02 | Pertemuan Pertama

19.8K 1.2K 42
                                    

"Aku ada di Jakarta, Ed. Bukankah seharusnya kau datang menjenguk teman lamamu ini?"

Jawaban dari seberang itu membuat tubuh Ednan kelu seketika. Dia yakin dia salah dengar. Ednan yakin wanita itu tidak mungkin datang kemari, jika benar begitu, apa maksudnya semua ini?

"Apa kau mendengarku, Ed?" Tanya suara dari seberang kala tidak ada sahutan dari lawan bicaranya.

"Apa maumu?" Suara Ednan kembali mengalun. Terdengar begitu dingin dan tidak bersahabat sama sekali.

Terdengar helaan kecewa, "Kau masih sangat membenciku rupanya?" Suara dari seberang mengalun lirih, "Apa yang harus aku lalukan agar kau mau memaafkanku, Ed?"

Ednan terdiam, sama sekali tidak goyah dengan suara Eveline yang mulai terdengar memelas.

Wanita itu kembali menghela napasnya, "Aku sudah menerima balasan dari perbuatanku, Ed," lanjutnya melukis sebuah kernyitan tipis di kening Ednan. "Aku dan Louis.. kami sudah berpisah."

Diam. Ednan tidak menyahut sepatah katapun. Dia hanya terus mendengarkan Eveline yang menuturkan setiap kata untuknya. Sungguh, Ednan tidak tahu harus bereaksi seperti apa. Sisi dari dirinya mengatakan untuk tetap menjauhi wanita ini, namun di sisi lain Ednan merasa.. prihatin!

Tanpa sadar Ednan menghela napasnya.

Terdengar dengusan yang begitu miris, "Aku sangat menyedihkan, bukan?" Tanyanya yang lagi-lagi tidak menuai sahutan dari Ednan. "Aku tahu kau pasti tidak senang dengan kehadiranku. Tapi sungguh, aku tidak punya tempat lain sebagai tujuan. Jika kau masih begitu membenciku, tidak apa-apa, Ed. Aku memang pantas mendapatkannya."

"Dan kau tenang saja aku tidak akan mengganggu kehidupanmu. Sungguh, aku hanya ingin menyapa. Maafkan aku jika maksud baikku malah mengganggumu. Ku pikir karena aku akan menetap di sini, dan karena kau juga sudah lama tinggal disini, aku bisa meminta sedikit bantuan. Tapi aku rasa, aku terlalu tidak tahu diri," terdengar tawa yang begitu miris. Setelah dengusan pelan Eveline kembali berkata, "Sekali lagi maafkan aku atas apa yang aku lakukan dulu. Aku harap kau bahagia, Ed."

Hingga panggilan berakhir Ednan masih tidak mengatakan apapun. Sebenarnya apa yang dia rasakan saat ini?

Ednan sadar dia bukan lelaki yang cepat peka pada perasaanya. Namun, dia seperti harus mengubah sedikit egonya. Bukankah kemarin dia berpikir untuk memperbaiki keadaan ini?

Lalu bagaimana dengan Nata? Ednan menghela rendah. Dia akan membicarakannya dengan wanita itu nanti. Lagipula dia tidak melakukan hal lain, dia hanya ingin membantu teman lamanya. Ya, hanya itu.

Di sisi lain, Eveline terlihat menggenggam erat ponsel di tangannya. Pandangannya tampak begitu kosong menatap tumpukan kardus di depannya.

Apakah dia salah jika ingin memperbaiki hubungan dengan teman lama? Lagipula, dia hanya bermaksud menyapa, bukan?

***

Untuk kesekian kali Ednan menghela napasnya. Matanya menatap sebuah ruko kecil di seberang jalan dari balik kaca mobilnya. Itukah tempat wanita itu berada?

Ada rasa miris yang Ednan rasakan. Ednan tahu bagaimana Eveline yang sangat menyukai kemewahan, namun kali ini lihatlah tempat itu, terlihat kumuh dan sangat sempit. Sangat tidak cocok dengan image seorang Eveline yang dulu dia kenal.

Jadi, mungkinkah wanita itu benar-benar sudah berubah?

Ednan mengalihkan pandangannya pada lelaki setengah baya yang ada di balik kemudi, "Tunggu di sini."

"Baik, Tuan," jawab Santo.

Setelahnya Ednan segera turun dari mobil. Menghela napasnya sejenak sebelum akhirnya mulai melangkahkan kakinya. Berjalan menyeberangi jalan yang tampak sepi. Dan di sinilah dia, berdiri dengan ragu di depan sebuah ruko kecil yang terlihat kumuh.

Hello The Pass ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang