18 | Sebuah Pesan

17K 1.2K 107
                                    

Ednan meletakkan tas milik Eveline, membalikkan badan bertatap dengan wanita yang masih berdiri di belakangnya. "Istirahatlah, aku akan pulang sekarang," ucapnya.

Eveline mengerutkan kening, "Kau akan langsung pulang?" Tanyanya yang langsung di jawab gumaman dengan anggukan sekilas oleh Ednan. Wanita itu menghela, "Istirahatlah sebentar. Kau tidak perlu buru-buru," cegahnya.

"Tidak, Eve. Aku harus segera pulang. Aku hanya datang untuk mengantarmu pulang. Dan lagi, Nata bersama anak-anak sudah kembali ke rumah, mereka pasti menungguku karena pergi begitu saja."

Eveline terdiam, jelas sekali rautnya menunjukkan rasa tidak suka yang tentu Ednan dapat membacanya. Lelaki itu menghela, "Sudah aku katakan Eve. Aku sangat mencintai Nata. Semua perasaan yang aku miliki untukmu, itu hanya sebuah masa lalu dan aku harap kau pun bisa menghapusnya. Karena sampai kapanpun aku tidak akan pernah meninggalkan istri dan anak-anakku," ucap Ednan lembut, meski nadanya terdengar tegas.

Eveline menundukkan pandangannya, "Ya, aku tahu, Ed. Aku pun tidak berharap banyak. Aku tidak berharap kau akan membalas perasaanku. Hanya saja-" Eveline kembali bertatap dengan netra biru Ednan. "Aku tidak bisa menghapuskan perasaanku padamu. Kumohon meski aku tidak bisa memilikimu, setidaknya jangan meminta hal yang tidak bisa aku lakukan."

Ednan terdiam, menatap manik kehijauan wanita itu mulai berkaca-kaca. Sejenak suasanan menjadi hening. Hanya tatapan mereka yang masih saling menyatu satu sama lain.

Beberapa saat hingga Eveline lagi-lagi menghela napasnya. "Istirahatlah sebentar. Aku akan buatkan kopi untukmu." Baru saja Ednan hendak membuka mulutnya, Eveline kembali menyela. "Hanya ini yang bisa aku berikan atas semua bantuanmu. Duduklah, aku akan buatkan kopinya sebentar," ucap Eveline, lantas melangkahkan kakinya meninggalkan Ednan yang hanya menatap punggungnya.

Lelaki itu kembali menghela berat, lantas mendudukkan bokongnya ke atas sofa. Kau sudah melakukan hal yang benar Ed. Dengan begini wanita itu tidak akan semakin berharap padamu.

***

Bulu mata lentik Nata perlahan mulai bergerak. Kelopaknya terbuka menampakkan manik cokelat meneduhkan. Nata menatap dirinya yang terbaring dengan Becky di pelukannya. Astaga, jam berapa sekarang? Segera Nata menatap waker yang ada di atas nakas. Jam baru menunjukkan pukul setengah lima pagi.

Nata bangkit dari tidurnya setelah menanamkan satu kecupan di pipi Becky. Dia menarik selimut Becky hingga sebatas dada. Lalu berjalan keluar, menuju kamarnya. Namun Nata harus dibuat bingung saat menatap ranjang besarnya kosong tak bertuan.

Ednan tidak pulang?

Pikiran buruk seketika hinggap di benaknya. Tidak mungkin bukan?

Nata meraih ponsel yang dia letakkan di atas nakas. Mencoba menghubungi lelaki itu, namun hingga dering berganti suara operator lelaki itu tidak juga mengangkat panggilannya. Beberapa kali Nata mencoba dan hasilnya tetap nihil.

Nata memejamkan matanya, menahan rasa nyeri yang kembali bergejolak di hatinya. Apa yang harus dia lakukan sekarang? Baru saja Nata berusaha menyusun kembali asanya, mengapa semua harus dihempaskan secepat ini?

Helaan napas berat menyapa pagi Nata yang tidak lagi sama, akankah semua kekusutan ini bisa terurai? Sebenarnya dari mana asal semua ini? Bagian mana yang harus dia perbaiki?

Tidak ingin terlalu berlarut, Nata melangkahkan kakinya menuju kamar mandi. Mungkin air dingin bisa sedikit menyegarkan pikirannya.

***

Suasana pagi di kediaman Calvin terlihat seperti biasa, terasa begitu hangat. Namun, hari ini sedikit berbeda. Ada seorang anggota baru yang tampak dingin berada di ujung, di samping Ashton. Manik Calvin beralih padanya, menatap anak lelaki yang tidak berselera dengan sarapannya.

Hello The Pass ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang