29 | Jimat Penyelamat

23.2K 1.3K 54
                                    

Ednan menghentikan langkahnya. Napasnya memburu menatap ruang rawat Javis yang tertutup rapat.

Tatapan kosongnya menyapu keadaan sekitar. Mamanya yang terlihat berjongkok di samping pintu, terisak dengan kedua tangan menutup wajahnya. Dini yang menangis di dekapan Aryo. Lalu Ibu Nata yang hanya duduk diam di kursi tunggu dengan tatapannya kosong dengan helaan napas berat. Seakan tidak memiliki semangat hidup lagi.

Perlahan Ednan melangkahkan kakinya lunglai. Menyandarkan punggungnya pada dinding di samping pintu ruang rawat Javis. Dadanya bergemuruh kala rasa takut meruak memenuhi dadanya.

Bagaimana jika Javis tidak bisa diselamatkan? Bagaimana jika Javis meninggalkannya? Tubuh Ednan seketika merosot. Terasa sudah tidak memiliki tenaga lagi. Dia takut, sangat.

Tuhan, bukankah sudah cukup hukuman yang Ednan terima? Sekarang Ednan mohon selamatkan anaknya. Selamatkan Javis!

Manik Ednan terpejam. Menyembunyikan wajah kusutnya di dalam telapak lebarnya. Segala doa sudah dia rapalkan sejak tadi. Kini hanya menunggu yang bisa benar-benar dia lakukan. Semoga Tuhan akan bermurah hati pada dirinya yang berdosa.

Kala pintu terbuka, seketika semua orang tersentak. Ednan yang pertama kali menghadang Ricky dengan wajah lelahnya. Lelaki itu menghela napasnya, membuat Ednan seperti tercekik. Dia sangat menunggu lelaki di hadapannya itu membuka suara.

"Kami berhasil menyelamatkan Javis." Satu kalimat itu membuat Ednan merasa begitu lega. "Namun kondisinya masih tetap belum stabil. Saat ini yang bisa kita lakukan hanya menunggu, semoga ada keajaiban agar Javis bisa melewati masa kritisnya," lanjut lelaki itu.

Tubuh Ednan bagai kembali dihempas setelah merasa diterbangkan. Tubuhnya lemas seketika, hingga kini dia harus menopang tubuhnya dengan sebelah tanggan yang bertumpu pada dinding.

Sebenarnya apa lagi yang Tuhan siapkan untuknya?

***

Ednan menatap lurus dinding putih di hadapannya. Tatapannya begitu kosong. Hembusan napas panjang lolos dari hidung mancungnya. Sudah lebih dari satu minggu sejak kecelakaan itu. Semua masih terasa sama, mencekam dan menyesakkan. Memaksa Ednan untuk siap pada setiap kemungkinan di setiap detiknya.

Maniknya terpejam, masih memikirkan kondisi Javis yang sempat menurun beberapa hari yang lalu. Namun sepertinya Tuhan masih bermurah hati pada Ednan. Javis berhasil melewati masa kritisnya. Saat ini kondisinya sudah mulai stabil. Begitu juga dengan Becky, meski dengan kenyataan pahit jika gadis cantik itu terancam kehilangan pengelihatannya.

Berbeda dengan Nata yang masih setia dengan kondisi komanya. Kerusakan organ dalam yang menyebabkan wanita itu masih setia pada tidur lelapnya. Membuat dada Ednan semakin sesak luar biasa. Bahkan jika ada penggambaran yang lebih mengerikan dari sekedar mayat berjalan, mungkin adalah sosok Ednan saat ini.

Tubuh tegapnya terlihat mulai mengurus, bahkan tulang pipinya mencuat sangat ketara. Janggut tipis bahkan mulai nampak tumbuh di sekitar wajahnya. Sungguh, wajah tampannya terlihat sangat berantakan.

Ednan tertegun sesaat. Netrnya menatap sebuah lolipop yang disodorkan ke arahnya. Maniknya bergerak, hingga api birunya bertemu dengan sosok gadis kecil dengan lolipop di mulutnya. Menatap Ednan dengan binar menggemaskan.

"Permen untuk Paman," ucap gadis kecil itu, kembali menyodorkan satu lolipop lain ke hadapan Ednan.

Senyum Ednan merekah tiba-tiba. Sungguh, gadis yang berusia sekitar lima tahun itu mengigatkannya pada gadis kecilnya yang sedang berjuang di dalam sana. Ednan menerima uluran permen gadis itu, masih dengan senyum di wajahnya.

Hello The Pass ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang