"
"Tujuan mama nikah lagi apa?" lanjut Moonbin dengan mata yang menatap tajam ibunya. "Mama mau buat suami mama meninggal lagi kayak papa dulu?"
Plakkk!
Satu tamparan keras mendarat di pipi kiri Moonbin.
"Moonbin! Jaga mulut kamu!" Teriak sang ibu dengan suara cukup lantang.
Senyuman pahit seketika terlihat dari bibir Moonbin. Bahkan tamparan ibunya terasa sama sekali tidak sakit di pipinya.
Rasa sakit yang ia rasakan jauh lebih sakit ketika kala itu, kala dimana ia kehilangan sang ayah.
Ayahnya, orang yang paling Moonbin sayangi di dunia ini telah pergi meninggalkan dirinya sejak ia berumur 5 tahun.
Dan penyebab semua hal tersebut adalah ibu Moonbin sendiri.
Bukan. Bukan seratus persen kesalahan ibu Moonbin, namun anak laki-lakinya masih meyakini hal itu sampai detik ini.
Dari dulu hingga sekarang, ibu Moonbin selalu bekerja siang dan malam. Beliau-lah yang memang menafkahi keluarga mereka sejak dulu.
Bagai tertukar, ayah Moonbin yang malah berada di rumah setiap hari dan mengurusi Moonbin. Menemaninya di kala apapun, disaat ia benar-benar membutuhkan sosok orang tua di masa pertumbuhannya.
Bisa membayangkan betapa hancurnya Moonbin kecil yang saat itu masih berumur 5 tahun ketika ayahnya meninggal dunia?
Hidup Moonbin selama hampir 20 tahun di dunia ini selalu sengsara. Hanya Sinbi yang dapat menenangkan hatinya. Uang dan harta sama sekali tidak bisa mengobati luka hatinya yang masih utuh hingga saat ini.
"Bin, mama belum selesai ngomo—"
Satu dentuman keras terdengar lantang dari arah pintu. Sudah tidak tahan lagi, Moonbin langsung berlari ke rumah Sinbi dengan hanya membawa ponselnya.
Ia masuk kedalam, mendapati Sinbi yang sedang menonton berita televisi diatas kursi rodanya.
"Bii..." lirih Moonbin pelan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heterochromia Irridium || Yoon Sanha
Fanfiction"Lo itu unik. Gue sama sekali gak ada niatan buat ngehina perbedaan yang lo punya. Justru karena itu, gue jadi tertarik buat lebih deket sama lo." Itu kalimat yang selalu dilontarkan Sanha kepada Lucy, si gadis pemilik warna iris mata yang berbeda...