[C O M P L E T E]
[SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY]
"Apa kabar, Ed?"
Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan?
[11/09/'18]
[02/10/'19]
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Wanita memaafkan bukan berarti dia melupakan. Luka miliknya akan selamanya membekas di dalam dirinya. ~Natasya Anggraini~ . . . . .
Malam dingin terasa semakin dingin. Semilir angin yang menghantarkan kabar kepiluan, memeluk tubuh ringkih Nata di dalam gelap malam. Manik cokelat meneduhkan miliknya menatap sendu album yang sejak tadi berada di atas pangkuannya.
Kembali jemari lentiknya membuka lembaran yang menjadi saksi kebahagian keluarganya, dulu. Ya, dulu. Rasanya begitu menyakitkan saat melihat senyum kebahagiaan yang seakan menertawakan keadaannya saat ini. Bukankah dulu keluarga mereka begitu bahagia? Bukankah mereka keluarga yang saling mencintai? Lalu mengapa semua menjadi seperti ini?
Air mata luruh begitu saja tanpa diperintah, membawa luka yang sejak lama dia pendam sendiri. Dengan cepat jemari lentik itu menghapus sungai kecil yang terbentuk di pipi mulusnya. Sungguh, dia ingin bertahan tapi kenapa terasa begitu berat? Benarkah semua akan kembali seperti semula?
Nata menutup album di pangkuannya, mendongakan wajah menatap langit-langit yang terasa mengintimidasi. Menertawakan Nata yang begitu lemah. Dia sudah berusaha bertahan, namun waktu membuat semuanya terasa semakin berat. Sanggupkah punggung kecilnya memikul semua beban ini?
Tangisnya akhirnya pecah. Perasaannya benar-benar tidak mampu menahan semua sesak yang ingin meledak. Menghancurkannya menjadi kepingan terkecil.
Tuhan bolehkah dia mengeluh saat ini? Dia sungguh tidak sanggup menahan semuanya. Semua terasa menyakitkan.
Tangis yang memilukan akhirnya meruak memenuhi penjuru kamar. Menemani malam yang semakin kelam. Bunyi denting jam yang menunjukkan pukul tiga dini hari menjadi saksi bisu. Bagaimana hati yang mencoba kuat akhirnya hancur bersama raganya.
Sungguh, takdir begitu kejam padanya!
***
Entah sudah berapa lama Nata hanya menatap kosong meja di depannya. Hingga sebuah tepukan di bahu membawa kembali kesadarannya. Segera tubuhnya yang terlihat semakin kurus memutar, menatap sosok yang berdiri di sampingnya.
Seorang gadis cantik tengah menatapnya lirih. "Biar saya saja yang membersihkan mejanya, Bu Nata sebaiknya istirahat. Sepertinya akhir-akhir ini Ibu sedang banyak pikiran," tuturnya.
Nata menegakkan tubuhnya, tersenyum lembut ke arah seorang pegawainya. "Baikalah kalau begitu. Terimakasih banyak, Niyu," jawabnya lembut.
Baru saja Nata membawa langkahnya, bunyi bel pintu berdenting. Membawa pandangannya untuk bertemu pada seorang yang menelisik masuk. Seketika netranya melebar dengan napas tercekat. Dia, wanita yang kini berdiri dengan senyum remeh menatap Nata lurus.