Bab 04 - Kebulatan Tekad dan Kehangatan (Bagian 2)

1.2K 134 21
                                    

Bab 04 (Bagian 2)

(Has been edited, by Radrael. Thursday, July 11, 2019)


"Fate, tolong bawakan tas-ku, ya." Pinta Michelle.

"Umm, serahkan saja padaku!"

"Ini tolong bawakan juga, ya." Tambah Erika.

"Baiklah!"

Dengan mencoba menegakan punggung, aku pun mulai berjalan mengikuti mereka berdua.

Membawa dua tas ukuran sedang sekaligus memanglah berat, tapi anggap saja aku sedang melatih tubuhku. Setidaknya, aku ingin membuktikan daya tahan tubuhku setelah menjadi lebih berotot.

Dari belakang, aku bisa melihat Erika yang berjalan terbalut jubah biru lautnya menggendong sebuah pedang laras panjang, akan tetapi bilahnya lebih ramping dan tipis. Membuatnya terlihat ringan dan elegan.

Itu adalah pedang yang Erika gunakan untuk membunuh Beruang Iblis waktu itu, ya ....

Hebatnya lagi, hanya satu tebasan.

Bentuk pedangnya tak terlalu rumit, pegangan pedang berwarna putih, penahan pedang yang meruncing ke salah satu sisi, bilah pedang tipis berwarna perak yang dilapisi sarung pedang pada bagian tengah, dan ujung lancip pedang berbentuk lengkungan halus.

Panjangnya bahkan hampir setinggi tubuhnya sendiri.

Aku bergeser pada Michelle yang berjalan di samping Erika.

Dia tak terlihat membawa apapun di kedua tangan selain sebuah tas kecil yang berada di samping pinggang, itu disembunyikan di balik jubah. Walaupun Michelle menyebutnya "tas", bagiku itu terlihat seperti wadah yang terbuat dari kulit.

Nah, wadah itu dia gunakan untuk menyimpan sebuah buku. Menurut Michelle, itu merupakan buku yang berisikan banyak mantra Sihir-Pemulihan dan Skill Assist. Aku tak begitu mengerti, tapi kurasa itu terdengar hebat.

Jika dibandingkan dengan diriku, aku sendiri malu untuk menjelaskannya. Bisa menggunakan sihir, tapi tak memiliki informasi apapun tentang sihir yang bisa dikuasai. Bukanlah seorang kesatria, tapi menggendong sarung pedang di punggung. Lucunya lagi, tak ada pedang tersimpan di dalam sarungnya.

Itu bisa kupikirkan nanti.

Yang lebih penting, kami saat ini sudah sampai di Desa Nila. Salah satu desa yang terletak di wilayah Timur Kerajaan Aegis.

Luas desa ini mungkin dua kali lipat dari Desa Nimu, meski begitu penduduknya tak kalah ramah. Pula, letak desa ini juga begitu jauh dari perbukitan dan hutan.

Banyak penduduk setempat yang menyapa kami ramah, dan dengan senang hati memberitahu kami di mana bisa mendapatkan wagon yang akan kami tumpangi.

Walaupun salju yang turun semakin banyak, mengingat hari kian siang. Hal itu sama sekali tak menyusutkan aktivitas penduduk desa di luar rumah.

Duk!

Aku mengaduh tertahan ketika pundakku ditabrak oleh seseorang yang lewat dari arah yang berlawanan.

"Ma—Maaf ...." ucapku spontan dan berhenti berjalan.

Begitupula untuk orang yang menabrakku. Dia menghadapkan tubuh tingginya ke arahku.

Aku lalu menatap ke orang tersebut. Terlihat, seorang pria tinggi yang memakai jubah coklat, wajahnya tak begitu terlihat jelas, karna tertutupi bayangan tudung jubahnya. Akan tetapi, aku bisa melihat ada sebuah tato kelabang merah di wajahnya.

Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang