Hanya sebuah suara dari hembusan AC yang menghiasi ruang berdinding putih ini. Sunyi, sangat sunyi.
Benar kata orang. Hanya dengan sebuah pelukan dari orang terkasih, semua masalah berat terasa sedikit ringan.
Pelukan Lucy saat ini dapat membuat Sanha sedikit tenang, walaupun tangisannya masih tidak dapat ia tahan sedari tadi.
Sanha menangis. Menangis sejadi-jadinya di pelukan sang gadis. Mengkhawatirkan nasib sang ibu yang sekarang terbaring tak sadarkan diri di kasur rumah sakit.
Benar dugaannya tadi. Penyebab ibunya menjadi seperti ini adalah bertengkar dengan sang ayah. Jinjin telah menceritakan semua kejadian di rumah tadi sore sebelum ia membawa ayah mereka pulang ke rumah barusan.
Hampir setiap hari Sanha dapat mendengar suara bentakan ayahnya terhadap ibunya yang entah ada masalah apa.
Apakah ibunya kurang baik? Ah, Sanha rasa tidak. Alasannya bukan itu.
Ibu Sanha yang merupakan ibu tiri Jinjin itu selalu berbuat baik, bahkan sangat baik terhadap ayah mereka.
Setiap pagi ibunya bangun pukul 4 pagi. Menyiapkan sarapan untuk mereka berempat. Siangnya, ia akan buru-buru ke kantor ayah Sanha untuk mengirim bekal makan siang.
Dan pada malam hari... Sungguh, Sanha selalu geleng-geleng kepala melihat sikap ibunya setiap malam.
Beliau tidak akan mau makan bila suaminya belum pulang. Tak jarang pula beliau tertidur di ruang tamu dan belum makan malam, menunggu kedatangan ayah Sanha yang sering pulang saat subuh.
Berulang kali Sanha ingin menegur perlakuan ayah kandungnya itu kepada ibunya, namun berulang kali pula ibunya melarang.
Rasa marah dan kesal selalu terbesit di benak Sanha. Namun ia menahan semua itu di dalam dirinya sendiri, melihat betapa cintanya sang ibu kepada ayahnya.
Sanha berpikir, cukup dirinya saja yang merasakan kepahitan. Cukup dirinya saja yang merasa terlupakan oleh ayahnya, jangan ibunya.
Sanha sadar, sangat sadar bahwa dia hanyalah anak kedua dari ayahnya, serta seorang anak yang lahir sebelum kedua orang tuanya resmi menikah.
Ya, benar. Sanha adalah hasil dari hubungan terlarang yang terjadi sekitar 17 tahun yang lalu. Saat itu, ayahnya yang frustasi atas kematian istri pertamanya, melampiaskan kesedihannya kepada ibu Sanha.
Andai saja malam itu tidak pernah terjadi. Mungkin Sanha tidak akan pernah terlahir di dunia ini, bertemu dengan ayah yang terlihat tidak pernah menyayangi dirinya sebagai seorang anak.
Bila mendengar semua cerita menyedihkan tersebut, tentu saja orang akan tahu alasan mengapa pernikahan itu terjadi.
Sanha sudah bisa terima perlakuan kurang adil yang dilakukan ayahnya kepadanya. Mulai dari pakaian, kendaraan, serta barang-barang lainnya.
Berbagi kamar dengan Jinjin tidak membuat dirinya mendapatkan barang yang sama dengan sang kakak. Lemari besar berwarna coklat muda yang terpampang di kamar mereka hanya memang penuh, namun pakaian milik Sanha hanya seperlima, dan sisanya milik Jinjin.
Kasur mereka pun berbeda. Jinjin memakai kasur berukuran besar dengan kualitas terbaik yang sangat empuk dan nyaman. Sekalinya sebuah pir kasur itu copot atau menonjol, sang ayah langsung menggantinya tanpa diminta.
Sementara Sanha? Ia memakai kasur berkualitas biasa yang sudah tidak pernah diganti sejak 5 tahun terakhir.
Perihal kendaraan adalah hal yang paling menonjol diantara keduanya. Jinjin diberikan sebuah mobil mewah serta motor sport tanpa harus memintanya susah-susah. Mobil memang diberikan secara khusus, sedangkan motor memang Jinjin yang meminta sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Heterochromia Irridium || Yoon Sanha
Fanfiction"Lo itu unik. Gue sama sekali gak ada niatan buat ngehina perbedaan yang lo punya. Justru karena itu, gue jadi tertarik buat lebih deket sama lo." Itu kalimat yang selalu dilontarkan Sanha kepada Lucy, si gadis pemilik warna iris mata yang berbeda...