Akhirnya aku kalah sama kalian yang minta double up. Kalian memang hebat 👏
Tolong bantu koreksi kalo ada typo, karena aku cuma baca ini sekali.
------------------------○°○------------------------
Sejak kejadian semalam. Keluarga itu terasa berubah, semuanya menjadi hening dan dingin. Bahkan pagi yang biasanya diisi dengan ritual sarapan yang hangat, kini hanya terlihat Nata dan Becky. Tidak ada lagi kedua lelaki tampan yang biasanya ikut menambah kehangatan. Javis sudah berangkat ke sekolah sejak pagi tadi, begitu pun dengan Ednan yang sudah pergi ke kantor. Tanpa sadar Nata menghela napas panjang.
"Mama kenapa?"
Manik Nata berputar cepat, menatap Becky yang kini juga menatapnya. Manik biru yang berbinar itu memberikan energi positif bagi Nata, senyumnya perlahan merekah.
"Mama tidak apa-apa, Sayang," ucapnya lembut. Mengelus pipi tembam Becky dengan ibu jarinya.
Gadis kecil itu mengangguk-anggukan kepalanya lucu. Menyuapkan sarapannya ke dalam mulut. "Papa sama Kakak kemana Ma? Kenapa mereka tidak ikut sarapan?" Becky kembali menoleh pada ibunya, menanyakan pertanyaan yang membuat Nata kembali menghela napasnya.
"Papa sudah pergi ke kantor, begitupun Kakak yang sudah ke sekolah. Sekarang Becky juga cepat habiskan sarapannya, lalu berangkat ke sekolah," ucap Nata mengusap lembut kepala gadis itu.
Senyum Becky merekah, lalu mengangguk dengan mantap. Mengundang senyum Nata untuk kembali merekah.
Sungguh, dia merasa beruntung memiliki malaikat di hidupnya. Becky benar-benar membuatnya merasa sedikit lebih baik. Setidaknya sekarang beban Nata seperti sedikit terangkat. Maniknya beralih pada kursi kosong, tempat biasanya Javis dan Ednan berada. Nata menatap miris. Dia hanya berharap semua akan baik-baik saja dan kembali seperti semula.
***
Ednan terlihat kehilangan fokusnya sejak datang ke kantor. Entah mengapa tatapan lelaki itu terlihat begitu kosong. Hanya dia dan Tuhan yang tahu jawabannya. Namun, bukankah seharusnya lelaki itu bersikap profesional seperti biasanya?
"Pak Ednan?" Ednan sedikit berjingkat saat Lina memanggilnya pelan. Dia menoleh ke arah sekretarisnya. Wanita itu mengisyaratkan pada Ednan untuk memberikan respon pada lelaki yang berdiri di depan.
Ednan menolehkan kepalanya. Astaga benar! Saat ini Ednan melakukan rapat dengan pegawainya. Namun pikirannya benar-benar tidak bisa terkendali. Dirinya masih memikirkan keluarganya yang membuatnya begitu frustasi.
"Maaf, kita lanjutkan meeting-nya lain kali," ucap Ednan membuat semua orang terkejut.
Tanpa menghiraukan semua orang Ednan segera bangkit. Meninggalkan ruang rapat yang membuatnya semakin pusing. Segera dia melangkah ke ruangannya, merebahkan tubuhnya ke kursi kebesarannya. Memijit pelipisnya yang terasa berdenyut.
Kenapa semua terasa menyakitkan? Sebenarnya dari mana awal semua kehancuran ini terjadi? Apa yang sudah dia lakukan? Kenapa semua orang menyalahkannya?
Ednan memejamkan matanya sejenak, sebelum akhirnya membukanya kembali. Dia meraih ponselnya yang ada di saku jasnya. Menatap kontak seseorang yang tertera di sana. Beberapa saat dia hanya diam, seperti menimbang sesuatu. Sebelum akhirnya dia menekan tombol dial.
Beberapa saat Ednan menunggu, namun hingga nada terakhir panggilan tak kunjung terjawab. Hingga akhirnya nada dari operator membuat keningnya berkerut. Kembali dia mencobanya lagi, tapi hasilnya masih sama. Ednan menjauhkan ponselnya, menatap benda persegi yang ada di genggamannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello The Pass ✔
Romance[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [11/09/'18] [02/10/'19]