"Aaaa!!!" Teriakan yang menggema bersama dengan vas kaca yang bertemu dengan lantai.
Manik kehijauan itu menajam, napasnya memburu menatap serpihan kaca yang kini berserakan di lantai. "Sialan kau, Ed! Aku bersumpah akan menghancurkan kalian semua!" Geram Eveline. Api kemarahan terlihat membara di dalam netranya.
Sudah satu tahun hidup Eveline seperti neraka. Terisolasi di tempat terpencil seperti ini membuatnya benar-benar muak. Belum lagi semua akses yang seperti diboikot, membuat hidupnya begitu susah.
Sejak Ednan mengetahui maksud dari tujuannya, semua berubah menjadi kacau. Mulai dari rumor tentang hubungannya dengan bos batu bara yang tiba-tiba terekspos, membuatnya harus berhadapan dengan istri lelaki sialan itu yang seperti wanita bar-bar. Lalu membuatnya semakin sulit menemukan lelaki berdompet tebal. Setelah itu dilanjut dengan investasi yang ternyata adalah penipuan belaka, membawa semua uang yang sudah Eveline kumpulkan. Tak hanya itu, malangnya semua rekan bisnisnya tiba-tiba memutus kontrak begitu saja. Hingga toko bunga yang dia miliki akhirnya harus rela dia jual dan pindah ke desa kecil di pinggir kota.
Lagi, entah kenapa setiap Eveline ingin pergi dari negeri ini semua hancur berantakan. Selalu saja ada yang seperti menahannya untuk tetap tinggal di negeri yang seperti neraka baginya. Seperti beberapa saat yang lalu, Eveline tiba-tiba menerima panggilan konfirmasi pembatalan untuk kepergiannya yang bahkan tidak pernah dia lakukan.
Eveline yakin, lelaki bermanik biru itulah dalangnya. Siapa lagi yang mampu menghancurkan kehidupan Eveline seperti ini jika bukan Ednan? Seharusnya Eveline sadar, Ednan tetaplah Ednan. Meski lelaki itu bisa menjadi sangat murah hati. Namun, dia akan menjadi sangat kejam saat menyangkut balas dendam.
Dering ponsel milik Eveline berbunyi, menginterupsi pemikirannya yang berkelana. Netra hijau itu dengan cepat beralih pada benda persegi yang masih dalam genggamannya.
"Aku menemukannya."
Hanya pernyataan singkat yang membuat senyum Eveline mengulum seketika. Segera dia menurunkan kembali ponselnya. Menyeringai dengan begitu menakutkan. Setelah begitu lama Eveline mencari wanita sialan itu, akhirnya dia menemukannya. Tidak sia-sia Eveline menghabiskan sisa uangnya untuk terus mencari keberadaannya.
Tunggu pembalasanku, Ed!
***
"Sudah, Tuan," tutur Robbin, nadanya tegas dengan wajah dingin seperti biasa.
Ednan menatap lurus ke depan. Senyum miring jelas tercetak di bibir tipisnya. Seperti biasa, hanya sebuah hadiah kecil untuk mantan kekasihnya. Bukankah wanita itu yang menginginkan untuk tinggal di negara ini? Maka dengan senang hati Ednan akan membuatnya tetap tinggal. Meski dengan kado-kado kecil yang Ednan berikan sebagai hadiah.
Manik Ednan menajam. Mereka berdualah yang membuat kekacauan ini. Jadi tidak adil bukan jika Eveline meninggalkan Ednan sendirian di sini? Ibarat Ednan harus masuk ke neraka maka dengan senang hati dia akan mengajak Eveline bersamanya.
Ednan kembali menatap Robbin. Kali ini tatapannya lebih sendu. "Kau sudah menyiapkan keberangkatanku?"
"Sesuai yang Tuan minta, saya mengambil penerbangan untuk malam ini."
Ednan mendesah sesaat, sebelum bangkit dari sofa. Berjalan menghampiri Robbin yang masih berdiri di tempat, lantas sebuah tepukan pelan Ednan sematkan di pundak lelaki itu.
"Kau bisa pulang sekarang. Aku akan ke sana sendiri," ucap Ednan hangat. Baru saja Robbin hendak protes, Ednan kembali buka suara. "Tidak ada bantahan. Ini perintah," ucapnya mutlak.
"Arka pasti menunggu ayahnya di rumah. Kau bisa mengajaknya pergi berlibur selama aku tidak ada," lanjut lelaki itu sebelum pergi meninggalkan Robbin yang membungkukkan badannya sekilas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello The Pass ✔
Romance[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [11/09/'18] [02/10/'19]