WARNING! DAERAH RAWAN EMOSI
---------------------○°○---------------------
Ednan menegak minuman beralkohol di depannya. Berapa kali pun pegawai menuangkannya, Ednan segera menegaknya. Seperti tidak bisa membiarkan cairan itu berlama-lama dalam gelasnya.
Pikirannya kacau, sangat. Dan Ednan butuh sesuatu yang bisa mengenyahkan semua beban yang bersemayam dalam dirinya.
Ednan menegakkan pandangannya. Menatap kosong jajaran botol minuman beralkohol yang tertata dengan rapi. Kenapa menjadi seperti ini? Sebenarnya bagian mana yang salah dalam dirinya?
Dengan cepat kening Ednan jatuh ke atas meja bar. Cukup keras hingga membuat beberapa orang di dekatnya berjingkat.
Sungguh, bukan seperti ini yang Ednan harapkan.
"Ed?" Panggilan lembut itu membuat kepala Ednan terangkat perlahan. Manik birunya yang mulai berkunang menatap sosok yang berdiri di sampingnya.
Dapat Ednan lihat raut wajah itu yang terlihat cemas. Senyum Ednan merekah tipis. Mendengus kecil seperti tengah mengolok pada dirinya sendiri.
"Eveline," panggilnya. Suaranya terdengar mulai melantur.
Eveline sedikit tersentak saat dengan cepat Ednan menegakkan tubuhnya. Menatap ke arahnya dengan wajah berantakan. "Kau mabuk?" Tanyanya.
Ednan hanya melebarkan senyumnya. "Eveline," ulangnya dengan menunjuk wanita yang terlihat bingung di tempatnya. "Eveline, Eveline, Eveline." Ednan mengulang beberapa kali dengan suara paraunya.
Sadar akan Ednan yang benar-benar mabuk Eveline hanya menghela napasnya. Wanita itu memutar matanya jengah. Lihatlah lelaki yang kini sangat mabuk di hadapannya. Kepalanya yang tertunduk dengan bibir yang terus merancau namanya.
Segera Eveline membantu lelaki itu bangkit. Memapahnya sedikit terhuyung karena badan bongsor Ednan yang cukup berat. "Sadarlah Ed," Eveline berucap sembari membawa tubuh lelaki itu bersamanya.
Setelah sampai di luar, Eveline berhenti di pinggir jalan menunggu taksi datang menjemputnya.
"Bukankah itu Ednan?" Sesaat seorang lelaki bersuara. Sedangkan lelaki lain yang ada di sampingnya tampak menoleh, menatap arah telunjuk lelaki yang bersamanya.
Ricky dan Devan, menatap lurus Ednan yang tampak di kejauhan. Terlihat dengan seorang wanita yang memapahnya.
Kening Ricky berkerut. Segera dia berjalan tergesa menghampiri Ednan dan wanita itu yang kini sudah masuk ke dalam taksi. "Sial," umpatnya setelah taksi itu benar-benar pergi.
Segera dia merogoh sakunya. Mengeluarkan benda pintar miliknya. Beberapa saat dia terlihat menghubungi seseorang. Namun tidak ada jawaban. "Sial!" Kembali Ricky mengumpat, menendang jalan yang menjadi pijakannya.
"Apa kita perlu menghubungi Nata?" Suara Devan yang menghampiri Ricky.
Ricky yang tampak kesal itu menoleh, "Jangan. Nata pasti akan sangat khawatir jika kita menghubunginya sekarang," ucapnya. Matanya mengkilap dengan kesal. Seharusnya Ednan sadar jika dia memiliki toleransi alkohol yang buruk. Bagaimana mungkin dia bisa sampai mabuk seperti itu?
Dan tunggu, siapa wanita yang bersama Ednan tadi? Kenapa terlihat seperti tidak asing baginya?
"Dasar bodoh!" Devan sedikit berjingkat saat Ricky memaki dengan kesal.
Keningnya berkerut bingung. "Kau mengatakannya untukku?"
Pertanyaan Devan yang terdengar polos itu membuat Ricky tercengang. Oh astaga ada apa dengan sahabat-sahabatnya? Ricky menggeram kesal, lantas berlalu meninggalkan Devan yang masih setia dengan kebingungannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello The Pass ✔
Storie d'amore[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [11/09/'18] [02/10/'19]