Nata memacu mobilnya dengan bingung. Pikirannya masih begitu cemas. Jika Ednan tidak ada di kantor lantas dimana lelaki itu?
Pikirannya mulai kembali tidak tenang. Beberapa kali dia mencoba menghubungi lelaki itu namun ponselnya selalu saja tidak aktif. Nata cemas. Dia takut terjadi sesuatu pada Ednan.
Nata menggigit bibir bawahnya. Maniknya menatap kanan kiri. Astaga rasanya Nata benar-benar tidak tahu apa yang dia lakukan. Sudah dua jam sejak dia meninggalkan kantor Ednan, dan kini dia hanya berkeliling dengan tidak ada tujuan.
Dia mengambil ponselnya. Sejenak meragu, lantas meletakkannya kembali. Jika dia menghubungi Ricky sekarang, lelaki itu pasti akan merasa khawatir. Nata mendesah.
Dimana Ednan sebenarnya?
Sebuah pemikiran tiba-tiba muncul di benaknya. Tangannya mencekam kemudi dengan kuat. Keningnya berkerut dengan wajahnya yang gusar.
Tidak mungkin! Nata mulai menyangkal pemikirannya. Benar Ednan tidak mungkin datang ke rumah wanita itu, bukan? Tapi mungkinkah? Nata mulai benar-benar meragu. Namun perlahan dia mulai melajukan mobilnya. Dia harus membuktikan jika firasatnya salah. Dia tidak seharusnya mencurigai suaminya sampai seperti ini.
Sekitar lima belas menit Nata tiba di sebuah toko bunga yang terlihat sepi. Dia memarkirkan mobilnya di tepi jalan. Sejenak meragu, menghela napas lantas dia membuka pintu mobilnya, namun belum sempat dia keluar. Gerakannya segera terhenti. Pupilnya melebar menatap lelaki yang keluar dari sana. Masih lengkap dengan setelan jas yang dipakainya semalam.
Ednan, benarkah dia bermalam di rumah wanita itu?
Jantungnya bagai ditarik keluar dari tempatnya. Sesak dan menyakitkan, luar biasa. Bagaimana mungkin lelaki itu benar ada di sana? Sebenarnya apa yang dilakukan lelaki itu?
Tanpa banyak berfikir, Nata segera keluar dari mobilnya. Berjalan menghampiri dua orang yang terlihat masih dalam percakapan dengan sesak di dadanya. Hingga manik kehijauan wanita itu menangkap sosok Nata. Cukup terkejut, hingga membuat Ednan ikut berpaling.
Napas Ednan tercekat. "Nata?" Cicitnya benar-benar terkejut. Bagaimana mungkin Nata bisa ada di sini?
Nata terdiam tidak memberikan reaksi apapun. Maniknya menatap dua orang itu bergantian. Hingga helaan napas keluar dari bibirnya yang sedikit bergetar. Dia berjalan mendekat ke arah Ednan, menatap wanita lain yang terkejut di depannya. Menatap wanita yang hanya diam itu sejenak.
Nata menyodorkan tangannya, mengulum senyum dengan ramah ke arah Eveline. "Kau pasti Eveline. Perkenalkan aku Nata. Istri Mas Ednan," ucapnya.
Eveline terdiam sesaat. Keningnya mengkerut tidak mengerti apa yang dilakukan wanita di depannya. Namun dia pun segera meraih uluran tangan Nata, "Eveline," balasnya.
Nata menarik tangannya. Menatap Ednan yang kaku di tempatnya sekilas. Lalu beralih pada Eveline, "Aku sudah mendengar banyak tentangmu dari Mas Ednan. Aku dengar Mas Ednan juga membantumu untuk pindah kemari?" Nata bersuara.
Eveline melirik Ednan sekilas. Lantas mengulum senyum pada Nata, "Benar Ednan sudah banyak sekali membantuku. Aku merasa sangat berterimakasih padanya, mungkin jika tanpa bantuannya aku akan sangat kesulitan di sini."
Nata melebarkan senyumnya. "Aku senang mendengarnya jika memang Mas Ednan sangat membantu. Jika kau butuh bantuan lain, jangan sungkan untuk menghubungiku. Kali ini aku yang akan siap untuk membantumu," Nata berucap lembut, masih dengan senyumannya yang merekah.
Eveline bungkam sejenak. Kening wanita itu berkerut tidak suka pada penuturan Nata. Eveline merasa seperti terselip makna lain di balik ucapan wanita itu. Membuat dada Eveline terasa panas.
![](https://img.wattpad.com/cover/154610196-288-k185729.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Hello The Pass ✔
Romance[C O M P L E T E] [SEQUEL OF BECAUSE OUR BABY] "Apa kabar, Ed?" Mungkinkah sapaan dari masa lalu bisa menghancurkan kehidupan rumah tangga Ednan? [11/09/'18] [02/10/'19]