21 | Kebenaran

22.8K 1.5K 169
                                    

Memberi kesempatan kedua mungkin mudah

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Memberi kesempatan kedua mungkin mudah. Tapi kesempatan ketiga, itu hanya kebodohan.
~Natasya Anggraini~
.
.
.
.

Langkah Ednan begitu tergesa, bahkan bisa dikatakan dia setengah berlari saat ini. Segera dia menuju kamar utama. Tempat di mana dia bisa menemukan seorang yang menjadi pusat pikirannya. Dengan napas terengah Ednan memutar knop pintu di hadapannya. Segera maniknya bertemu dengan wanita cantik yang sedang merapikan tempat tidur mereka. Terlihat begitu cantik dengan gaun bermotif bunga.

Napas Ednan terengah. Melangkahkan kaki untuk semakin mendekat. Kelegaan yang terasa semu meruak di dalam dadanya. Bisakah dia meminta Nata untuk selalu di sampingnya?

Kedua lengan memeluk erat tubuh kurus wanita itu. Membuat Nata berjingkat, kaget. "Mas?" Gumamnya bingung.

Ednan tidak membalas. Dia hanya membenamkan wajahnya pada ceruk wanitanya. Memejamkan maniknya dan menghirup aroma tubuh Nata yang begitu menenangkan. Dialah candu bagi Ednan. Segalanya untuk lelaki itu. Pusat rotasi Ednan untuk terus hidup. Tuhan izinkan Nata untuk selalu di sisinya. Dia sadar dia sangat berdosa. Dia berjanji akan menebusnya. Sebab itulah, jangan biarkan keluarganya hancur.

Nata yang sejak tadi merasa bingung, hanya diam di tempat. Perlahan jemarinya terangkat, mengusap lembut lengan Ednan yang memeluk perutnya. Beberapa saat mereka seperti itu. Begitu tenang namun terasa sendu.

Perlahan manik Nata tertutup. Merasakan firasat buruk yang tiba-tiba saja menyergap. Apakah Ednan sudah mengetahuinya? Batinnya berbicara.

Senyum terkulum begitu miris. Ternyata Tuhan tidak mengizinkan kebahagiaannya bertahan lebih lama. Sengaja Nata tidak mengatakannya agar keluarganya bisa merasakan kebahagiaan sedikit lebih lama. Namun sepertinya kini Ednan sudah mengetahuinya.

Nata hendak melepaskan dirinya sebelum Ednan semakin mengeratkan pelukannya. "Kumohon biarkan seperti ini," lirihnya.

Kembali manik cokelat meneduhkan itu terpejam, bersama dengan sebulir kristal luruh dari pelupuk kirinya. Menghantarkan sesak semakin membuncah dalam dadanya.

"Maafkan aku, Nata. Maafkan aku," lirih Ednan. Perlahan tangisnya tidak bisa lagi dia bendung. Merasa begitu berdosa pada wanitanya. Apakah dirinya masih pantas mendapatkan maaf dari wanitanya?

Isakan Nata pecah saat itu juga. Punggungnya bergetar begitu menyakitkan. Sungguh, kenapa kata maaf sangat sulit terucap dari bibirnya? Sebegitu besarkah luka yang dia sembunyikan selama ini?

"Aku sadar, aku begitu berdosa kepadamu. Aku selalu menyakitimu, aku selalu membuatmu menangis. Tapi bisakah kau memaafkanku sekali lagi? Aku janji-"

"Berhenti berjanji jika Mas tidak bisa menepatinya," potong Nata cepat. Entah keberanian darimana Nata bisa membalas perkataan suaminya. Selama ini dia selalu berusaha menjadi istri yang baik. Namun rasanya sudah terlalu banyak kekalahan yang dia terima. Apakah Ednan tidak sadar jika hati Nata pun bisa hancur?

Hello The Pass ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang