Bab 21 - Merah di Bawah Bintang

379 34 9
                                    

Bab 21

Aku masih di sini. Duduk seorang diri di depan api unggun yang mulai meredup.

Beruntung aku ditemani oleh jutaan cahaya bintang yang berkelap-kelip di langit. Tak lupa ada secangkir kopi hitam yang diberikan larutan krem vanilla, membuatku bisa menikmati malam ini lebih lama.

Erika, Michelle, dan Nancy telah pergi tidur di dalam tenda. Mengingat mereka sesama perempuan, tentu saja mereka tidur di dalam tenda yang sama.

Sedangkan aku mendirikan tenda sendiri yang berada di samping tenda mereka.

Alasanku tidak ikut tidur adalah demi keamanan.

Ya, sebagai pemilik Sensorik aku pikir lebih baik jika aku tetap terjaga untuk mengantisipasi hal yang tidak diinginkan.

Meskipun sejauh ini aman-aman saja, aku tetap tak ingin menyepelekannya. Mengingat, ini di dalam Dungeon, segala kemungkinan bisa terjadi.

Alasan lainnya, aku ingin menikmati suasana ini dan hanyut dalam renunganku.

Apakah ini keputusan yang tepat?

Seraya memikirkan itu, aku lalu memberi makan api unggun dengan beberapa ranting kayu.

Memilih menerima tawaran Catastrophe, kurasa hanya itu pilihan yang tersisa.

Aku harap keputusan yang telah kuambil tepat, setidaknya aku tidak ingin keadaanku tak bertambah buruk.

Dengan ini, aku bisa memastikan keselamatan Erika dan Michelle. Sisanya, aku hanya perlu memikirkan bagaimana memanfaatkan kekuatan Catastrophe dengan baik.

Jika semua itu sudah aku pikirkan, dengan kata lain berarti aku yang sekarang sudah siap untuk menjual ingatanku pada Catastrophe, 'kan?

Aku, tak bisa menarik ucapanku lagi.

Selanjutnya, mungkin aku akan kehilangan ingatan tentang Nenela.

Ingatan mengenai kebersamaan kami ...

Aku ..., tidak bisa lagi mengingat sosoknya.

Semuanya ... akan menghilang.

Selama-lamanya ....

Mau dipikirkan sebanyak apapun, aku pasti akan menemui jawaban yang sama.

Tak akan ada yang berubah, jika aku terus-menerus memikirkannya. Justru, aku harus berhenti memikirkannya dan bersiap untuk itu.

Bersiap, untuk menjalani hidup tanpa ada ingatan tentang Nenela di dalam hidupku. Tanpa ada sisa sedikitpun, tentangnya.

Entah mengapa, tenggorokanku mendadak kering setelah memikirkan semua itu.

Aku pun meraih cangkir kopi-ku dan meminumnya.

"Sebegitu berartikah ingatan itu bagimu, Fate?"

Menurutmu? Balasku sambil meletakan kembali cangkir ke tempatnya.

"Ingat, Engkau sudah memutuskannya. Tak akan ada lagi jalan untuk kembali, semuanya sudah terjadi."

"Berhenti berpaling dan hadapilah."

Aku menatap ke atas untuk mencari bintang yang senantiasa Nenela tunjuk.

Selagi masih ada kesempatan, aku ingin mengingat tentang Nenela lebih banyak lagi.

Aku tahu.

Karna ini adalah pilihanku, ini adalah keputusanku.

Aku tidak akan menyesalinya, setelah semua yang aku korbankan untuk memutuskannya.

Living in the World Where I Can See a Stars (Hiatus)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang